Virus Corona
Data Pasien Positif Covid-19 di Surabaya Ternyata Beda antara Pemprov dan Pemkot, Kata Gugus Tugas
Data jumlah pasien positif covid-19 di Surabaya ternyata berbeda antara Pemprov Jatim dan Pemkot, begini penjelasan Gugus Tugas
TRIBUNKALTIM.CO - Data jumlah pasien positif covid-19 di Surabaya ternyata berbeda antara Pemprov Jatim dan Pemkot, begini penjelasan Gugus Tugas
Ternyata, ada perbedaan data jumlah pasien positif covid-19 di Surabaya antara Pemprov Jawa Timur ( Jatim ) dengan data Pemkot Surabaya.
Bahkan perbedaan ini, tak jarang berbeda hingga lima puluh persen, begini penjelasan Gugus Tugas terkait perbedaan data tersebut.
Seperti dikutip dari surya.co.id, data konfirmasi positif virus Corona di Surabaya ternyata berbeda antara tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 kota dan Jatim.
Selisih data virus Corona di Surabaya antara pemprov dan Pemkot itu tak jarang berbeda hingga lima puluh persen.
Koordinator Bidang Pencegahan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya, Febria Rachmanita mengatakan temuan perbedaan data itu lantaran pihaknya melakukan kroscek di lapangan begitu dapat data update dari Gugus Tugas di Jatim.
• Kabar Buruk Virus Corona Meningkat di Surabaya, Wilayah Risma Harus PSBB Lagi?
• Rasio Tracing Covid-19 di Surabaya Terendah di Jatim, Gugus Tugas Jatim Ngenes, JK Ingatkan Hal Ini
• Beda Nasib Pelanggar Aturan Masa Transisi Surabaya, Sidoarjo dan Gresik, Alasan Risma tak Ada Denda
• Bahas New Normal di Daerah-daerah, Mahfud MD Ungkap Kondisi Kebalikan DKI Jakarta dan Surabaya Jatim
Dia mempertanyakan data confirm Covid-19 dari Gugus Tugas Provinsi Jatim yang tidak sinkron dengan data Gugus Tugas Surabaya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya itu menyebut, misalnya pada 14 Juni 2020, data yang diterima sebanyak 180 kasus confirm warga Surabaya. Setelah dicek, di lapangan hanya 80 orang.
Lalu, pada 15 Juni 2020, data confirm yang diterima 280 orang, dan setelah dicek hanya 100.
Kemudian, pada 16 Juni 2020, pihaknya menerima data 149 kasus terkonfirmasi warga Surabaya dan setelah dicek ternyata hanya ada 64 orang.
Hasil itu didapat setelah Puskesmas melakukan kroscek di lapangan. Dari hasil itu, didapati hasil yang tidak sinkron antara Pemprov Jatim dan Pemkot Surabaya.
Ini menjadi pola yang dilakukan, di mana setelah menerima laporan data dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim, pihaknya memang langsung melakukan pengecekan lewat Puskesmas masing-masing.
Feny mengatakan, tidak sinkronnya data antara Pemkot dan Pemprov ini juga disebabkan, karena ada nama maupun alamat yang ganda.
Bahkan, ada pula data yang setelah di-tracing ternyata orang itu sudah tidak tinggal domisili di Surabaya, meski masih menggunakan KTP Surabaya.
Dia berharap hal-hal semacam ini dapat menjadi perhatian. Sebelum disampaikan kepada publik terkait update kasus, dia meminta validitas data dipastikan terlebih dahulu. Sehingga, publik juga tidak kebingungan.
"Kita tidak mengakui data itu sebelum Puskesmas ok. Kita cek verifikasi ke lapangan,” ungkapnya.
"Data konfirmasi dari pusat itu turun ke provinsi, kemudian provinsi turun ke kota.
Kalau data itu tidak sesuai, ya harusnya provinsi mengubah data tersebut sesuai dengan yang kita lakukan tracing, harusnya mengumumkan data itu setelah diverifikasi," sambung Feny.
Ngotot Tak Mau PSBB Lagi

Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya nampaknya bakal keberatan jika Kota Surabaya kembali diberlakukan PSBB.
Hal itu merespon Pemprov Jatim yang menyinggung melonjaknya transmission rate dan juga attack rate di Surabaya Raya.
Secara teori, Gugus Tugas di Pemprov Jatim menyebut kondisi semacam ini PSBB memungkinkan untuk diberlakukan kembali.
"Kami bekerja untuk bagaimana hal-hal itu tidak terjadi," kata Wakil Koordinator Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya, M Fikser, Rabu (17/6/2020).
Pemkot saat ini disebutnya terus berfokus pada penanganan pandemi ini secara penuh.
Namun, juga tetap mempertimbangkan roda perekonomian warga agar tetap dapat berjalan selaras dengan upaya memutus mata rantai penyebaran virus Corona.
Keduanya, disebut Fikser tetap menjadi perhatian Pemkot Surabaya.
Oleh sebab itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Surabaya itu mengatakan, harusnya dalam situasi seperti ini semua pihak harus sadar dan bahu membahu untuk menyelesaikan wabah ini.
"Dengan melibatkan partisipasi warga yang kuat, kesadaran warga kita dorong, kita harapkan hal itu tidak terjadi (PSBB kembali diberlakukan)," ungkap Fikser.
Menurut Fikser, sejauh ini, Pemkot Surabaya terus melakukan pola penanganan pandemi ini secara massif. Pelacakan atau tracing dilakukan dan dibarengi dengan pemeriksaan massal seperti rapid test serta swab test.
Ke depan, Fikser mengatakan, upaya tracing macam itu juga bakal semakin massif mengingat ada rencana bantuan relawan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Unair yang akan bergabung untuk menguatkan upaya tracing di lapangan.
"Kita berharap warga untuk bersama jangan sampai PSBB itu terjadi di Surabaya, patuhi protokol kesehatan, disiplin menjadi kunci," ujar Fikser.
Tim Gugus Tugas Provinsi Ngenes Tiap Malam

Pasca PSBB di Surabaya Raya dilonggarkan, transmission rate dan juga attack rate di Surabaya Raya kembali melonjak.
Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur Joni Wahyuhadi, mengatakan dengan kondisi seperti ini, sesuai teori lebih baik dikembalikan ke masa restriksi.
Hal tersebut disampaikan Joni dalam paparannya di hadapan Ketua Umum Palang Merah Indonesia ( PMI ) Jusuf Kalla yang datang ke Gedung Negara Grahadi Surabaya, Rabu (17/6/2020).
"Attack rate dan transmission rate Surabaya Raya kembali naik setelah pelonggatan PSBB. Ini mengecewakan. Kalau sesuai teori dengan kondisi ini harusnya revive back to lockdown, kalau kita ya harusnya kembali ke PSBB," kata Joni.
Kondisi yang paling disorot yaitu Surabaya yang kasusnya 50,4 persen dari total kasus di Jatim.
Saat ini attack rate Kota Surabaya 139,7 ini attack rate tertinggi se Indonesia.
Artinya setiap 100.000 penduduk 140 orang diantaranya positif covid-19.
Sedangkan untuk Jatim attack rate saat ini adalah 19,7.
Kemudian untuk transmission rate Surabaya saat ini adalah 1,22. Sedangkan transmission rate Jawa Timur adalah 1,1.
"Padahal Jawa Timur ini transmission rate nya pernah di angka 0,86, artinya kasusnya akan hilang. Begitu juga Surabaya Raya transmission rate-nya penah 0,5.
Jadi sebetulnya PSBB sangat bisa dan efektif senagai metode pengendalian penularan covid-19," kata Joni yang juga Dirut RSUD Dr Soetomo ini.
Joni menerangkan, masyarakat Surabaya Raya dengan adanya pelonggaran PSBB justru kian menurun untuk memperhatikan protokol kesehatan.
Seperti mengenakan masker, masih banyak yang abai. Dan yang masih mencolok adalah kurang disiplinnya penegakan physical distancing.
Ia menunjukkan data penelitian lapangan terkait distribusi kepatuhan masyarakat dalam memakai masker dan menerapkan physical distancing.
Di tempat ibadah yang patuh hanya 64,6 persen, kemudian pasar tradisional yang patuh baru 89,3 persen, perkantoran dan pabrik yang patuh hanya 58,9 persen, serta yang melakukan olahraga di luar ruangan yang patuh hanya 45,1 persen,
Joni Wahyuhadi mengatakan bahwa komitmen tracing Pemkot Surabaya masih rendah.
Rendahnya komitmen tracing ini menurut Joni tidak bisa dibiarkan jika ingin serius dalam melakukan pemutusan mata rantai penularan virus di tengah pandemi.
Dengan tracing yang cepat dan tepat, masyarakat yang potensi terpapar akan diketahui dan bisa dilakukan tindak lanjut, baik observasi, isolasi ataupun perawatan di layanan kesehatan.
"Kami ada data, yang membuat setiap malam itu kami ngenes. Yaitu daerah yang case nya banyak tapi tracingnya rendah. Surabaya tracingnya hanya 2,8 persen dari 1 kasus positif yang ditemukan dari tracing Kota Surabaya.
Kondisi ini adalah komitmen tracing terendah di Jatim," kata Joni, dalam paparannya di hadapan Ketua Umum Palang Merah Indonesia Jusuf Kalla di Gedung Negara Grahadi, Rabu (17/6/2020).
Komitmen tracing tertinggi di Jawa Timur dari grafik yang dipaparkan Joni adalah Kabupaten Kediri. Rasio tracing nya adalah 19,9 dengan jumlah kematian kasus terkonfirmasi positif covid-19 sejumlah 8.
Sedangkan Kabupaten Sidoarjo rasio tracingnya adalah 3,5 dengan jumlah kematian kasus positif covid-19 Jatim nya sebesar 57. Dan untuk Kabupaten Gresik rasio tracingnya adalah 8,8 dengan jumlah kematiannya adalah sebesar 19.
"Nah untuk Kota Surabaya ini ternyata rasio tracingnya terendah di Jatim dan angka kematiannya tertinggi, dengan jumlah kematiannya adalah 234," tegasnya.
Disampaikan Joni pandemi covid-19 ini bukankah kasus yang mudah ditangani tanpa adanya keseriusan seluruh pihak. Kerjasama sangat dibutuhkan dan komitmen bersama dalam memutus rantai penularan harus terus dilakukan.
Pelonggaran restriksi PSBB harus diiringi dengan langkah-langkah penanganan yang tepat. Dimana Jawa Timur memiliki 3T dalam penanggulangan covid-19.
Yaitu testing, tracing dan treatmen. Ketiganya harus dilakukan dengan cepat dan tepat. Tidak bisa hanya satu dari ketiganya saja yang kuat dibandingkan yang lain.
Ikuti >>>> Update Virus Corona
(*)
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Kenapa Data Virus Corona di Surabaya Selisih 50 Persen Lebih Antara Pemprov dan Pemkot? Ini Faktanya, https://surabaya.tribunnews.com/2020/06/18/kenapa-data-virus-Corona-di-surabaya-selisih-50-persen-lebih-antara-pemprov-dan-pemkot-ini-faktanya?page=all.
Penulis: Yusron Naufal Putra
Editor: Musahadah