Berita Nasional Terkini

Terbaru! Terkuak LGBT Sebenarnya Menular atau Tidak, Cek Apa Itu LGBT, Singkatan dari Apa dan Arti

Penasaran apa arti LGBT adalah apa atau LGBT singkatan dari apa atau apa itu LGBT? simak ulasannya.

Editor: Doan Pardede
NET
Ilustrasi LGBT. Penasaran apa arti LGBT adalah apa atau LGBT singkatan dari apa atau apa itu LGBT? simak ulasannya. 

TRIBUNKALTIM.CO - Penasaran apa arti LGBT adalah apa atau LGBT singkatan dari apa atau apa itu LGBT? simak ulasannya.

Topil LGBT sedang hangat dibahas di masyarakat dan pertanyaan seperti apa arti LGBT adalah apa atau LGBT singkatan dari apa atau apa itu LGBT mengemuka. 

Isu LGBT di Indonesia ramai diulas setelah Kedubes Inggris untuk Indonesia yang ada di Jakarta mengibarkan bendera pelangi simbol LGBT.

Bahkan topik ini sempat menjadi salah satu trending topic di Twitter pada Minggu (22/5/2022).

Baca juga: Heboh Konten Podcast Pasangan LGBT, Gus Miftah Duga Literasi Deddy Corbuzier Kurang

Baca juga: Calon Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa Angkat Suara Soal Isu LGBT di Militer: Sesuai Aturan Saja

Baca juga: LGBT Masuk Lingkungan Polisi, Oknum Jenderal Diduga Terlibat, Mabes Polri Angkat Bicara

Apa itu LGBT?

Apa itu LGBT? LGBT adalah singkatan dari lesbian, gay, biseksual, dan transgender.

Awalnya pada tahun 1990, LGBT digunakan untuk merujuk pada kelompok homoseksual dan transgender saja.

Sekarang, singkatan ini melingkupi lebih banyak orientasi seksual dan beragam identitas gender.

Untuk menunjukkan representasi yang lebih menyeluruh, singkatan LGBT berkembang menjadi LGBTQIA atau LGBTQ+.

Meskipun begitu, LGBT memang lebih umum digunakan sebagai istilah yang merepresentasikan kelompok dengan orientasi seks dan gender yang berbeda dari heteroseksual dan cisgender (berkaitan dengan jenis kelamin).

Bukan gangguan jiwa

Setiap kali isu tentang LGBT (lesbian, gay, transgender, dan biseksual) muncul di media, selalu ada pro dan kontra yang berkembang.

Masyarakat umumnya menganut norma heteronormatif, yang meyakini jender hanya terdiri dari laki dan perempuan, tidak ada yang sejenis atau tidak.

Karenanya, mereka yang berada di wilayah"abu-abu" itu dianggap sebagai penyimpangan, bahkan penyakit gangguan mental.

Sebelum tahun 1973, para ahli psikiatri dan dokter memang masih menganggap orientasi seksual penyuka sesama jenis sebagai gangguan jiwa.

Tetapi sejak tahun 1973, American Psychiatric Association menghapus kategori homoseksual sebagai gangguan jiwa.

Dalam acuan diagnostik para ahli psikiatri di seluruh dunia, yakni Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM) III tahun 1973 homoseksual juga tidak lagi dikategorikan sebagai gangguan jiwa.

Sementara itu, di Indonesia dalam buku Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa, Edisi II, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, tahun 1983 (PPDGJ II) dan (PPDGJ III) 1993, pada point F66 meyebutkan bahwa orientasi seksual (homoseksual, heteroseksual, biseksual) bukan gangguan kejiwaan.

"Di situ jelas tertulis bahwa orientasi seksual tidak termasuk gangguan jiwa atau penyimpangan. Tapi, bisa disebut gangguan jiwa jika bersifat ego distonik atau seseorang merasa terganggu dengan orientasi seksualnya sehingga timbul konflik psikis," kata dr.Andri, Sp.KJ dari RS.Omni Alam Sutra ketika dihubungi Kompas.com (29/1/16).

Andri mengatakan, dalam praktik sehari-hari ia banyak menemukan pasien LGBT yang merasa depresi.

"Biasanya pemicu depresinya karena mendapat tanggapan tidak baik atau stigma dari lingkungannya, atau ditinggal oleh orang yang selama ini bisa mengerti dan menerima dia," katanya.

Baca juga: Heboh Konten Podcast Pasangan LGBT, Gus Miftah Duga Literasi Deddy Corbuzier Kurang

Pada pasien yang mengalami ego distonik atau tidak bisa menerima orientasi seksualnya, menurut Andri, seorang psikiater biasanya berupaya memberi penanganan secara psikologis agar ia bisa menerima diri apa adanya sehingga rasa kecemasan, kesepian, dan sedih dapat dihilangkan.

Ia menambahkan, jarang ada pasien homoseksual yang ingin mengubah orientasi seksualnya.

"Memang ada yang berpendapat homoseksual bisa diubah, tapi kalau homoseksual murni tidak bisa. Kalau ada homoseksual yang akhirnya menikah dengan lawan jenis, kemungkinan ia adalah seorang yang biseksual," ujarnya.

Menurut Andri, orientasi seksual juga tidak menentukan sifat atau aspek mental lainnya.

"Kalau ada yang menyatakan homoseksual pasti melakukan perbuatan menyimpang, itu tidak benar. Orang heteroseksual pun bisa melanggar norma yang berlaku di masyarakat," katanya.

Varian

Mengenai penyebab adanya orientasi seksual yang berbeda, dr.Roslan Yusni Hasan, spesialis bedah saraf, menjelaskan, orientasi seksual seseorang ditentukan oleh otaknya, bukan jenis kelaminnya.

"Organ seks yang utama adalah otak, bukan alat kelamin. Karena orientasi seksual seseorang dibentuk di otak. Jadi kita sendiri yang membuat apa yang dianggap bisa merangsang libido," kata dokter yang akrab disapa dr.Ryu ini.

Baca juga: JUMLAH KASUS Rupanya Tak Main-main! Mayjen (Purn) Ini Buka-bukaan Soal Isu LGBT di Tubuh TNI-Polri

Pembentukan orientasi seksual ini dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor perkembangan otak sejak masih menjadi janin.

"Misalnya kalau saat hamil ibunya terkena infeksi, sehingga bagian otak tertentu berkembang lebih pesat dibanding bagian lainnya. Akibatnya sifat atau selera dapat berbeda," ujar dokter yang banyak mempelajari kerja otak ini.

Selain itu, otak kita juga menentukan orientasi diri (gender). "Orientasi diri itu misalnya saya feminin atau saya maskulin.

Otak adalah organ yang pertama kali terbentuk di kandungan dan ia menyusun segala macam, termasuk identitas diri seseorang," katanya.

Ryu menegaskan, perbedaan orientasi seksual merupakan varian di alam semesta. "Alam semesta ini bersifat acak, tapi manusianya yang menyukai pola. Padahal, ada banyak varian. Termasuk untuk urusan orientasi seks," ujarnya. 

Bisa menular?

Karena dianggap memiliki orientasi seksual yang tak lazim, banyak mitos yang berkembang mengenai adanya kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).

Salah satunya adalah mitos mengenai LGBT dapat menular.

Dokter spesialis bedah saraf dari Rumah Sakit Mayapada, Roslan Yusni Hasan atau yang akrab disapa Ryu ini menegaskan, orientasi seksual LGBT tidak menular.

"Tentu tidak menular (LGBT). Orientasi seksual dan lainnya itu struktur di otaknya sudah ada," jelas Ryu di Kantor LBH, Jakarta, Selasa ( 9/2/2016).

Ryu menjelaskan, orang yang menjadi gay setelah sering berkumpul dengan gay karena memang sebelumnya sudah ada bakat dalam diri orang tersebut.

Lingkungan sosial akhirnya bisa memicu seseorang yang memiliki bakat gay kemudian menjadi gay.

"Kalau punya bakat, lalu kumpul sama homoseksual, ya makin jadi homoseksual. Bakatnya, kan ada. Tapi, yang enggak ada bakatnya ya enggak jadi ikut homoseksual," kata Ryu seperti dilansir Kompas.com.

Ryu mengungkapkan, pada dasarnya janin dalam kandungan adalah perempuan.

Kemudian janin berkembang menjadi jenis kelamin perempuan dan ada tumbuh testis sehingga menjadi jenis kelamin laki-laki di usia kehamilan 8 minggu.

Perubahan pada kadar hormon-hormon tertentu menyebabkan perubahan pada janin sehingga terbentuk perbedaan jenis kelamin.

Lalu, bagaimana kemudian jenis kelamin laki-laki menyukai laki-laki atau jenis kelamin perempuan menyukai perempuan adalah tergantung dari susunan saraf pada otaknya.

Struktur otak itu telah terbentuk saat janin masih dalam kandungan dan tidak bisa diubah.

Sistem saraf dan struktur otak dipengaruhi oleh banyak hal, mulai dari asupan makanan, faktor genetik, hingga hormon dari orangtua maupun bayi itu sendiri.

Menurut Ryu, tidak ada yang salah dengan manusia yang terlahir LGBT, hal itu merupakan variasi dari struktur otak manusia yang berbeda-berbeda.

Seperti halnya, ada manusia berkulit hitam, putih, rambut lurus, keriting, suka musik, suka matematika, begitu pula dengan adanya LGBT.

Itulah tadi ulasan apa arti LGBT adalah apa atau LGBT singkatan dari apa atau apa itu LGBT.

(*)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

 

 

 

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved