Serikat Pekerja Soroti Pergeseran Filosofi Program JHT

Pandemi Covid-19 yang hampir dua tahun melanda Indonesia telah memberikan dampak yang masif, tak terkecuali terhadap sektor ketenagakerjaan.

Editor: Diah Anggraeni
HO/BPJamsostek
Pandemi Covid-19 yang hampir dua tahun melanda Indonesia telah memberikan dampak yang masif, tak terkecuali terhadap sektor ketenagakerjaan. Selama masa pandemi terjadi kenaikan jumlah klaim jaminan hari tua jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. 

TRIBUNKALTIM.CO - Pandemi Covid-19 yang hampir dua tahun melanda Indonesia telah memberikan dampak yang masif, tak terkecuali terhadap sektor ketenagakerjaan.

Hal inilah yang mendasari Komisi IX DPR RI menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama dengan Kementerian Ketenagakerjaan, BPJS Ketenagakerjaan (BPJamsostek) dan perwakilan serikat pekerja atau buruh guna membahas terkait pengawasan klaim Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) terhadap pekerja atau buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) pada masa pandemi Covid-19.

Baca juga: Pemkot dan BPJamsostek Tanda Tangani MoU, 1.875 Ketua RT Se-Balikpapan Dapat Jaminan Ketenagakerjaan

Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI & Jamsos) Kemnaker, Indah Anggoro Putri menyatakan bahwa peningkatan angka klaim JHT, salah satunya disebabkan oleh banyaknya pekerja yang mengalami PHK.

Selain itu, pihaknya pun mendapati adanya pergeseran filosofi dari program JHT yang seharusnya dinikmati ketika memasuki hari tua atau masa pensiun, namun banyak pekerja yang justru mencairkan saldo JHT setelah PHK.

Hal ini juga didasari oleh Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2015 dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 19 Tahun 2015 yang memungkinkan bagi para pekerja untuk melakukan klaim JHT satu bulan setelah mengalami PHK.

Namun, saat ini Kemnaker sedang melakukan revisi terhadap permenaker tersebut untuk mengembalikan kepada filosofi program JHT yang seharusnya.

"Kami merevisi Permenaker Nomor 19 tersebut, kita kembalikan kepada filosofi JHT, yaitu benar-benar sebagai tabungan pada masa tua sebagai amanat yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 dan juga Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2015," imbuh Indah.

Baca juga: Bersinergi, BPJamsostek Gelar Vaksinasi dan Penyerahan Santunan Kematian

Sejalan dengan hal tersebut Direktur Pelayanan BPJamsostek, Roswita Nilakurnia juga memaparkan data klaim JHT dalam kurun waktu Desember 2020 hingga Agustus 2021 dan dirinya membenarkan bahwa selama masa pandemi terjadi kenaikan jumlah klaim jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Hingga Agustus 2021, tercatat 1,49 juta kasus JHT dengan penyebab klaim didominasi oleh pengundurkan diri dan PHK.

Selain itu mayoritas nominal saldo JHT yang diklaim adalah di bawah Rp 10 juta dan range umur peserta paling banyak di bawah 30 tahun dimana merupakan usia produktif bekerja.

Di tempat terpisah, Rini Suryani selaku Deputi Direktur Wilayah Kalimantan menyampaikan bahwa memang Pandemi Covid-19 sangat berimbas pada dunia usaha, sehingga harus melakukan pengetatan operasional yang berdampak pada pengurangan tenaga kerja, sehingga mereka dalam hal ini tenaga kerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja langsung mengambil hak mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Manfaat JHT sangat penting bagi mereka dalam kondisi tidak berpenghasilan di wilayah Kalimantan sendiri untuk pelayanan proses klaim JHT sudah sangat baik dan dapat memenuhi harapan tenaga kerja.

Baca juga: Hari Pelanggan Nasional Jadi Momentum BPJamsostek Tingkatkan Pelayanan

Sementara itu, Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K-SPSI), Hermanto Achmad juga menyoroti isu yang sama, di mana saat ini pencairan JHT sangat mudah dan banyak diantara pekerja yang menggunakan modus seolah-olah PHK untuk dapat melakukan klaim.

Sehingga hal ini cenderung tidak sesuai dengan filosofi jaminan sosial yang sejak awal menjadi harapan bagi seluruh pekerja Indonesia untuk memiliki hari tua yang terjamin.

Dalam kesempatan yang sama, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban menambahkan agar mekanisme pencairan JHT dikembalikan ke konsep UU Nomor 24 Tahun 2011 seperti praktik yang berlaku internasional berupa old saving.

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved