Lebaran Idul Fitri 2021

Pandangan Sosiolog Soal Warga Masih Ada yang Nekat Pulang Kampung meski Dilarang

Inkonsistensi pemerintah dan miskomunikasi antar lembaga terkait yang membuat ini menjadi celah masih banyaknya warga.

Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO/ISMAIL USMAN
Aktivitas di Terminal di Bontang, Kalimantan Timur, tetap beroperasi saat larangan mudik Lebaran. TRIBUNKALTIM.CO/ISMAIL USMAN 

Robert menilai kebijakan larangan mudik dari tanggal 6 hingga 17 Mei dan pengetatan untuk mengefektifkan larangan mudik tidak sepenuhnya salah.

Namun permasalahannya adalah inkonsistensi pemerintah dan miskomunikasi antar lembaga terkait yang membuat ini menjadi celah masih banyaknya warga yang memutuskan untuk mudik.

Baca Juga: Larangan Mudik Malinau Masuk Hari Ketiga, Bus Damri Masih Tawarkan Jasa Buat Non Mudik dan Logistik

Robert menjelaskan beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat tidak bisa lepas dari tradisi mudik di hari raya keagamaan.

Pertama adalah faktor struktural yang berkaitan dengan ketimpangan dalam hubungan desa dan kota di Indonesia, dimana desa mengalami kemiskinan yang menurutnya cukup masif dan kota mengalami berbagai macam kemajuan ekonomi.

Akibat ketimpangan ini terjadi urbanisasi. Namun ikatan penduduk desa yang melakukan urbanisasi ini tidak pernah hilang terhadap kampung halamannya.

Robert mengatakan desa atau kampung merupakan salah satu sarana reproduksi sosial, dimana warga desa yang meninggalkan kota berada di posisi ambivalen.

Baca Juga: Hari Kedua Larangan Mudik Kalimantan Utara, Polda Kaltara Ingatkan Jangan Bawa Oleh-oleh Covid-19

Posisi ini yang membuat penduduk desa yang melakukan urbanisasi ke kota, memandang bahwa kota itu bukan tempatnya, walaupun kota tempatnya mengais rezeki.

“Di kota memang ada banyak rezeki, ada banyak uang, namun kota menurut mereka adalah sumber masalah dan sumber kecacatan moral. Sementara desa merupakan tempat tinggal, rumah, tempat orang tuanya adalah tempat yang baik, tempat yang luhur. Selalu ada tarikan ambivalen seperti itu dalam setiap orang yang mengalami migrasi,” katanya.

Dalam situasi seperti itu selalu ada tarikan yang bersifat psikologis dan budaya untuk masyarakat ingin kembali ke desa atau  kampungnya disaat tertentu.

Karena menurutnya yang namanya ‘pulang’ tidak memiliki konotasi negatif di masyarakat.

Baca Juga: Dua Hari Larangan Mudik Balikpapan 2021, Beginilah Catatan Petugas Gabungan Soal Pengendara di Jalan

“Mudik konotasinya adalah pulang. Orang yang pulang itu tidak punya konotasi negatif. Jadi konstruksi kebudayaan ini yang membalut dimensi struktural itu. Basisnya adalah gap ekonomi antara desa dan kota, tapi karena sudah menjadi struktur, kemudian menghasilkan suatu praktik budaya,” ujarnya.

Hal itu yang menjadikan mudik bukan lagi semata-mata suatu proses fisik perpindahan orang, tapi sekaligus tindakan etik dan kultural yang menjadi sulit untuk dihentikan.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved