Berita Balikpapan Terkini

Keran Ekspor CPO Dibuka Lagi, APKB: Hadiah Besar Bagi Industri Sawit

Asosiasi Pengusaha Kawasan Berikat Wilayah Sumatera dan Kalimantan, mengapresiasi kebijakan Presiden Jokowi.

Tribunnews.com/Jeprima
Ilustrasi pekerja mengangkut kelapa sawit ke dalam jip di Perkebunan sawit. 

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN- Asosiasi Pengusaha Kawasan Berikat (APKB) Wilayah Sumatera dan Kalimantan, mengapresiasi kebijakan Presiden Jokowi terkait kembali dibukanya keran ekspor CPO.

Ketua APKB wilayah Sumatera dan Kalimantan, Ryo Karniawan mengatakan, hal tersebut merupakan hadiah besar bagi para pengusaha industri sawit.

"Pencabutan larangan ekspor CPO dan turunannya bagi kami di industri sawit merupakan suatu hadiah besar," ujarnya kepada TribunKaltim.co, Jumat (20/5/2022).

Saat ini, pasokan minyak goreng curah di masyarakat melebihi kebutuhan nasional setelah kebijakan larangan ekspor CPO dan produk turunannya diterapkan.

Termasuk kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) yang secara teori juga tidak bisa diterapkan secara maksimal di lapangan.

Baca juga: Akhirnya Jokowi Buka Lagi Keran Ekspor CPO dan Minyak Goreng, Harga Bakal Naik?

Baca juga: Keran Ekspor CPO Dibuka Kembali, IKappi Ingat Minyak Goreng Curah Belum Melimpah

Baca juga: Satu Lagi Tokoh Penting Mafia Minyak Goreng Dibekuk, Bisa Kondisikan Ekspor CPO

Padahal harga demand CPO di dunia saat ini sedang tinggi-tingginya.

Sehingga, berapa pun harga CPO dan turunannya diperdagangkan maka akan tetap diterima.

"Banyak teori tidak masuk di lapangan termasuk DMO, harga demand di dunia juga sedang tinggi, sehingga harga berapapun akan diterima," terangnya.

Memang, kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) untuk menjaga ketersediaan dan keterjangkauan minyak goreng dalam negeri.

Pemerintah juga menjaga DMO sebesar 10 juta ton, terdiri dari 8 juta ton untuk didistribusikan ke pasar domestik dan dua juta ton untuk cadangan.

Namun demikian, harga CPO di pasar domesyim tidak boleh sama dengan pasar internasional.

Kata Ryo, pilihan logisnya ialah melakukan subsidi yang mungkin akan memberatkan pemerintah.

"Saat ini saya masih menunggu kesediaan dari pengusaha besar untuk melepas potensial profit yang sudah berjalan. Tapi, semoga kebijajan aturan nanti bisa tepat sasaran dan tidak berubah-ubah," imbuhnya.

Sebagai informasi, kebijakan larangan ekspor menyebabkan pasokan minyak goreng curah bertambah signifikan bahkan melebihi kebutuhan bulanan nasional.

Rata-rata kebutuhan minyak goreng nasional mencapai 194.634 ton per bulan.

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved