OTT KPK di Kutai Timur
Sidang Dugaan Suap, Tujuan Uang Diberi ke Bupati Ismunandar, Proyek Pemkab Digarap Aditya Maharani
Gelaran sidang lanjutan dugaan suap Bupati Kutim Ismunandar, dilanjutkan, terungkap beberap fakta di dalam persidangan Pengadilan Negeri
Tepatnya 6 Mei 2020, istri Bupati Nonaktif, Encek UR Firgasih yang juga Ketua DPRD Kabupaten Kutim meminta bantuan pada terdakwa Deki untuk menyediakan satu unit motor jenis Honda.
Lalu, pada 15 Mei 2020, Encek UR Firgasih juga meminta sejumlah uang dengan besaran Rp 60 juta guna membeli satu unit mobil merek Daihatsu seharga Rp 180 juta, mobil tersebut nantinya diberikan pada keponakan Encek.
Sebelumnya pada 21 Maret 2020 juga meminta dibelikan sebuah unit kendaraan bermotor jenis CFR-150 model terbaru dengan harga Rp 35 juta.
"Jadi, terdakwa (Deki) selalu menawarkan kepada saya, kalau memerlukan bantuan, dia siap membantu apa pun itu," sebut Ismunandar.
Adapun timbal balik yang diterima Ismunandar dari terdakwa (Deki Arianto) guna memuluskan pengerjaan sejumlah proyek dari SKPD terkait.
Terungkap pula dalam persidangan, istilah yang kerap digunakan oleh Ismunandar ketika hendak meminta uang dari Musyafaa dan Suriansyah.
Sekebat Obama, Istilah Ismunandar pada Suriansyah dan Musyafa
"Tolong saksi jelaskan apa itu 'Sekebat Obama'," ucap JPU KPK saat melemparkan pertanyaan pada Ismunandar.
Ismunandar menjelaskan istilah 'Sekebat Obama' ialah uang dari hasil rekanan yang dikonversikan menjadi US Dollar.
Dijelaskan pada 21 Juni 2020, Ismunandar menghubungi Suriansyah dengan menggunakan ponsel milik Musyaffa.
Dalam perbincangan itu, keduanya menyinggung mengenai uang hingga akhirnya Ismunandar meminta uang sebesar 10.000 USD untuk keperluan kampanye Pilkada.
"Memang saya ada meminta 'Sekebat Obama' kepada saudara Anto, maksud dari 'Sekebat Obama' adalah uang 10.000 USD, kalau dirupiahkan itu Rp 100 juta, digunakan untuk biaya operasional kegiatan di lapangan," jelasnya.
Kemudian, uang diberikan oleh Anto saat menghadiri pertemuan dengan sejumlah pejabat tinggi Kutim, yang berlangsung di Hotel Mesra, Kota Samarinda.
"Sebelumnya saya memang minta dalam bentuk mata uang Dollar, namun tidak ada. Jadi, saat itu hanya dalam bentuk rupiah, uang itu bersumber dari rekanan tetapi tidak tahu detailnya bagaimana yang lebih tahu adalah saudara Anto," katanya.
Kepada JPU, Ismunandar juga diminta keterangannya terkait pertemuan antara dirinya dengan terdakwa Aditya Maharani yang saat itu meminta agar proyek yang dikerjakan tidak terpangkas oleh anggaran penanganan covid-19.
Dia menuruti permintaan rekanannya itu dengan menyusun daftar proyek yang dikerjakan agar tetap mendapat pencairan anggaran.
"Saya menugaskan Musyaffa untuk mengamankan (proyek) agar tidak terkena imbas pemangkasan dana covid-19, tapi ya proyek itu tetap terkena relokasi anggaran juga," tutur Ismunandar.
Suriansyah Akui Terima Uang dari Terdakwa
Majelis Hakim pun beralih pada saksi kedua, Suriansyah alias Anto yang juga menjabat sebagai Kepala BPKAD Kabupaten Kutim.
Materi sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
JPU sempat bertanya pada Anto perannya sebagai kepala BPKAD, apakah ada permintaan khusus untuk Bupati Nonaktif Kutim, Ismunandar pada dirinya guna mengumpulkan sejumlah uang untuk memenuhi keperluan Bupati ataupun keperluan pribadinya.
"Sering meminta pada saya, sejak saya menjabat Kepala BPKAD pada 2017 lalu, Bapak (Ismunandar) menjabat kan 2016. Guna memenuhi keperluan kebutuhan Bupati, saya meminta bantuan pada kontraktor (rekanan)," sebutnya pada JPU.
Ditanya mengenai darimana Anto kenal dengan kedua terdakwa Deki Arianto dan Aditya Maharani, ia menjawab baru saja kenal.
"Baru saja, 2019-2020," ucapnya singkat.
Uang senilai Rp 1 milliar dari terdakwa Deki Arianto diserahkan padanya. Ia mengakui bahwa itu permintaan langsung dari Ismunandar.
Sempat ditanya uang tersebut apakah dipergunakan untuk keperluan sang bupati atau keperluan pribadinya, Anto sempat berkelit lalu mengakui bahwa ia juga mendapatkan uang tersebut.
"Untuk kebutuhan bupati, ya saya makan sedikit-sedikit yang mulia," ucapnya pada JPU.
Mendengar hal tersebut, JPU sontak mencecar lebih dalam terkait perannya.
Permintaan bupati, ditanya JPU, apakah ada rentang waktu dalam meminta sejumlah uang pada rekanan dan apakah mengetahui sumber dana tersebut.
"Bupati tidak melarang terkait permintaan pada sejumlah rekanan, saya memberitahunya, ia menyetujui itu (pemberian uang dari rekanan). Sewaktu-waktu meminta," katanya lagi.
Penunjukan Langsung (PL) dilakukannya bersama Ismunandar dengan pola melaporkan bahwa rekanan yang sudah mendapatkan sejumlah proyek, termasuk kedua terdakwa Deki Arianto dan Aditya Maharani.
"Yang menentukan kedua terdakwa mendapat proyek saya. Mereka meminta pekerjaan di lingkup Pemkab Kutim. Alasannya meminta pada saya ya karena Kepala BPKAD dan orang dekat Bupati," jelasnya.
Suriansyah juga mengaku perannya sama seperti Musyaffa, melaporkan terkait rekanan yang sudah mendapat proyek.
Terungkap di persidangan Suriansyah dan Musyafa memiliki hubungan keluarga, lebih tepatnya adik kandungnya.
Dia mengaku menerima uang dari terdakwa Aditya Maharani sebanyak Rp 30 juta dari dana yang diberi sebesar Rp 650 juta untuk mempercepat pencairan dana sebelum Surat Penyediaan Dana (SPD) diterbitkan.
"Saya terima satu kali (Rp 30 juta), sebelum SPD diterbitkan. Ada juga beberapa rekanan lain, ada juga yang tidak memberi," sebutnya.
Baca juga: Divonis Bebas, Terdakwa Tagih Utang Istri Kombes Pingsan di Ruang Sidang, Hakim Temukan Bukti Baru?
Baca juga: KISAH PILU Awalnya Hanya Benjolan Kecil di Gusi, Kini Pengaruhi Bentuk Wajah Jurni
Baca juga: Kasus Aktif Covid-19 Masih di Bawah Rata-rata Dunia, Ini Kata Jubir Satgas
Sidang virtual ini akhirnya ditutup oleh Majelis Hakim.
Diberitakan sebelumnya, Aditya Maharani dan Deki Aryanto didakwa telah memberikan suap demi memuluskan pengerjaan sejumlah proyek bernilai puluhan miliar.
Uang sogokan belasan miliar yang diberikan oleh kedua terdakwa itu, mengalir ke sejumlah pejabat tinggi di Pemkab Kutim.
Nama Bupati Kutim Nonaktif Ismunandar, serta istrinya, Encek Unguria Riarinda Firgasih selaku Ketua DPRD Kutim, ikut terseret.
Kemudian ada pula nama Musyaffa selaku Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Suriansyah alias Anto sebagai Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), dan Aswandhinie Eka Tirta sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kutim.
Aditya Maharani, Direktur PT Turangga Triditya Perkasa serta Deki Aryanto, Direktur CV Nulaza Karya, didakwa JPU KPK lantaran terbukti melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor jo Pasal 65 KUHP.
Dengan dakwaan kedua, Deki maupun Maharani didakwa melanggar pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor jo Pasal 65 KUHP.
Deki didakwa menyuap Ismunandar dan Encek, melalui Musyaffa serta Anto dengan total uang Rp 8 miliar.
(TribunKaltim.co/ Mohammad Fairoussaniy)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/suasana-sidang-virtual-kasus-dugaan-suap-kepada-bupati-nonaktif-kutim-ismunandar.jpg)