Virus Corona
Kabar Buruk, THR dan Gaji Ke-13 PNS Terancam Dipangkas, Sri Mulyani: Pendapatan Negara Menurun
THR dan gaji ke-13 PNS terancam dipangkas, pendapatan negara anjlok gegara wabah Virus Corona.
TRIBUNKALTIM.CO - Kabar buruk, THR dan gaji ke-13 PNS terancam dipangkas, pendapatan negara anjlok gegara wabah Virus Corona.
Wabah Virus Corona sangat mempengaruhi perekonomian.
Begitupun di Indonesia yang saat ini tengah menghadapi wabah covid-19.
Salah satu imbasnya adalah pendapatan negara turun anjlok sementara belanja negara cukup besar karena harus menangani wabah Virus Corona ini.
• Kelemahan Virus Corona: Cegah Penyebaran Covid-19 dengan 5 Hal Ini, Tak hanya Sabun dan Disinfektan
• Juru Bicara Gugus Tugas Bantah Ajudan Gubernur Kaltara Irianto Lambrie Terpapar Virus Corona
• Lawan Virus Corona, Realokasi Anggaran Penanganan Covid-19 di Mahakam Ulu, Guyur Dana Rp 10 Miliar
• Efek Corona, DPRD Kaltim Tak Bisa Gelar Rapat Langsung, Optimalkan Rapat-rapat via Konferensi Video
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Presiden Joko Widodo tengah melakukan beberapa pertimbangan terkait pembayaran gaji ke-13 dan tunjangan hari raya ( THR ) untuk Aparatur Sipil Negara ( ASN ) atau PNS di tengah pandemik Virus Corona ( covid-19 ).
Dalam paparannya ketika melakukan rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (6/4/2020), Sri Mulyani mengatakan, pertimbangan pembayaran gaji ke-13 tersebut terkait dengan belanja Pemerintah yang mengalami tekanan.
Sebab, Pemerintah secara jor-joran menggelontorkan insentif kepada dunia usaha serta bantuan sosial untuk meredam dampak Virus Corona.
Selain itu, penerimaan negara juga diproyeksi bakal mengalami kontraksi akibat kegiatan ekonomi yang mengalami penurunan di tengah pandemik.
"Kami bersama Presiden Joko Widodo meminta kajian untuk pembayaran THR dan gaji ke-13 apakah perlu dipertimbangkan lagi mengingat beban negara yang meningkat," ujar Sri Mulyani dalam video conference di Jakarta, Senin.

Namun, Bendahara Negara itu tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai skema pembayaran gaji ke-13 dan THR kepada ASN, apakah bakal dipangkas besarannya atau ditunda penyalurannya.
Sri Mulyani menjelaskan, akibat pandemik Virus Corona, pendapatan negara diperkirakan akan mengalami kontraksi hingga 10 persen.
• Di Wilayah Anies Baswedan, 1 Jam, Ada 6 Jenazah Terkait Virus Corona yang Dikuburkan Tanpa Nisan
• Telegram Terbaru Kapolri Idham Azis, Minta Polisi Tindak 3 Kelompok Ini Saat Wabah Virus Corona
Dengan perekonomian yang diperkirakan hanya tumbuh 2,3 persen hingga akhir tahun, penerimaan negara hanya mencapai Rp 1.760,9 triliun atau 78,9 persen dari target APBN 2020 yang sebesar Rp 2.233,2 triliun.
"Penerimaan kita mengalami penurunan karena banyak sektor mengalami git sangat dalam, sehingga outlook-nya kita di APBN 2020 untuk penerimaan negara bukannya tumbuh, namun kontraksi," ujar Sri Mulyani.
Di sisi lain, Sri Mulyani mengatakan, belanja negara akan mengalami lonjakan dari target APBN 2020 yang sebesar RP 2.540,4 triliun menjadi Rp 2.613,8 triliun.
Hal tersebut menyebabkan defisit APBN yang tahun ini ditargetkan sebesar 1,76 persen dari PDB atau sebesar Rp 307,2 triliun melebar menjadi Rp 853 triliun atau 5,07 persen dari PDB.
"Belanja negara meningkat untuk memenuhi kebutuhan untuk segera mempersiapkan sektor kesehatan dan perlindungan sosial masyarakat yang terdampak karena social distancing, dan langkah pembatasan mobilitas membutuhkan jaminan sosial yang harus ditingkatkan secara extraordinary.
Dan juga kebutuhan untuk melindungi dunia usaha menyebabkan kenaikan belanja," jelas dia.
• Sudah Banyak yang Dapat Token Listrik Gratis, Login di www.pln.co.id atau Akses via WhatsApp
• Hasil Penelitian, Ini Cara Puasa Ramadhan Menangkal Virus Corona, Picu Produksi Sel Darah Putih
Pakar Epidemologi Waspada Serangan Virus Corona Jilid II Luar Jakarta, Pemerintah Jokowi Tak Ketat
Pemerintah diminta bertindak cepat untuk menghentikan penyebaran Virus Corona aau covid-19 di Indonesia.
Pakar Epidemologi Universitas Indonesia memerkirakan potensi seranga Virus Corona jilid II di daerah- daerah di Indonesia.
Hal ini dilakukan mengingat Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB yang didengungkan Presiden Jokowi, belum dilaksanakan secara ketat.
Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia, Iwan Ariawan menilai bahwa pemerintah belum melakukan tindakan pencegahan Virus Corona secara ketat.
Hal itu disampaikan Iwan Ariawan saat menjadi narasumber di acara Sapa Indonesia Malam Kompas TV pada Minggu (5/4/2020).
Menurut Iwan Ariawan, diperlukan pembatasan sosial berskala besar dengan ketat.
"Menurut kami belum, karena intervensi intensif itu kita perlu melakukan social distancing dalam skala besar dan ketat."
"Jadi artinya harus diawasi bukan hanya sukarela," ujar Iwan.
Selain itu diperlukan tes covid-19 lebih besar namun tepat sasaran dan dengan metode yang menghasilkan akurasi tinggi.
"Kemudian kita harus melakukan tes yang banyak untuk mendeteksi orang-orang dengan covid-19 yang positif, dan segera lakukan isolasi."
"Tentunya tes itu dilakukan juga pada orang-orang yang tepat dengan metode yang akurasinya tinggi," jelasnya.
Tak lupa, Iwan mengingatkan pemerintah agar menyiapkan fasilitas kesehatan.
"Kemudian kita juga harus menyiapkan fasilitas kesehatan kita, supaya nanti ini siap untuk pasien covid-19 yang perlu dirawat di rumah sakit.
Apalagi yang perlu perawatan intensif itu yang perlu kita siapkan," kata dia.
Iwan mengatakan jika ikut campur pemerintah terhadap masalah ini kurang, maka tingkat kematian akan semakin tinggi.
"Kalau kita tidak melakukan intervensi intensif yang paling jelas kita akan lihat nanti adalah kematian akibat covid-19 akan meningkat," ujarnya.
Selain itu bisa jadi akan ada gelombang dua penyebaran Virus Corona yang menyebar ke daerah-daerah.
Sehingga, ia merasa khawatir jika daerah-daerah ikut terkena lantaran layanan kesehatan di Indonesia tak merata.
"Jika kita tidak melakukan intervensi intensif untuk mencegah penularan covid-19 ini, nanti akan lihat epedemi kita berakhir, second wave akan menyebar ke daerah-daerah."
"Itu yang lebih khawatir karena nanti dia menyebar kita tahulah di Indonesia fasilitas kesehatan tidak merata.
Kita khawatir menyebar ke daerah-daerah di mana fasilitas kesehatannya minim gitu, akan mempertinggi angka kematian kita," jelas dia.
