Berita Nasional Terkini

Tim Kajian UU ITE Minta Pendapat Nikita Mirzani, Dhani & Bintang Emon, Dipantau Mahfud MD & Kapolri

Tim Kajian UU ITE minta pendapat Nikita Mirzani, Ahmad Dhani dan Bintang Emon, dipantau Menko Polhukam Mahfud MD dan Kapolri Listyo Sigit.

Kolase Tribunkaltim.co
Nikita Mirzani, Ahmad Dhani dan Bintang Emon diminta pendapat Tim Kajian UU ITE. 

TRIBUNKALTIM.CO - Tim Kajian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) meminta pendapat dari sejumlah kalangan.

Termasuk para pesohor tanah air, seperti Nikita Mirzani, Bintang Emon dan Ahmad Dhani.

Nikita Mirzani merupakan artis penuh kontroversial  yang kerap kali tersandung kasus hukum.

Sementara Bintang Emon merupakan komika muda yang acap kali mengkritik pemerintah lewat komedinya.

Beda dengan Ahmad Dhani,  pentolan band Dewa 19 ini publik figur yang pernah dijebloskan ke dalam penjara gegara UU ITE.

Baca juga: Akhirnya Presiden Cabut Investasi Miras - Jokowi Tunduk Kata MUI, NU, Muhammadiyah dan Ormas Islam

Baca juga: Mulai Aktif, Polisi Virtual Tegur 3 Akun Medsos, Mekanisme Teguran Bagi Pelanggar UU ITE di Medsos

Selasa (2/3/2021) Tim Kajian UU ITE yang dibentuk Menko Polhukam Mahfud MD dijadwalkan kembali meminta pendapat sejumlah pihak yang pernah bersinggungan dengan aturan tersebut.

"Dari kalangan terlapor terkonfirmasi hadir secara virtual antara lain Muhammad Arsyad, Ravio Patra, Prita Mulyasari, Yahdi Basma, dan Teddy Sukardi," ujar Ketua Tim Kajian UU ITE, Sugeng Purnomo dalam keterangan tertulis, Selasa (2/3/2021).

Sementara dari kalangan pelapor yang akan didengarkan keterangannya adalah mantan anggota Ombudsman RI, Alvin Lie, artis Nikita Mirzani, politikus PDI-P Dewi Tanjung, dan politikus PSI, Muannas Al Aidid.

Sugeng mengatakan, masukan dan pandangan mereka nantinya akan menjadi bahan pertimbangan.

Termasuk adanya kemungkinan revisi terhadap sejumlah pasal dalam UU ini.

Baca juga: Mahfud MD Bentuk 2 Timsus Revisi UU ITE, Bakal Buka Diskusi Soal Pasal Karet, Terbuka atau Tertutup?

Kemarin, Senin (1/3/2021), Tim Kajian UU ITE juga telah meminta pendapat narasumber dari kalangan terlapor dan pelapor.

Mulai dari Saiful Mahdi, Baiq Nuril, Diananta Putra, Dandhy Dwi Laksono, Bintang Emon, Singky Suadji, Ahmad Dhani dan Ade Armando.

"Inti dari diskusi kemarin, secara khusus kami mendapatkan satu gambaran bahwa kelompok pelapor maupun terlapor, ada masukan terkait dengan revisi beberapa pasal," kata Sugeng.

"Pasal yang paling disorot adalah Pasal 27 dan Pasal 28. Menurut mereka, di antaranya perlu mendapat kejelasan penormaannya dan implementasinya," ucap Sugeng yang juga menjabat Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM Kemenko Polhukam.

Rencananya, setelah mendengarkan dan mendapatkan masukan dari para pelapor dan terlapor, Tim Kajian UU ITE akan masuk ke klaster kedua, yakni kelompok aktivis, masyarakat sipil, dan praktisi.

Baca juga: Polemik UU ITE, Rocky Gerung Sebut Pemerintah tak Paham Demokrasi, SBY tak Penjarakan 200 Ribu Orang

Pembentukan tim ini tertuang dalam Keputusan Menko Polhukam (Kepmenko Polhukam) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Tim Kajian Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tertanggal 22 Februari 2021.

Adapun komposisi Tim Kajian UU ITE terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Pelaksana.

Tim Pengarah terdiri dari Menko Polhukam Mahfud MD, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate, Jaksa Agung ST Burhanuddin, dan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo. Tim ini akan melakukan kajian selama dua hingga tiga bulan ke depan.

Baca juga: Politikus PDIP Tanya Jokowi Soal Pasal Karet di UU ITE, Refly Harun & Najwa Shihab Tak Tinggal Diam

Pemerintah Joko Widodo alias Jokowi makin serius merevisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Usai Jokowi menugaskan Menko Pohukam, Mafhud MD mengkaji UU ITE lebih dalam.

Tujuannya tak lain sebagai landasan kebijakan apakah UU ITE butuh direvisi atau tidak.

Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan membentuk dua tim khusus.

Kaitannya untuk mengkaji dan menyelesaikan permasalahan UU ITE.

Hal itu diungkapkan Menko Polhukam, Mahfud MD di akun Youtube Kemenko Polhukam, Jumat (19/2/2021).

"Kemenko Polhukam yang mendapat tugas menyelesaikan masalah Undang-Undang ITE yang mengandung muatan, satu pembuatan kriteria implementatif agar tidak terjadi pasal karet. Kedua, memelajari kemungkinan dilakukannya revisi atas Unndang-Undang ITE," kata Mahfud.

Atas tugas tersebut Kemenko Polhukam sudah membentuk dua tim.

Baca juga: Followersnya Turun Dratis, Dayana Minta Maaf: Saya Benar-benar Perlu Disukai Penggemar di Indonesia

Baca juga: Polemik UU ITE, Rocky Gerung Sebut Pemerintah tak Paham Demokrasi, SBY tak Penjarakan 200 Ribu Orang

Tim pertama, bertugas membuat interpretasi teknis dan memuat kriteria implementasi dari pasal-pasal yang dianggap pasal karet.

Tim ini akan diisi oleh tim Kemenkominfo dan tim dari kementerian lain di bawah koordinasi Kemenko Polhukam.

Tim kedua, merupakan tim rencana revisi Undang-Undang ITE. Tim ini akan mengkaji mengenai Undang-Undang ITE yang disebut mengandung pasal karet, diskriminatif, dan membahayakan demokrasi.

"Presiden kan mengatakan, silakan didiskusikan kemungkinan revisi itu. Kami akan mendiskusikan itu. Mana pasal yang dianggap pasal karet, diskriminatif. Kami diskusikan secara terbuka," tutur Mahfud.

Tim kedua ini, kata Mahfud, akan mendengar pakar, PWI, LSM, gerakan pro demokrasi, dan ahli.

"Benar enggak bahwa ini perlu revisi. Kalau memang perlu revisi, mari kita revisi," kata Mahfud.

Baca juga: Lihat Aksi Miliarder Tuban Beli Ratusan Mobil, Pertamina Akui Kesalahan, Warga Terancam Miskin Lagi?

Selain itu, pemerintah juga akan berbicara dengan DPR mengenai kemungkinan melakukan revisi. Karena banyak juga anggota DPR yang tidak setuju revisi Undang-Undang ITE.

Alasannya, jika menghapus beberapa ketentuan yang dianggap pasal karet itu akan membayakan negara.

"Bagaimana kalau orang mencaci maki lewat medsos, bagaimana kalau memfitnah dan membuat berita bohong yang membahayakan atau membuat konten-konten pornografi," sebut Mahfud.

Untuk semua hal itu, Mahfud mengatakan, akan didiskusikan dengan kedua tim yang dibentuk Kemenko Polhukam.

Kedua tim mulai bekerja pada hari Senin 22 Februari ini. "Mereka akan dipanggil untuk segera bekerja."

Baca juga: Di Balik Layar Mata Najwa, Politisi PDIP Kesal Dipancing, Najwa Shihab: Aku Gak Mancing, Ini Beneran

Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) jadi bahan perbincangan publik belakangan ini.

Pro dan kontra timbul merespon baik dan buruknya penerapan UU ITE.

Usai presiden Joko Widodo alias Jokowi berencana merevisi UU yang disahkan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu.

Rencana revisi UU ITE oleh presiden Jokowi lantas jadi polemik, kondisi itu tak lepas dari sorotan berbagai kalangan.

Tak terkecuali, pengamat Politik Rocky Gerung  yang memang dikenal sebagai sosok pengkritik pemerintah era presiden Joko Widodo.

Rocky mengungkapkan pandangannya terkait keberadaan UU ITE menyusul adanya wacana revisi presiden Joko Widodo.

Dilansir TribunWow.com, Rocky Gerung mengatakan bahwa faktor yang membuat masyarakat takut mengkritik bukan karena UU ITE.

Melainkan, menurutnya adalah tergantung dari sikap pemerintahannya itu sendir

Hal itu disampaikannya dalam acara talk show Rosi 'KompasTV', Kamis (18/2/2021).

Baca juga: UPDATE Harga Emas Antam Selasa 2 Maret 2021, Rp 923.000 per Gram, Ini Rincian Lengkapnya

Dalam kesempatan itu, Rocky Gerung lantas membandingkan dengan penerapan UU ITE pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang notabene sebagai pencetus undang-undang tersebut.

Dikatakannya bahwa pada era SBY tidak ada persoalan yang terjadi terkait UU ITE tersebut.

"Enggak ada satupun yang dilakukan oleh SBY dengan Undang-undang itu," ujar Rocky Gerung.

"Jadi Undang-undang itu biarin aja juga enggak ada soal, kalau pemerintahannya paham apa yang disebut demokrasi," jelasnya.

Sedangkan pada saat ini, meski tidak menuding langsung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Rocky Gerung menyebut banyak kasus-kasus kritikan yang harus berurusan dengan kepolisian.

"Saya enggak bilang Jokowi," ungkapnya.

"Undang-undang ITE dibuat oleh SBY. SBY yang memenjarakan 200 ribu orang. Betul enggak fakta itu?" tanya Rocky Gerung.

"Oke saya jawab saja, enggak ada."

Baca juga: Diare Sampai 20 Kali, Zaskia Sungkar Dilarikan ke Rumah Sakit, Begini Kondisi Bayi Irwansyah

Maka dari itu, Rocky Gerung menilai dan membuktikan bahwa persoalan utamanya bukan dari UU ITE, melainkan sikap dari pemerintah.

"Jadi Undang-undang ITE itu ada atau tidak ada tergantung cara si presiden memandang demokrasi," ucap Rocky Gerung.

"Di zaman SBY UU ITE tidak menghasilkan pemenjaraan," tegasnya.

Lebih lanjut, Rocky Gerung mengatakan bahwa munculnya kasus penindakan terhadap orang yang menyuarakan pendapat sebagai bentuk pemerintah tidak paham arti dari demokrasi.

Dirinya juga menyalahkan sikap dari Jokowi dalam memandang dan memaknai oposisi.

"Jadi persoalannya undang-undang yang memenjarakan orang, bukan, yang memenjarakan orang adalah kedunguan pemerintah yang tidak paham demokrasi," ucap Rocky Gerung.

"Jadi Presiden di beberapa kesempatan yang strategis mengatakan Indonesia tidak mengenal oposisi karena itu bukan demokrasi."

"Justru oposisi itu dimaksudkan untuk mengucapkan kritik. Jadi kalau UU ITE itu direvisi tetapi isi kepala presiden tidak direvisi tentang pengertian oposisi tidak ada gunanya," pungkasnya.

(*)

Editor: Muhammad Fachri Ramadhani

Artikel ini telah tayang di Kompas.TV dengan judul https://www.kompas.tv/article/148656/kemenko-polhukam-bentuk-2-tim-kaji-revisi-uu-ite?page=all dan TribunWow.com dengan judul https://wow.tribunnews.com/2021/02/19/rocky-gerung-sebut-alasan-takutnya-orang-mengkritik-bukan-uu-ite-di-era-sby-tak-ada-pemenjaraan?page=all

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tim Kajian UU ITE Minta Pendapat Nikita Mirzani hingga Ravio Patra", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2021/03/02/12531431/tim-kajian-uu-ite-minta-pendapat-nikita-mirzani-hingga-ravio-patra.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved