Berita Nasional Terkini
Sri Mulyani Pungut Pajak Pulsa dan Token Listrik, Rizal Ramli: Mbok Kreatif Dikit kek
Kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait pajak pulsa dan token listrik menuai kritik dari pakar ekonomi Rizal Ramli.
TRIBUNKALTIM.CO - Kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait pajak pulsa dan token listrik menuai kritik dari pakar ekonomi Rizal Ramli.
Seperti diketahui, pemerintah mengeluarkan aturan terkait perhitungan dan pengumpulan pajak untuk pendapatan atas penjualan pulsa, kartu perdana, token, dan voucher (pajak pulsa dan token listrik).
Aturan itu dinyatakan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021 dan berlaku sejak Senin, 1 Februari 2021.
Tetapi skema retribusi pajak pulsa tersebut menuai polemik dan ramai di media sosial.
Baca juga: Siap-siap, Mulai 1 Februari Harga Pulsa, Token Listrik Hingga Voucher Game Online Naik, Kena Pajak
Baca juga: Kabar Terbaru, Beli Pulsa, Kartu Perdana Juga Token Listrik Bakal Kena Pajak, Penjelasan Sri Mulyani
Rizal Ramli yang pernah menjabat Menteri Keuangan di era Presiden Abdurrahman Wahid pun buka suara.
Rizal Ramli menilai pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan (PPh) untuk penjualan pulsa, voucer, kartu perdana dan token listrik bagian dari dampak utang dengan bunga yang sangat tinggi.
"Ngutang ugal-ugalan dengan bunga kemahalan, neraca primer negatif selama 6 tahun, pajakin rakyat kecil yang pakai token listrik dan pulsa," ujar Rizal Ramli kepada wartawan, Sabtu (30/1/2021).
Menurut Rizal Ramli yang juga mantan anggota Tim Panel Ekonomi PBB itu, cara yang dilakukan Menkeu dengan menarik pajak tersebut tidak kreatif.
"Mbok kreatif dikit kek. Udah ndak ngerti, dengerin mediocre," ujar Rizal Ramli.
Baca juga: ADA APA Menkeu Sri Mulyani Bakal Blokir Anggaran Kementerian, Beri Waktu Hingga 12 Februari
Sebagaimana diketahui, keputusan tersebut ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan diundangkan pada 22 Januari 2021.
"Kegiatan pemungutan PPN dan PPh atas pulsa, kartu perdana, token dan voucer perlu mendapat kepastian hukum," demikian bunyi PMK Nomor 6/PMK.03/2021 itu seperti dikutip di Jakarta, Jumat (29/1/2021).
Menurut Sri Mulyani, pertimbangan lain dalam menerapkan regulasi baru itu adalah untuk menyederhanakan administrasi dan mekanisme pemungutan PPN atas penyerahan pulsa oleh penyelenggara distribusi pulsa.
Penghitungan dan pemungutan PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) berupa pulsa dan kartu perdana yang dapat berbentuk voucer fisik atau elektronik oleh pengusaha penyelenggara jasa telekomunikasi dan penyelenggara distribusi.
Selain itu, penyerahan BKP berupa token oleh penyedia tenaga listrik juga dikenai PPN.
Baca juga: Rizal Ramli Serang Balik JK Sampai Sebut Peng-Peng Usai Buka-bukaan dengan Karni Ilyas
PPN dikenakan atas penyerahan BKP berupa pulsa dan kartu perdana oleh pengusaha penyelenggara jasa telekomunikasi kepada penyelenggara distribusi tingkat pertama dan atau pelanggan telekomunikasi.