• Di Wilayah Anies Baswedan, 1 Jam, Ada 6 Jenazah Terkait Virus Corona yang Dikuburkan Tanpa Nisan
Prediksi Virus Corona Berkurang
Pada kesempatan yang sama, Iwan menegaskan model untuk menghitung penyebaran covid-19 ini bukan berdasarkan jumlah pasien.
"Iya jadi gini kami mencoba melakukan pemodelan epidemiologi."
"Kami tidak berdasarkan jumlah covid-19 positif yang dilaporkan.
Tapi kami berdasarkan perjalanan penyakitnya dan pengalaman negara-negara lain," ujar Iwan.
Iwan menuturkan, jika pemerintah tidak melakukan tindakan tegas terkait Virus Corona, maka puncak covid-19 ini diprediksi terjadi pada pertengahan April.
"Pada model kami jika pemerintah tidak melakukan apa-apa, jadi dalam skenario terburuk itu kita akan mencapai puncak dari epidemi Corona pada pertengahan April," katanya.
Meski demikian, Iwan menilai hal itu tak akan terjadi lantaran pemerintah dianggap sudah melakukan banyak hal terkait Virus Corona.
Ia menjelaskan semakin besar tindakan pemerintah terkait Virus Corona maka semakin kecil pula keparahan puncak covid-19 di Indonesia.
"Tapi tentunya ini tidak akan terjadi karena pemerintah sudah melakukan beberapa intervensi."
"Sebenarnya kami berharap kalau pemerintah melakukan intervensi yang baik itu puncaknya berkurang," jelasnya.
Jumlah pasien tidak akan terlalu banyak jika pemerintah melakukan tindakan tegas.
"Nanti yang baik terinfeksi maupun masuk ke rumah sakit itu tidak sebanyak kalau tidak dilakukan apa-apa," kata dia.
Lantaran menilai pemerintah sudah melakukan persiapan-persiapan, Iwan menduga puncak covid-19 akan bergeser.
Menurutnya, hal itu menjadi sesuatu yang baik karena nantinya pemerintah akan lebih siap menghadapi para pasien yang harus dirawat di rumah sakit.
"Kemudian, kalau dari model itu puncaknya juga akan bergeser, puncak ini bergeser itu lebih baik."
"Karena memberikan kesempatan kita untuk bersiap-siap.
Karena yang mengkhawatirkan dari masalah epidemi covid-19 adalah jumlah pasien yang nanti butuh perawatan di rumah sakit dan perlu perawatan intensif.
Ini yang akan membebani fasilitas kesehatan kita," jelasnya.
Iwan menjelaskan dengan model pemerintah yang terus menangani Virus Corona dengan baik maka diperkirakan wabah ini berakhir akhir Mei atau awal Juni.
Namun sekali lagi prediksi itu akan terjadi apabila pemerintah melakukan langkah-langkah yang tepat terkait Virus Corona.
• Muhammadiyah Desak Jokowi Tegas Soal Mudik Karena Virus Corona, Haedar Nashir: Ibadah Saja Dibatasi
"Kalau dari model yang kami buat dilakukan intervensi yang baik, ini kasusnya akan berkurang di akhir Mei atau awal Juni," ucap Iwan.
"Tapi dengan catatan itu intervensinya dilakukan dengan intensif dan kita bisa menjaga penyebarannya," imbuhnya.
Pada kesempatan itu, ia mengkhawatirkan soal kultur mudik rakyat Indonesia pada Ramadhan dan lebaran yang bisa membuat penyebaran Virus Corona semakin banyak.
"Yang mengkhawatirkan itu ada bulan Ramadhan, ada lebaran di mana ada kebiasaan di kita di mudik.
Pulang kampung itu jadi sarana penyebaran covid-19 ini," ungkapnya.
IKUTI >> Update virus Corona
(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pendapatan Negara Anjlok, Gaji Ke-13 dan THR PNS Terancam Dipangkas?", https://money.kompas.com/read/2020/04/06/145801726/pendapatan-negara-anjlok-gaji-ke-13-dan-thr-pns-terancam-dipangkas?page=all#pageall
Penulis : Mutia Fauzia