Ibu Kota Negara

Tak Ada Klausul Perlindungan Masyarakat Adat di UU IKN, AMAN: Elite Diajak Bicara, Bukan Entitas

Tak ada klausul perlindungan masyarakat adat di UU Ibu Kota Negara (IKN ). Menurut AMAN yang diajak bicara bukan entitas tapi elite

Editor: Amalia Husnul A
https://ikn.go.id/tentang-ikn
Desain Ibu Kota Negara di Kalimantan Timur (Kaltim). Tak ada klausul perlindungan masyarakat adat di UU Ibu Kota Negara (IKN ). Menurut AMAN yang diajak bicara bukan entitas tapi elite 

TRIBUNKALTIM.CO - Diketahui, saat ini Undang-undang Ibu Kota Negara ( UU IKN ) telah ditandatangani Presiden Joko Widodo. 

Sayangnya, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara ( AMAN ) menilai UU IKN Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara tidak memuat klausul perlindungan masyarakat adat.

Menurut AMAN, pembangunan IKN di wilayah Penajam Paser Utara ( PPU ) dan Kutai Kartanegara ( Kukar ) ini tidak mempunyai legitimasi yang kuat, termasuk dari masyarakat setempat.

UU IKN menurut AMAN bisa menjadi alat legitimasi perampasan wilayah dan pemusnahan entitas masyarakat adat di sana.

Lantaran di dalam UU IKN tak ada klausul penghormatan dan perlindungan masyarakat adat yang terdampak proyek IKN.

Megaproyek IKN ini menurut penilaian AMAN sama sekali tak mengakomodasi aspirasi masyarakat adat yang telah berbagi ruang hidup di sana turun-temurun dan kini ruang hidup mereka dalam ancaman.

Ada empat indikator mendasar di mana masyarakat adat sebagai pihak yang telah mendiami kawasan itu justru tak diberi ruang berpartisipasi dalam pembangunan IKN.

Baca juga: Gubernur Isran Noor Pastikan Tahura Bukit Soeharto Tak Masuk Wilayah Kekuasaan Badan Otorita IKN

Menurut AMAN, selama ini yang diajak bicara untuk membahas IKN oleh Pemerintah adalah elite, bukan entitas masyarakat adat

Dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com, Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum dan HAM Pengurus Besar AMAN, Muhammad Arman mengatakan ada empat hal mendasar di mana masyarakat adat tidak diberi ruang di IKN.

"Ada 4 hal yang paling mendasar," kata Muhammad Arman. 

"Pertama yaitu hak untuk didengarkan. Lalu, hak untuk dipertimbangkan usulan-usulannya.

Kemudian, hak untuk mendapatkan jawaban mengapa seandainya usulan masyarakat itu, entah dia masyarakat adat atau lokal, tidak diakomodasi dalam regulasi dan proses pembangunan dan regulasi," jelasnya.

Terakhir, hal paling mendasar dan juga penting adalah memastikan bahwa masyarakat adat dan lokal menyetujui proses pembangunan di ruang hidup mereka.

Hal ini berlaku bagi segala proyek yang kemungkinan bertumpang-tindih dengan ruang hidup masyarakat adat, tak terkecuali megaproyek IKN.

Partisipasi semacam ini merupakan prinsip dasar dalam negara demokrasi sebagai bentuk kedaulatan rakyat.

Baca juga: UU Ibu Kota Negara sudah Diteken Presiden Jokowi, Berikut Luas IKN Nusantara dan Batas Wilayahnya

"Ini yang tidak terjadi," kata Arman.

"Yang diundang (pemerintah untuk bicara soal IKN) itu kan orang-orang yang setuju.

Itu pun bukan entitas masyarakat adat, tapi elite-elite yang diundang," imbuhnya.

Kini, tugas pemerintah adalah memastikan keberpihakan mereka terhadap masyarakat adat terdampak IKN melalui langkah-langkah konkret.

Arman menilai, saat ini, langkah konkret itu melindungi hanya dapat diukur dari keberadaan regulasi yang berpihak kepada masyarakat adat.

Langkah konkret itu sangat dinanti dalam bentuk regulasi yang sanggup menjamin bahwa IKN di Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara tidak akan merampas wilayah adat, ruang hidup, identitas budaya, hingga hak kerja tradisional mereka sebagai petani dan peladang.

"Sejauh ini kami tidak melihat ada komitmen yang sungguh-sungguh selain sekadar lip service," ujar Arman.

Sebelumnya, AMAN memperkirakan sedikitnya 20.000 masyarakat adat akan menjadi korban proyek ibu kota negara(IKN) baru di Kalimantan Timur.

Baca juga: Sepaku Diambil untuk IKN, Komisi II DPRD Minta Pemerintah Pusat Beri Perhatian Lebih kepada PPU

Sekitar 20.000 masyarakat adat itu terbagi dalam 21 kelompok/komunitas adat, 19 kelompok di Penajam Paser Utara dan 2 di Kutai Kartanegara.

AMAN menilai, UU IKN bakal menjadi alat legitimasi perampasan wilayah dan pemusnahan entitas masyarakat adat di sana, karena tak memuat klausul penghormatan dan perlindungan masyarakat adat yang terdampak proyek IKN.

Data Bappenas RI memprediksi, sedikitnya 1,5 juta orang bakal dipaksa migrasi secara bertahap ke IKN di Kalimantan Timur untuk menunjang kegiatan ibu kota baru.

Sekali lagi, keadaan ini bakal semakin mengasingkan masyarakat adat.

Belum tentu mereka bakal bisa bersaing secara ekonomi dengan para pendatang dari Jakarta itu, karena selama ini ekonomi mereka bergantung pada ruang hidup tradisional mereka: hutan, sawah, kebun, sungai, dan laut.

"Ketika masyarakat adat kehilangan tanah, pada saat yang sama mereka kehilangan pekerjaan tradisional mereka.

Sama saja masyarakat adat yang berada di lokasi IKN akan menjadi budak-budak," jelas Arman.

Ia juga menengarai kemungkinan barter lahan antara proyek IKN dengan lahan-lahan konsesi milik korporasi.

Sebagai informasi, di kawasan IKN terdapat 162 konsesi tambang, perkebunan sawit, kehutanan, hingga PLTU batu bara dengan total luas lebih dari 180.000 hektar, berdasarkan investigasi JATAM Nasional, JATAM Kalimantan Timur, Walhi Nasional, Walhi Kalimantan Timur, Trend Asia, Pokja 30, Pokja Pesisir dan Nelayan, serta Forest Watch Indonesia.

"Tidak mungkin (korporasi yang telanjur) investasi di sana menyerahkan cuma-cuma lahan konsesinya untuk IKN," kata Arman.

Potensi tukar guling ini, selain rentan korupsi, berpotensi mengorbankan masyarakat adat, bukan hanya yang bermukim di kawasan IKN, melainkan juga di wilayah-wilayah lain yang lahannya mungkin jadi sasaran tukar guling lahan konsesi yang terpakai proyek IKN.

"Harus dilihat keterhubungannya dengan daerah-daerah lain, bisa (ganti rugi lahan konsesinya) ke Kalimantan Utara mungkin, atau ke Sulawesi, bahkan ke Papua," tutur Arman.

Baca juga: Alasan Gus Yahya Minta Jokowi Libatkan NU dalam Membangun IKN, Eks Jubir Gus Dur Sebut Desain Sosial

(*)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved