Breaking News

Tak Tahan Hadapi Masalah Rumah Tangga, Ibu di Medan Gantung Diri di Depan Anaknya

Tak mampu menghadapi masalah rumah tangga, seorang ibu di Medan berinisial HD berusia 31 tahun gantung diri.

Editor: Samir Paturusi
Kompas.com/Junaedi
Ilustrasi-Seorang ibu di Medan gantung diri di depan anaknya 

Disebutkan pula bahwa kematian akibat bunuh diri banyak terjadi pada usia muda dan produktif, yakni 46 persen pada usia 25-49 tahun dan 75 persen pada usia 15-64 tahun.

Terpisah, Dekan Fakultas Psikologi USM, Dr. Rini Sugiarti, M.Si, Psikolog menyebutkan, penyebab utama orang bunuh diri muncul apabila sudah merasa sendiri dan tidak punya jalan keluar dari masalah yang dihadapi.

Ini terjadi jika fungsi kognitif sudah tidak berfungsi dengan baik, sudah tidak memiliki daya pikir positif dan mengarah ke frustrasi.

"Upaya pencegahan secara internal meningkatkan daya juang, dan potensi optimis, memandang masalah sebagai suatu ujian yang harus dilalui, serta meningkatkan nilai spiritualitas," ujarnya.

Secara eksternal, lingkungan harus mampu memupuk kepercayaan diri, menghargai, support positif sebagai relasi yang dapat membantu mencarikan solusi dari permasalahan yang dihadapi.

Data di Indonesia, laki-laki tiga kali lebih cenderung meninggal karena bunuh diri dibandingkan dengan perempuan.

Cara bunuh diri di Indonesia yang paling banyak dilakukan yakni dengan gantung diri sebesar 60,9 persen, minum racun pestisida dan bahan kimia 18,8 persen, dan minum racun obat-obatan sebesar 8,7 persen. Sisanya lain-lain sebanyak 11,6 persen.

Penyakit atau kondisi penyerta yang mengakibatkan seseorang melakukan bunuh diri dengan cara gantung diri ada berbagai macam.

Namun, justru 71 persen pelaku bunuh diri dengan gantung diri tidak memiliki penyakit atau kondisi penyerta dan 23,2 persennya karena mengidap gangguan jiwa, dan sisanya 5,8 persen akibat penyakit kronis.

Survei kesehatan yang pernah dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2015 di 75 sekolah yang berada di 68 kabupaten/kota dan 26 provinsi.

Didapatkan keinginan untuk bunuh diri pada masa SLTP dan SLTA sebesar 4,3 persen pada laki-laki dan 5,9 persen pada perempuan.

Namun justru yang paling berhasil melakukan bunuh diri cenderung laki-laki.

Hal itu sama persis seperti yang diungkapkan oleh Psikiater RSJD Amino Gondohutomo, Hesti Anggraini.

Dirinya pun mengaku pernah menangani seorang pasien laki-laki yang berhasil meyakinkannya untuk tidak melakukan bunuh diri.

"Pasien saya itu setelah saya terapi mengaku sudah sadar. Mengaku jika bunuh diri itu perbuatan dosa dan ingin menjalani hidup yang lebih baik. Tapi malam harinya saya dikabari dia meninggal karena bunuh diri"

Halaman
1234
Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved