7 September 2004, Mengenang 16 Tahun Kematian Aktivis HAM Munir, Kasusnya Kini?

Mengenang 16 tahun kematian aktivis HAM Munir Said Thalib yang dibunuh pada 7 September 2004 silam di udara.

tribunnews
Hari Hak Asasi Manusia. kematian Munir jadi salah satu Kasus Pelanggaran HAM Berat di Masa Lalu yang Masih Misterius 

TRIBUNKALTIM.CO - Mengenang 16 tahun kematian aktivis HAM, Munir Said Thalib yang dibunuh pada 7 September 2004 silam di udara.

Kasus pembunuhan Munir merupakan satu di antara sekian banyak kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia, dan hingga kini kasusnya belum terungkap tuntas.

Ketua Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum) Usman Hamid meminta Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menggunakan wewenangnya untuk mengusut tuntas kasus pembunuhan pejuang HAM Munir Said Thalib.

Munir tewas diracun dalam perjalanan udara, di atas pesawat Garuda Indonesia menuju Belanda pada 7 September 2004.

"Hari ini, kami berencana untuk menyampaikan kepada Komnas HAM pendapat hukum atas kasus meninggalnya Munir," kata Usman dalam webinar bertajuk "Munir: 16 Tahun Keadilan Lockdown", Senin (7/9/2020).

Usman mengatakan, penyampaian pendapat itu juga termasuk bagian dari pengaduan resmi agar Komnas HAM segera menindaklanjuti rekomendasinya terkait pembunuhan Munir.

MENGENAL Wiji Thukul, Aktivis yang Hilang Sejak Tahun 1998, Hingga 5x Ganti Presiden Belum Ditemukan

Ini Sejumlah Kejanggalan Penetapan Tiga Aktivis di Samarinda Positif Covid-19

Dukung Raperda Perlindungan Perempuan dan Anak, Aktivis di Kaltara Beri Rekomendasi

Berikut Kronologi Penjemputan Para Aktivis Walhi Kaltim dan LBH Samarinda Menurut Dinkes Samarinda

Ia menilai, pembunuhan terhadap Munir merupakan peristiwa yang patut diduga sebagai pelanggaran berat hak asasi manusia.

"Sehingga proses penyelidikannya juga dapat dimulai dengan proses penyelidikan pro justitia yang menjadi wewenang Komnas HAM," ujar Usman.

Menurut Usman, banyak peristiwa masa lalu terjadi yang tidak diusut tuntas oleh negara.

Ia mencontohkan peristiwa Tanjung Priok, peristiwa Timor Timur, hingga Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi, dan Tragedi Talangsari.

"Dalam situasi absen negara mengusut perkara-perkara itu, Komnas HAM dapat mengambil peran untuk mengambil langkah pro justitia dengan melakukan penyelidikan," kata Usman.

Munir diketahui tewas setelah hasil autopsi menunjukkan ada jejak-jejak senyawa arsenik di dalam tubuhnya.

Sejumlah dugaan menyebut bahwa Munir diracun dalam perjalanan Jakarta-Singapura, atau bahkan saat berada di Singapura.

Pemberitaan Harian Kompas 8 September 2004 menyebutkan, Munir meninggal dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta ke Amsterdam melalui Singapura, atau sekitar dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam, Belanda, pukul 08.10 waktu setempat.

Pesawat GA-974 berangkat dari Jakarta, Senin pukul 21.55, lalu tiba di Singapura hari Selasa pukul 00.40 waktu setempat.

Setelah itu, pesawat melanjutkan perjalanan ke Amsterdam pukul 01.50.

Namun, tiga jam setelah pesawat lepas landas dari Bandara Changi, seorang pramugara senior bernama Najib melapor kepada pilot Pantun Matondang bahwa Munir yang saat itu duduk di kursi nomor 40G sakit.

Ada seorang dokter yang duduk di kursi nomor 1J yang ikut dalam perjalanan tersebut kemudian menolongnya. Akan tetapi, nyawa Munir tak bisa ditolong ketika dua jam menjelang pesawat akan mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam.

Kronologi Kematian Munir

Hingga saat ini, memang belum diketahui fakta yang mengungkap secara pasti mengenai kronologi kematian Cak Munir.

Namun, sejumlah dugaan menyebut bahwa suami dari Suciwati itu diracun dalam perjalanan Jakarta-Singapura, atau bahkan saat berada di Singapura.

Dilansir dari dokumen Harian Kompas yang terbit pada 8 September 2004, indikasi bahwa Munir diracun memang terlihat setelah pesawat lepas landas meninggalkan Bandara Changi yang menjadi tempat transitnya.

Lini masa berikut ini dapat menjadi gambaran mengenai kronologi pembunuhan Munir pada Selasa kelabu itu.

Penerbangan GA-974 itu berangkat dari Jakarta pada Senin, 6 September 2004 malam, yaitu pukul 21.55 WIB.

Pesawat tiba sekitar pukul 00.40 waktu setempat, kemudian melanjutkan perjalanan ke Amsterdam pukul 01.50.

Tiga jam setelah meninggalkan Bandara Changi, pramugara senior bernama Najib melapor kepada pilot Pantun Matondang bahwa Munir yang merupakan penumpang di kursi nomor 40G sakit setelah beberapa kali ke toilet.

Munir sempat mendapat pertolongan dari seorang dokter yang duduk di kursi nomor 1J.

Aktivis Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan mengenang 10 Tahun Kasus Munir dalam aksi Kamisan di Istana Negara, Kamis (4/9/2014). Pegiat HAM mendesak penegak hukum untuk membuka kembali kasus Munir untuk menjerat dan menghukum auktor intelektualis di balik pembunuhan Munir.
Aktivis Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan mengenang 10 Tahun Kasus Munir dalam aksi Kamisan di Istana Negara, Kamis (4/9/2014). Pegiat HAM mendesak penegak hukum untuk membuka kembali kasus Munir untuk menjerat dan menghukum auktor intelektualis di balik pembunuhan Munir. (KOMPAS/AGUS SUSANTO)

Pria kelahiran Batu, Malang, itu kemudian dipindahkan ke sebelah bangku dokter itu.

"Menurut laporan, keadaan Pak Munir masih tenang, tapi dua jam menjelang pesawat mendarat di Schiphol, Pak Munir meninggal," kata Kepala Komunikasi Perusahaan PT Garuda Indonesia saat itu, Pujobroto, seperti dilansir dari Harian Kompas.

Pesawat kemudian tiba di Bandara Schiphol sekitar pukul 10.00 waktu setempat, karena ada peristiwa kematian penumpang, 10 petugas polisi militer kemudian masuk ke pesawat.

Untuk sementara, penumpang tidak diperbolehkan turun, petugas keamanan pun sempat menanyai pilot Pantun Matondang, pramugari dan sejumlah penumpang yang duduk di dekat kursi Munir.

Setelah 20 menit, penumpang pun dipersilakan turun.

Jenazah Munir kemudian juga dibawa turun, namun tetap dalam penanganan otoritas bandara. Petugas berwenang lalu melakukan autopsi.

Hasil autopsi kelak mengungkap bahwa Munir yang diduga sakit, ternyata tewas dengan cara diracun.

Telepon Misterius

Kejanggalan lainnya diungkap Suciwati. Beberapa hari sebelum keberangkatan Munir ke Belanda, istri Munir itu mengaku mendapat telepon dari orang yang mengaku sebagai Pollycarpus.

Pria di telepon itu menanyakan kepastian keberangkatan Munir.

Suciwati pun menjelaskan bahwa Munir berangkat pada Senin malam, 6 September 2004 dengan penerbangan GA-974.

Suciwati sempat bertanya apa urusan Pollycarpus menelpon.

Jatam Kaltim Paparkan Deretan Pasal Kontroversi Undang-undang Minerba yang Baru Disahkan

Walhi : Ada Beban Ekologis Pemindahan Ibukota, Gubernur Kaltim akan Hentikan, Jika Merusak Hutan

Ibu Kota Baru akan Diikuti Bencana Ekologis Seperti Jakarta, Walhi Pertanyakan Jaminan Jokowi

BREAKING NEWS Kronologi Meninggalnya Korban ke-37 di Bekas Lubang Tambang versi Jatam Kaltim

Namun, saat itu dijawab bahwa dia adalah teman Munir yang bekerja di Garuda Indonesia dan berencana berangkat bersama Munir ke Belanda.

Ketika Munir pulang, Suci menyampaikan telepon yang diterimanya.

Dengan santai Munir menjawab bahwa Pollycarpus sebagai "orang aneh dan sok akrab".

Setelah mendengar respons Munir, Suci menyesal telah menyampaikan tanggal keberangkatan Munir kepada Polly. "Tapi, almarhum (Munir) menenangkan saya dan bilang enggak apa-apa," kata Suciwati. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "16 Tahun Pembunuhan Munir, Komnas HAM Diminta Lakukan Penyelidikan Pro Justitia", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2020/09/07/12262751/16-tahun-pembunuhan-munir-komnas-ham-diminta-lakukan-penyelidikan-pro?page=all
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Idealisme Munir dan Ironi Kematian di Pesawat Garuda...", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2017/09/07/07070031/idealisme-munir-dan-ironi-kematian-di-pesawat-garuda?page=all
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved