Referendum Tolak Kelapa Sawit dari Indonesia sampai di Mahkamah Konstitusi Swiss, Selanjutnya?

Referendum tolak kelapa sawit dari Indonesina sampai di Mahkamah Konstitusi Swiss, bagaimana selanjutnya?

Editor: Amalia Husnul A
KOMPAS.com/Krisna Diantha
Kotak berisi tanda tangan petisi penolakan kelapa sawit asal Indonesia di Swiss yang diangkut karyawan Mahkahmah konstitusi Swiss pada Senin (22/6/2020). Referendum tolak kelapa sawit dari Indonesia telah sampai di Mahkamah Konstitusi Swiss, bagaimana selanjutnya? 

TRIBUNKALTIM.CO - Referendum tolak kelapa sawit dari Indonesia telah sampai di Mahkamah Konstitusi Swiss,   bagaimana selanjutnya?

Sebanyak 26 kotak kardus yang berisi hasil referendum penolakan produk kelapa sawit dari Indonesia dari 26 provinsi di Swiss telah tiba di Mahkamah Konstitusi Swiss.

Setelah sampai di Mahkamah Konstitusi Swiss, bagaimana selanjutnya?

Seperti dikutip dari kompas.com, halaman depan dihiasi air mancur. Sejuk muncratan airnya, mengundang warga untuk mendekat. Halaman belakang ada jalan paving stone.

Auto frei, bebas kendaraan bermotor. Tak ada polisi. Tanpa pagar kawat verduri. Aman, damai, dan teratur.

Begitulah suasana sehari sehari Bundeshaus, Gedung Parlemen Swiss.

Beredar Isu Demo di Perusahaan Perkebunan Sawit, Kepala Adat Besar Kubar Bantah Kerahkan Massa

Ekspor Cangkang Sawit di Kaltim Tetap Bergairah dengan Tujuan Jepang

Ibu Tiga Anak yang Curi Sawit untuk Beli Beras akan Diadili, karena Rugikan PTPN Senilai Rp 76.500

Kasmidi Minta Perusahaan Kelapa Sawit di Kutim Bantu Rapid Test dan APD

Kedamaian itu terusik dengan datangnya mobil Peugeot kombi berplat nomor Jenewa.

Kendaraan berwarna metalik silver itu berhenti di samping gedung Bundeshaus.

Menurunkan beberapa kotak kardus, sekaligus meletakkan di depan pintu masuk Bundeskanzlei, Mahkamah Konstitusi Swiss.

Kotak tersebut berjumlah 26 buah, sesuai dengan jumlah kanton (provinsi) di Swiss. Isinya, 59.200 tanda tangan.

"Jika disetujui, setelah diteliti keabsahannya, tentunya, referendum penolakan produk kelapa sawit Indonesia, hanya soal waktu,“ tutur Mathias Stalder, sekretaris Uniterre, kepada Kompas.com .

Mathias yakin, referendum, penentuan nasib pemasaran produk kelapa sawit, akan disetujui Makahmah Konstitusi Swiss.

Seperti biasa, ritual penyerahan kotak berisi tanda tangan untuk meminta referendum, diisi orasi dari Uniterre.

Isinya, bagaimana industri kelapa sawit menghancurkan lingkungan hidup. Sekaligus tentang keberuntungan yang diperoleh perusahaan besar.

Ada puluhan wartawan, tidak terkecuali televisi Swiss dan kantor berita media arus utama.

 Gagal Berbisnis dengan Inter Milan, Barcelona Dekati Juventus di Bursa Transfer Pemain

 Akhirnya Covid-19 Jawa Timur Lebih 10 Ribu, Attack Rate Daerah Risma Paling Disorot Jajaran Khofifah

Ronja Jansen, Presiden Juso (Jung Sozialdemokratische Partei Schweiz), berharap referendum ini akan menjadi kenyataan.

"Apa yang diakibatkan oleh Industri Kelapa Sawit sangat fatal. Lingkungan hidup di Indonesia rusak, dan juga pada akhirnya berpengaruh ke pemanasan global,“ katanya kepada Kompas.com.

Ronja sendiri berada dalam dilema, karena induk partai politiknya, Sozialdemokratische Partei Schweiz (SP), ikut meneken kontrak persetujuan perdangan dengan Indonesia.

"Tapi saya disini tidak mewakili SP,“ katanya. '

Meski dalam perjanjian kerja sama itu ditekankan tidak ada lagi perusakan lingkungan, Ronja ragu pemerintah Indonesia bisa bersikap tegas.

"Bagaimana pengaturannya nanti. Dan bagaimana sanksinya kalau tidak ditepati perjanjiannya. Ini juga harus dipikirkan,“ imbuhnya.

Perjanjian kerjasama antara Indonesia dan Swiss, imbuh Ronja, hanya menguntungkan industri besar.

"Lebih banyak mudharatnya ketimbang keuntungannya. Saya berharap, referendum akan disetujui dan rakyat Swiss yang akan menentukan,“ katanya.

Masyarakat Swiss saat ini menggunakan minyak goreng dari perasan biji canola, yang sebagian besar diproduksi petani Swiss.

Lalu bunga matahari, kacang tanah dan buah zaitun.

Minyak canola saat ini dikampanyekan sebagai minyak paling sehat, bersama dengan minyak zaitun.

Sementara mentega yang ada di Swiss sebagian besar diproduksi dari susu sapi petani lokal.

Dalam kerja sama Swiss dan Indonesia, Swiss mendapatkan potongan harga 40 persen produk minyak sawit.

Duta Besar Indonesia untuk Swiss, Muliaman Hadad mengatakan, bahwa kerja sama antara Swiss dan Indonesia, akan menguntungkan kedua belah pihak.

"Ada 280 juta jiwa di Indonesia yang akan menjadi pangsa pasar Swiss,“ kata Muliaman Hadad seperti dikutip Swissinfo.

"Jika kita bicara Asia Tenggara, akan ada lagi 700 juta jiwa sebagai pangsa pasar lainnya,“ imbuhnya.

 Kisah Pilu dari Madura, Ayah, Ibu & Adik Dokter Anang Meninggal karena Corona, Kini Anang Menyusul

 Ramalan Zodiak Cinta Rabu 24 Juni 2020, Leo Perlu Bersikap Lembut, Pisces Kehilangan Cinta Sejati

Dalam perjanjian kerjasama dagang tersebut, produk kelapa sawit yang akan masuk Heidiland dibatasi hanya 10 ribu ton.

Jumlah yang sebenarnya tidak banyak untuk keseluruhan ekspor produk kelapa sawit Indonesia yang mencapai 35 juta ton per tahunnya.

Menurut Nur Hasanah , Doktor lulusan ETH Zurich yang meneliti kelapa sawit, jumlah 16 juta hektar perkebungan kelapa sawit yang ada di Indonesia, tidak semua merupakan perambahan hutan.

"Hanya empat juta hektar hasil deforestasi. Sisanya, 12 juta hektar free deforestrasi,“ katanya kepada Kompas.com.

Saat ini, imbuh Nur Hasanah, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan industri kelapa sawit sudah melakukan revisi dan terus berupaya dalam pencapaian industri kelapa sawit berkelanjutan.

"Ada penekanan transparansi di semua bidang, termasuk tanggung jawab ke pekerja dan lingkungan sosial. Tentu saja juga peningkatan pengelolaan biodiversitas dan sumber daya alam,“ tegas Nur Hasanah.

Uniterre yang mengkampanyekan luasnya perusakan hutan tropis, kata Nur Hasanah, juga berlebihan. Luas Swiss dan Indonesia sangat beda.

"Kutai Kertanegara saja, daerah industri kelapa sawit yang saya teliti, luasnya setengah dari Swiss,“ tegas Nur Hasanah.

Dalam kampanyenya, Uniterre menyebutkan bahwa ladang kelapa sawit yang berjumlah 13 juta hektar itu, sama dengan tiga kali lipat luas negara Swiss. Uniterre menyebutnya sebagai green desert.

 Covid-19 Jawa Timur Hampir Salip Wilayah Anies Baswedan, Anggota Khofifah Beber 2 Faktor Penyebab

 Mahfud MD Bongkar Pesan Jokowi ke Polisi dan Aparat Lain Soal Aspirasi, Menkopolhukam: Jangan Sensi

 Jelang Pilkada, Ketua Bawaslu RI Minta ASN Netral dan Tidak Terpengaruh Kepentingan Politik

 BREAKING NEWS - Tempekong Vihara Setia Dharma Pasar Baru Balikpapan Terbakar Rabu Dinihari Tadi

(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Referendum Tolak Kelapa Sawit Indonesia Masuk Mahkamah Konstitusi Swiss", https://www.kompas.com/global/read/2020/06/23/230612770/referendum-tolak-kelapa-sawit-indonesia-masuk-mahkamah-konstitusi-swiss?page=all#page2.
Penulis : Kontributor Internasional, Krisna Diantha Akassa
Editor : Ardi Priyatno Utomo

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved