Virus Corona
Di Mata Najwa, Ridwan Kamil Ungkap Sudah Kirim Permohonan PSBB Covid-19, Menkes Belum Restui?
Di program talkshow Mata Najwa, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil ungkap sudah kirim permohonan PSBB covid-19, namun belum ada balasan dari Menkes
TRIBUNKALTIM.CO - Di program talkshow Mata Najwa, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil ungkap sudah kirim permohonan PSBB covid-19, namun belum ada balasan dari Menteri Kesehatan.
Masih terkait Virus Corona atau covid-19, program Mata Najwa yang dipandu Najwa Shihab membahas Berbelit Urus Corona, Rabu (8/4/2020).
Dalam tema tersebut, Mata Najwa juga menyinggung soal kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB).
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil hadir sebagai narasumber.
Ternyata Gubernur Ridwan Kamil sudah minta status PSBB covid-19 Jawa Barat ke Menteri Jokowi.
• Di Mata Najwa, Refly Harun Bongkar Habis Kelemahan PSBB Atasi Wabah Virus Corona, Bukan Hal Darurat
• Anies Baswedan Kembali Beda Sikap dengan Pemerintah Jokowi Soal PSBB Virus Corona, Kali Ojek Online
• Pembatasan Sosial Sudah Berjalan Baik, Gubernur Merasa Kaltara Belum Perlu Laksanakan PSBB
• Peraturan Pembatasan Kendaran Pribadi dan Angkutan Umum Setelah PSBB Diberlakukan di Jakarta
Via telewicara, Ridwan Kamil memaparkan aksi nyata jajarannya melawan penularan covid-19 di Jawa Barat sebagai provinsi terbanyak kedua di Indonesia setelah Jakarta.
"Jawa Barat sudah mengajukan PSBB surat sudah sudah dikirim atau dalam perjalanan atau bagaimanakah?" tanya Najwa Shihab dilansir tribun-timur.com dari akun Youtube Najwa Shihab.
Ridwan Kamil ternyata sudah mengirim surat ke Kementerian Kesehatan agar Jawa Barat juga ditetapkan statusnya menjadi PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) seperti halnya DKI Jakarta.
Sudah saya tandatangani, Saya kirim mungkin masih dalam proses diterima sore ini atau besok pagi. Intinya sesuai jadwal hari ini pengiriman," kata Ridwan Kamil.
Tidak semua kabupaten/kota di Jabar ditetapkan PSBB.
Hanya liima kabupaten/kota yang menempel di DKI Jakarta yang diusulkan ke anak buah Jokowi Menteri Kesehatan ditetapkan PSBB.
5 daerah ini adalah:
Kota Depok
Kota Bekasi
Kabupaten Bekasi
Kota Bogor
Kabupaten Bogor
"Jabar itu kami tetapkan tiga tipe terkait pandemi covid-19. Satu, daerah Bodebek (Bogor, Depok, Bekasi) maka perlakukannya harus seperti Jakarta
Ada Zona Bandung raya punya pandemik khusus. Sisanya lain-lain," kata Kang Emil sapaan Ridwan Kamil.
Fakta lainnya dari Jabar, 70 persen peredaran virus itu ada di wilayah Bogor Depok, Bekasi, daerah yang menempel di DKI Jakarta ini.
"Dari awal kita sudah sepakti jika Jakarta sudah PSBB maka lima wilyaha yang nempel iniharus mirroring satu keputusan pusat. Lima daerah ini ngikut dengan status Jakarta. Mudah-mudahan dibahas dengan cepat oleh Menteri Kesehatan supaya ada lampu hijau supaya ada sinkronisasi. Juga ada koordinasi dengan Gubernur Banten," kata Ridwan Kamil.
Jika disetujui Menkes, PSBB di Jabar akan ditetapkan paling lambat Minggu atau Senin ini.
"Prosedurnya butuh dua hari mungkin baru diberlakukan antara weekend atau hari senin," demikian prediksi Ridwan Kamil.
Simak video lengkapnya:
• Di Depan Karni Ilyas, Refly Harun Singgung Perjuangan Anies Baswedan Dapatkan Izin PSBB
Kelemahan PSBB
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun kembali melancarkan kritik untuk Pemerintah Jokowi dalam mengatasi wabah Virus Corona atau covid-19.
Langkah Jokowi memilih PSBB untuk mengatasi pandemi Virus Corona dinilai Refly Harun seperti menghadapi hal yang tak darurat.
Hal ini diungkapkan Refly Harun di acara Mata Najwa.
Pakar Tata Hukum Negara, Refly Harun memberi kritikannya terhadap pemerintah terkait kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Hal itu diungkapkan Refly Harun melalui sambungan video call dengan acara Mata Najwa pada Rabu (8/4/2020).
Refly Harun mulanya menyinggung soal undang-undang kekarantinaan yang terdiri dari banyak jenis karantina.
"Padahal undang-undang kekarantinaan masyarakat itu kan memberikan pilihan paling tidak ada yang namanya kekarantinaan perbatasan, untuk menutup pintu masuk ke daerah misalnya."
"Lalu kemudian ada karantina rumah sakit, kemudian ada karantina wilayah, ada karantina rumah," jelas Refly Harun.
Lalu, Refly Harun mengkritik alasan Pemerintah Pusat yang hanya memberikan opsi PSBB.
Sedangkan, bisa jadi ada daerah yang harus memberlakukan hal lebih ketat dibanding PSBB suatu saat.
"Dan kemudian PP dilanjutkan dengan Permenkes itu hanya memberikan peluang adanya PSBB."
"Coba bayangkan kalau seandainya eskalasinya makin tinggi dan dibutuhkan sebuah tindakan yang lebih radikal misalnya, lockdown, karantina wilayah, atau karantina rumah bahkan."
"Ini tidak disediakan payung hukumnya, karena pilihannya hanya ada PSBB saja," kritik Refly.
Menurut Refly, PSBB akan sulit dilaksanakan di Indonesia mengingat banyaknya daerah.
"Padahal menurut saya, kalau kita sudah bicara tentang kedaruratan itu kita harusnya by pass, bisa."
"Contoh yang lain misalnya soal birokrasi, coba bayangkan daerah-daerah harus mengajukan dulu permohonan izin untuk menerapkan PSBB dan hanya PSBB, kita tahu bahwa jumlah kabupaten kota di Indonesia ini ada 500 lebih, provinsinya 34," ujarnya.
Refly Harun lalu bertanya bagaimana jika daerah-daerah tersebut mengantre untuk izin terkait permberlakuan PSBB pada Pemerintah Pusat.
Meski, BNPB bisa mengusulkan suatu daerah untuk mendapatkan status PSBB, Refly menilai itu kurang efektif.
• Jalankan PSBB, Anies Baswedan Kembali Terapkan Kebijakan yang Dikritik Jokowi dan Dibatalkan Luhut
• Anies Baswedan Sudah Dapat Restu Menkes Terawan di Jakarta, Risma Tak Terapkan PSBB di Surabaya?
Menurutnya, kepala daerah lah yang paling mengetahui keadaaan wilayahnya bukan BNPB.
"Bayangkan kalau seandainya mereka kemudian harus menunggu antre, giliran, memang ada perspektif Badan Penanggulangan Bencana yang bisa mengusulkan persoalan juga posisi ini."
"Tetapi persoalannya tetap saja frontlinenya adalah kepala daerah di masing-masing daerah yang tahu persis bagaimana posisi, kondisi daerahnya masing-masing," tuturnya.
Sehingga, Mantan Ketua Tim Anti Mafia Mahkamah Konstitusi ini menganggap gerak pemerintah tidak seperti status yang ditetapkan, yaitu darurat kesehatan.
"Saya jadi tidak melihat atau belum melihat bahwa cara gerak pemerintah itu melihat bahwa ini darurat kesehatan begitu," pungkasnya.
IKUTI >> Update Virus Corona
(*)