Demo Tolak UU Omnibus Law
Seruan Pembangkangan Sipil tak Bayar Pajak Tidak Dibenarkan, Politisi Gerindra: Bisa Dipidanakan
Politikus Gerindra Habiburokhman menyebut pihak-pihak yang mengajak pembangkangan sipil menolak pembayaran pajak sebagai bentuk penolakan
TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Seruan pembangkangan sipil tak bayar pajak tidak dibenarkan, politisi Gerindra: Bisa dipidanakan.
Politikus Gerindra Habiburokhman menyebut pihak-pihak yang mengajak pembangkangan sipil menolak pembayaran pajak sebagai bentuk penolakan Undang-undang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja, dapat dipidanakan.
"Mengajak orang melakukan pelanggaran hukum jelas pidana," ujar Habiburokhman saat dihubungi, Jakarta, Kamis (29/10/2020).
Menurutnya, tidak membayar pajak merupakan tindakan yang melanggar hukum dan dapat merugikan orang itu sendiri, karena akan mendapatkan sanksi hukum sesuai Undang-undang Perpajakan.
Baca Juga: Prakiraan Cuaca Balikpapan Rabu 28 Oktober 2020, BMKG Sebut Tidak Ada Hujan, Malam Cerah Berawan
Baca Juga: UPDATE Virus Corona di Balikpapan, Catat 17 Kasus Baru Covid-19, Ada Dua WNA dan Balita 2 Tahun
Baca Juga: Tanggapi Kebakaran di Kantor DPRD Kaltim, Wagub Hadi Mulyadi Ingatkan Selalu Ada Apar di Lokasi
Baca Juga: Jawaban Jack Brown Soal Posisinya Diganti jadi Striker oleh Shin Tae-yong dan Jadwal Berikutnya
"Saya pikir bahaya sekali, kalau dia tidak bayar pajak saja melanggar hukum perpajakan, apalagi mengajak orang tidak bayar pajak," ujar Anggota Komisi III DPR itu.
"Saya kasian nanti sama orang yang tidak mengerti konsekuensinya, tiba-tiba ikut, bisa kena saksi hukum dan sangat rugi sekali dia," sambungnya.
Baca Juga: Ada 6 Klaster Pelaku Kerusuhan dalam Demonstrasi UU Cipta Kerja, Peneliti Senior LIPI Membeberkan
Baca Juga: Harap tak Ada Lagi Demo UU Cipta Kerja, Walikota Balikpapan Rizal Effendi Dekati Rektor Kampus
Habiburokhman pun menyarakan kepada pihak yang kontra dengan UU Cipta Kerja untuk menempuh jalur hukum yang tersedia, yaitu uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Apalagi, kata Habiburokhman, MK sekarang sudah diperkuat setelah pemerintah dan DPR melakukan revisi UU MK.
"MK sudah kami perkuat dengan perbaikan undang-undang kemarin. Tapi kemarin ada narasi sesat, bahwa Pasal 59 ayat 2 dihilangkan membuat MK jadi lemah, tidak mengikat," ujarnya.