Ibu Kota Negara
Sejarawan Kaltim Beber Sejarah Ngalak Aer yang Akan Dilakukan Isran Noor untuk IKN Nusantara
Presiden Joko Widodo yang akan melawat ke Ibu Kota Negara atau IKN Nusantara pada 13 dan 14 Maret 2022 mendatang turut akan dihadiri
Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, PENAJAM - Presiden Joko Widodo yang akan melawat ke Ibu Kota Negara atau IKN Nusantara pada 13 dan 14 Maret 2022 mendatang turut akan dihadiri 34 Gubernur seluruh Indonesia.
Permintaan khusus Presiden Joko Widodo atau Jokowi, kepada seluruh kepala daerah yang hadir untuk membawa sebuah air dari provinsi masing-masing yang memiliki filosofi sejarah dan cerita untuk nantinya dituangkan ke sebuah kendi bernama Nusantara.
Prosesi ritual adat istiadat ini juga akan diikuti Pemprov Kaltim, yang juga telah mengungkapkan akan membawa air dan tanah dari Kutai Lama, Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Dimana mempunyai nilai historis yang cukup kuat dengan Kerajaan Kutai Kertanegara dan prosesi upacara adat Erau.
Baca juga: Demi Jokowi Kemah di IKN Nusantara, Listrik, Air PDAM, hingga Akses Jalan Disiapkan
Baca juga: Kaltim akan Ambil Air dan Tanah dari Kutai Lama untuk Prosesi Pengisian Kendi IKN Nusantara
Baca juga: Gubernur Seluruh Indonesia Diundang ke IKN Nusantara oleh Presiden Joko Widodo
Sejarawan Kaltim, Muhammad Sarip kepada TribunKaltim.co pada Jumat (11/3/2022), mengungkapan, penjelasan tradisi "ngalak aer" di Sungai Mahakam.
Namun diawal dia mengatakan, apa yang akan dilakukan Pemprov Kaltim nantinya, juga harus memiliki argumen kuat dari historis dan kultural.
"Awalnya kan wacana kompilasi air ini merupakan gagasan politik dari kepala negara yang diinstruksikan kepada para kepala daerah tingkat provinsi," ujarnya.
Dalam kaitan ini, Gubernur Kaltim, Isran Noor, dalam memenuhi keinginan kepala negara, tentu saja mesti menemukan argumen historis dan kultural ketika menyerahkan air.
"Air yang representatif dari bumi Kalimantan Timur," ungkapnya.
Baca juga: IKN Nusantara di Kaltim Terapkan Smart City, Berikut Agenda Pelatihan SDM Bidang Siber
Pria yang mengantongi Sertifikat Kompetensi Bidang Sejarah dari Kemdikbud-BNSP ini kemudian menjelaskan, prosesi ngalak aer (mengambil air) dari Sungai Mahakam di daerah Kutai Lama untuk upacara Adat Erau.
Hal itu telah menjadi tradisi sejak Kerajaan Kutai Kertanegara memindahkan ibu kotanya dari Pemarangan-Jembayan ke Tenggarong.
Periode ibu kota Kutai Kertanegara di Jembayan saat itu, situasinya dalam masa transisi yang belum mencapai stabilitas.
Kurang referensi untuk menyatakan adanya ritual erau ketika di Jembayan selama 50 tahun dari 1732 sampai 1782 Masehi, walaupun tidak tertutup kemungkinan adanya ritual di sana.
Meski demikian, pengambilan air dari Kutai Lama merupakan simbolisasi pengingat asal muasal leluhur entitas Kutai.
Baca juga: Penyebab Masih Adanya Tambang Ilegal di Tahura Bukit Soeharto Dekat Kawasan Ibu Kota Negara
Dalam manuskrip Arab Melayu Surat Salasilah Raja dalam Negeri Kutai Kertanegara, kata Muhammad Sarip, diinformasikan bahwa erau sudah dilakukan sebelum dicetuskannya nama Kutai oleh raja pertama Kutai Kertanegara, Aji Batara Agung Dewa Sakti.
"Dari petunjuk ini, berarti erau sudah ada ketika topinimi gugusan pulau-pulau kecil di kawasan Kutai Lama masih bernama Nusantara," sebutnya.
Dihikayatkan pula bahwa ibunda leluhur orang Kutai, yakni Putri Karang Melenu, kelahirannya muncul dari dalam perairan Sungai Mahakam, dengan diusung oleh satwa mitologis bernama lembu suwana.
Mitologi kemunculan bayi Putri Karang Melenu dari Mahakam ini bisa diinterpretasikan secara historis, bahwa tokoh ini merupakan keturunan penduduk lokal.
Baca juga: Tindak Tambang Ilegal di Tahura Kaltim, Upaya Mengamankan Hutan Sekitar Kawasan Ibu Kota Negara
Dengan kata lain, ia bukan pendatang atau keturunan pendatang.
Menurut Muhammad Sarip, dalam sejumlah mitologi klasik warisan Hindu, eksistensi sungai sering diasosiasikan dengan kesucian dan keagungan nenek moyang.
Secara global di belahan dunia manapun, air adalah sumber kehidupan dan titik awal peradaban manusia.
Misalnya epos Mahabharata yang menarasikan Sungai Gangga di India sebagai tempat bersemayamnya Dewi Gangga, ibu dari Bhisma sekaligus leluhur dinasti Kuru.
Baca juga: Inti Pusat Pemerintahan IKN Nusantara di Kaltim, Perlu Dekat Pangkalan Udara
Adapun di timur Kalimantan, berhubung ibu kota Kerajaan Kutai dipindahkan dari Kutai Lama, maka untuk terus memelihara memori kolektif perihal asal muasal leluhur, rangkaian erau menggunakan air dari Kutai Lama sebagai satu dari komponen ritual.
Kata dia, kebudayaan itu dinamis. Dalam tradisi di timur Kalimantan, termasuk Kutai, terjadi negosiasi kultur.
"Masuknya Islam dan penerimaan Islam oleh Kutai tetap mengakomodasi warisan tradisi Hindu," jelasnya.
"Begitu pula untuk konteks masa kini. Suatu hal yang lumrah dan lazim apabila ritual-ritual leluhur mengalami transformasi dan pengembangan fungsi," bebernya. (*)
Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel