Penyidik KPK Disiram Air Keras
Dua Penyiram Air Keras Hanya Dituntut 1 Tahun, Novel Baswedan: Kebobrokan Dipertontonkan tanpa Malu
Dua orang penyiram air keras terhadap Novel Baswedan hanya dituntut 1 tahun, Novel Baswedan sebut kebobrokan yang dipertontonkan tanpa rasa malu
TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Dua orang penyiram air keras terhadap Novel Baswedan hanya dituntut 1 tahun, Novel Baswedan sebut kebobrokan yang dipertontonkan tanpa rasa malu.
Dalam sidang pembacaan tuntutan, Kamis 11 Juni 2020, dua anggota Brimob Polri yang menjadi terdakwa penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan hanya dituntut 1 tahun penjara.
Terhadap tuntutan JPU, penyidik KPK, Novel Baswedan tak dapat menyembunyikan kegeraman dan kemarahannya mengetahui dua terdakwa penerornya hanya dituntut 1 tahun pidana penjara.
Diketahui, Jaksa Penuntut Umum ( JPU ) menuntut agar dua anggota Brimob Polri yang menjadi terdakwa penyiram air keras terhadap Novel Baswedan, yaitu Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis untuk dihukum 1 tahun pidana penjara.
Novel Baswedan mengaku sudah menduga sidang perkara teror yang dialaminya pada 11 April 2017 silam hanyalah formalitas.
• Ada Apa dengan Novel? IPW Minta Dewas KPK Awasi Pergerakannya, Keanehan Saat Periksa Nurhadi Dibeber
• Mantan Komisioner KPK Puji Novel Baswedan Tangkap Nurhadi, BW Tulis Bravo Binggo
• KPK Bekuk Nurhadi, Bambang Widjijanto Puji Novel Baswedan, BW: Matanya Dirampok Penjahat Dilindungi
• Terdakwa Penyerang Novel Baswedan Merasa Bersalah, Kapolri Hingga Jokowi Sampai Jadi Bulan-bulanan
Bahkan, dugaan tersebut sudah dirasakan Novel baswedan sejak proses penyidikan kasus ini hingga bergulir di persidangan.
Namun, kata Novel Baswedan, tuntutan Jaksa yang hanya setahun pidana penjara sangat keterlaluan.
Menurutnya, tuntutan terhadap Rahmat Kadir dan Ronny Bugis merupakan suatu kebobrokan proses penegakan hukum yang dipertontonkan.
"Memang hal itu sudah lama saya duga, bahkan ketika masih diproses sidik dan awal sidang. Walaupun memang hal itu sangat keterlaluan karena suatu kebobrokan yang dipertontonkan dengan vulgar tanpa sungkan atau malu," kata Novel saat dikonfirmasi awak media, Kamis (11/6/2020).
Tak hanya marah, Novel Baswedan mengaku miris dengan proses persidangan teror yang membuat kedua matanya terancam mengalami kebutaan.
Menurutnya, persidangan ini menjadi ukuran fakta betapa rusaknya hukum di Indonesia.
"Lalu bagaimana masyarakat bisa menggapai keadilan? Sedangkan Pemerintah tak pernah terdengar suaranya [abai]," ungkap Novel Baswedan.
Hal senada disampaikan Tim Advokasi Novel.
Tim Advokasi menyatakan tuntutan satu tahun pidana penjara terhadap dua terdakwa peneror Novel menginformasi sandiwara hukum yang selama ini dikhawatirkan masyarakat.
Tidak hanya tuntutan tersebut sangat rendah, Tim Advokasi juga menilai tuntutan tersebut memalukan dan tidak berpihak pada korban kejahatan.
"Terlebih ini adalah serangan brutal kepada Penyidik KPK yang telah terlibat banyak dalam upaya pemberantasan korupsi.
Alih-alih dapat mengungkapkan fakta sebenarnya, justru Penuntutan tidak bisa lepas dari kepentingan elit mafia korupsi dan kekerasan," kata salah seorang anggota Tim Advokasi Novel Baswedan, Kurnia Ramadhana dalam keterangan persnya.
Kurnia mengatakan, sejak awal Tim Advokasi Novel Baswedan berulang kali mengungkap banyak kejanggalan dalam persidangan ini.
Beberapa di antaranya, dakwaan Jaksa yang berupaya menafikan fakta kejadian yang sebenarnya dengan hanya mendakwa Pasal 351 dan Pasal 355 KUHP terkait dengan penganiayaan terhadap kedua terdakwa.
Padahal teror yang dialami Novel berpotensi untuk menimbulkan akibat buruk, yakni meninggal dunia.
Dengan demikian, Jaksa seharusnya mendakwa dengan menggunakan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Kejanggalan lainnya, saksi-saksi yang dianggap penting tidak dihadirkan Jaksa di persidangan.
Terdapat setidaknya tiga saksi yang semestinya dapat dihadirkan di Persidangan untuk menjelaskan duduk perkara sebenarnya.
Tiga saksi itu pun pernah diperiksa oleh Penyidik Polri, Komnas HAM, serta Tim Pencari Fakta bentukan Kepolisian.
"Namun, Jaksa seakan hanya menganggap kesaksian mereka tidak memiliki nilai penting dalam perkara ini. Padahal esensi persidangan pidana itu adalah untuk menggali kebenaran materiil, sehingga langkah Jaksa justru terlihat ingin menutupi fakta kejadian sebenarnya," katanya.
Kejanggalan lainnya, peran penuntut umum yang terlihat justru seperti pembela para terdakwa.
Hal ini disimpulkan ketika melihat tuntutan yang diberikan kepada dua terdakwa.
Tak hanya itu, saat persidangan dengan agenda pemeriksaan Novel Baswedan pun Jaksa seakan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan Penyidik KPK ini.
"Semestinya Jaksa sebagai representasi negara dan juga korban dapat melihat kejadian ini lebih utuh, bukan justru membuat perkara ini semakin keruh dan bisa berdampak sangat bahaya bagi petugas-petugas yang berupaya mengungkap korupsi ke depan," tegasnya.
Dikatakan, persidangan kasus ini menunjukan hukum digunakan bukan untuk keadilan, tetapi sebaliknya hukum digunakan untuk melindungi pelaku dengan memberi hukuman 'alakadarnya', menutup keterlibatan aktor intelektual, mengabaikan fakta perencanaan pembunuhan yang sistematis, dan memberi bantuan hukum dari Polri kepada pelaku.
Padahal, kata Kurnia Pasal 13 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2003 menyatakan pendampingan hukum baru dapat dilakukan bilamana tindakan yang dituduhkan berkaitan dengan kepentingan tugas.
Untuk itu, Tim Advokasi Novel Baswedan meminta Majelis Hakim tidak larut dalam sandiwara hukum ini.
Majelis Hakim, katanya, sudah seharusnya melihat fakta sebenarnya yang menimpa Novel Baswedan.
Selain itu, Tim Advokasi juga menuntut Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) untuk membuka tabir sandiwara hukum ini dengan membentuk Tim Pencari Fakta Independen.
"Kami juga menuntut Komisi Kejaksaan mesti menindaklanjuti temuan ini dengan memeriksa Jaksa Penuntut Umum dalam perkara penyerangan terhadap Novel Baswedan," katanya.
Ikuti >>> Update Novel Baswedan
(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Rahmat dan Ronny Dituntut 1 Penjara, Novel Baswedan: Kebobrokan yang Dipertontonkan, https://www.tribunnews.com/nasional/2020/06/11/rahmat-dan-ronny-dituntut-1-penjara-novel-baswedan-kebobrokan-yang-dipertontonkan?page=all.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hendra Gunawan