Virus Corona
Harga Eceran Tertinggi 11 Obat Terapi Covid-19, Ivermectin tak Sampai Rp 10 Ribu
Fakta tersebut membuat pemerintah membuat aturan tentang harga eceran tertinggi (HET) untuk obat terapi Covid-19.
Semua bermula dari studi di Australia yang mengklaim bahwa obat ini bekerja dengan cara menghambat protein yang membawa virus penyebab Covid-19 ke dalam inti tubuh manusia.
"Hal ini yang kemudian diyakini bahwa Ivermectin mencegah penambahan jumlah virus di tubuh sehingga infeksi tidak makin parah.
Persoalannya studi ini baru dilakukan terhadap sel-sel yang diekstraksi di laboratorium. Uji coba Ivermectin pada tubuh manusia belum dilakukan," jelas Guru Besar FKUI ini.
Kemudian, studi berikutnya adalah di Bangladesh, yang juga mengklaim Ivermectin dapat mempercepat proses pemulihan pasien Covid-19.
Tapi penelitinya pun menyatakan terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa Ivermectin efektif untuk pengobatan Covid-19.
"Lalu bagaimana Ivermectin di Eropa dan Amerika? Yang jelas, European Medicines Agency (EMA) dan Food and Drug Administration (FDA) belum mengizinkan Ivermectin digunakan untuk mengobati Covid-19," kata Zubairi.
Baca juga: Covid-19 Varian Delta Tak Pandang Kelompok Usia, Epidemiolog Sebut Rawan Bagi yang Miliki Komorbid
EMA atau BPOM-nya Eropa telah meninjau beberapa studi terkait penggunaan Ivermectin.
"Mereka menemukan kalau obat ini memang dapat memblokir replikasi SARS-CoV-2. Tapi pada konsentrasi Ivermectin yang jauh lebih tinggi daripada yang dicapai dengan dosis yang diizinkan saat ini," ungkapnya.
Pada kesimpulannya, EMA menyatakan bahwa sebagian besar studi yang ditinjau memiliki keterbatasan.
Mereka belum menemukan bukti cukup untuk mendukung penggunaan Ivermectin pada Covid-19 di luar uji klinis.
Kalau FDA, pada beberapa pernyataannya mengingatkan bahwa dosis besar dari Ivermectin itu berbahaya.
Apalagi jika berinteraksi dengan obat lain seperti pengencer darah, dan bisa menyebabkan overdosis.
"Prinsipnya, studi Ivermectin sebagai obat Covid-19 masih sangat terbatas dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Pun, bisa saja nanti Ivermectin digunakan ketika studi terbaru menemukan bukti yang cukup. Kan tidak menutup kemungkinan itu juga," terang Prof.Zubairi.
Mengutip artikel Kompas.com berjudul "Benarkah Obat Cacing Ivermectin Bisa Mengobati COVID-19?",
Ivermectin pertama kali dikembangkan pada 1970-an dari bakteri dalam sampel tanah yang dikumpulkan dari hutan di sepanjang lapangan golf di Jepang.
Dalam tahun-tahun berikutnya, efektivitas ivermectin dan turunannya dalam mengobati infeksi cacing parasit mengubah kedokteran manusia dan hewan, yang mengarah ke Hadiah Nobel untuk penemunya, William C Campbell dan Satoshi Ömura.
Merangkum dari Gavi, pada manusia, ivermectin saat ini diresepkan dalam bentuk tablet untuk mengobati infeksi cacing gelang tertentu yang menyebabkan penyakit seperti Onchocerciasis atau yang dikenal sebagai river blindness.
Obat ini juga dapat diterapkan sebagai krim untuk mengontrol kondisi kulit yang mengalami inflamasi, seperti rosacea papulopustular.
Namun, ivermectin paling sering digunakan untuk penyakit parasit hewan, terutama infestasi cacing gastrointestinal.
Akibatnya, itu mudah tersedia dan relatif murah.
Lalu, bagaimana obat ini bisa diklaim dapat mengatasi pasien COVID-19?
Pada awal 2020, sebuah makalah berjudul “The FDA-approved drug ivermectin inhibits the replication of SARS-CoV-2 in vitro” dipublikasikan.
Makalah tersebut menunjukkan bahwa ivermectin dapat menekan replikasi virus SARS-CoV-2, yang menyebabkan COVID-19, dalam penelitian laboratorium.
Penelitian ini merupakan salah satu dari banyak penelitian selama 50 tahun terakhir yang menunjukkan bahwa obat antiparisit juga dapat memiliki kegunaan antivirus.
Ada dua cara ivermectin dapat mencegah replikasi virus corona.
Pertama, mencegah virus dengan menekan respons antivirus alami sel manusia.
Kedua, ada kemungkinan obat tersebut mencegah “lonjakan” protein pada permukaan virus untuk mengikat reseptor yang memungkinkannya memasuki sel manusia.
Oleh karena sifat anti-inflamasi yang terlihat dari respons ivermectin terhadap rosacea, ini mungkin menunjukkan efek yang berguna pada penyakit virus yang menyebabkan peradangan signifikan.
Temuan awal ini digunakan sebagai dasar dari banyak rekomendasi untuk penggunaan ivermectin untuk mengobati COVID-19, terutama di Amerika Latin, yang kemudian ditarik kembali.
Sejak itu, ada banyak penelitian tentang ivermectin sebagai pengobatan potensial untuk COVID-19.
Pada akhir tahun 2020, sebuah kelompok penelitian di India mampu merangkum hasil dari empat penelitian kecil tentang ivermectin berjudul “Therapeutic potential of ivermectin as add-on treatment in COVID 19: A systematic review and meta-analysis”.
Baca juga: Vaksin Covid-19 Terbatas, Walikota Balikpapan Rahmad Masud Tinjau Vaksinasi Bagi Masyarakat Umum
Dalam studi tersebut, ivermectin digunakan sebagai pengobatan tambahan pada pasien COVID-19.
Ulasan ini menunjukkan peningkatan yang signifikan secara statistik dalam kelangsungan hidup di antara pasien yang menerima ivermectin di samping pengobatan lain.
Tetapi penulis menyatakan dengan jelas bahwa kualitas buktinya rendah dan bahwa temuannya harus diperlakukan dengan hati-hati.
Seperti yang sering terjadi pada tinjauan beberapa penelitian kecil, makalah tersebut menyarankan bahwa percobaan lebih lanjut diperlukan untuk menentukan apakah ivermectin memang efektif secara klinis.
(*)
Berita ini telah tayang di Tribunnews dengan judul Daftar Harga Eceran Tertinggi 11 Obat Terapi Covid-19, Ahli: Gunakan Sesuai Kondisi