Berita Paser Terkini
Dicekoki Miras, Anak di Bawah Umur di Paser Diduga Jadi Korban Rudapaksa 3 Komplotan
Kekerasan terhadap perempuan dan anak masih jadi masalah krusial yang mesti menjadi perhatian semua pihak, utamanya peran penegak hukum dan pemerintah
Penulis: Syaifullah Ibrahim | Editor: Aris
TRIBUNKALTIM.CO, TANA PASER - Kekerasan terhadap perempuan dan anak masih menjadi masalah krusial yang mesti menjadi perhatian semua pihak, utamanya peran penegak hukum maupun pemerintah.
Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Paser mencatat dari Januari hingga Agustus 2022 terdapat 22 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Paser, Jumat (5/8/2022).
Termasuk diantaranya kasus kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur yang belum lama ini terjadi di Kabupaten Paser.
Hal itu diungkapkan kuasa hukum pelaku anak yang telah menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri Tanah Grogot, Muchtar Amar.
Baca juga: DPO Kekerasan Anak di Kutai Barat Berhasil Diamankan, Tersangka Diciduk Saat Transaksi Narkoba
"Dalang kekerasan seksual itu (rudapaksa) diduga dilakukan oleh orang dewasa, yang sejatinya harus memberikan perlindungan dan pengawasan terhadap anak sebagai upaya pemenuhan hak anak," terang Muchtar.
Namun disayangkan, orang dewasa yang dikenal oleh anak korban yang mengalami rudapaksa memanfaatkan kondisi korban yang tengah terkapar akibat dicekoki minuman keras (oplosan).
Akibatnya, perilaku buruk pelaku dalam komplotan pertama menularkan tindakannya kepada anak dibawah umur lainnya yang pada akhirnya ikut merudapaksa korban.
Korban kekerasan seksual anak dibawah umur ini harus menelan pil pahit di awal Juni 2022, sore harinya pada pukul 15:00 Wita korban bersama teman perempuannya yang dijadikan saksi kunci minum-minuman keras oplosan yang dibelinya dan minumnya di pondok pertama.
Baca juga: Hasil Peninjauan Kemenhub, Bandara Paser Masuk Kategori Bandar Udara Pengumpan Klasifikasi 3C
"Jadi ada 1 perempuan yang terus dicekoki miras, dan cuman 1 orang saja yang menjadi korban rudapaksa karena kondisinya memang sudah tepar," jelas Muchtar.
Diungkapakan kuasa hukum pelaku anak, terdapat 3 komplotan dalam kejadian itu yang masing-masing melakukan rudapaksa di 3 lokasi berbeda.
Akibat pengaruh minuman keras, korban maupun saksi tidak mampu melanjutkan perjalanannya saat hendak pulang. Dari situ, datang komplotan pertama 5 orang yang menghampiri dan membawa korban kembali ke pondok pertama.
Kemudian dalang dari rudapaksa itu, menyuruh temannya untuk membeli miras oplosan.
Baca juga: Tindak Lanjut Pembangunan Bandara Paser, Kemenhub RI Sebut Kabupaten Paser Miliki Potensi Bisnis
"Setelah mencekoki korban, komplotan pertama melakukan rudapaksa di kebun sawit, namun 2 temannya tetap di pondok dan sempat melihat kejadian itu bersama saksi korban tepar di pondok," urai Muchtar.
Setelah selesai, korban kemudian dipindahkan ke pondok pertama yang tidak jauh dari lokasi komplotan pertama merudapaksa. Lalu dalang dari rudapaksa ini kembali menghubungi temannya (komplotan kedua) lagi, untuk meminta dibelikan minuman.
Selang beberapa saat, komplotan kedua datang dengan membawa alkohol bermerek, kemudian korban dicekoki miras lagi.
"Setelah dicekoki, komplotan kedua kembali merudapaksa korban di pondok pertama," tambah Muchtar.
Baca juga: Pleno Hasil Peninjauan Lanjutan Pembangunan Bandara Paser, Kemenhub RI Beri 3 Rekomendasi ke Pemda
Saat dirudapaksa di pondok pertama, datang 2 motor komplotan ketiga setelah dapat info di group WhatsApp, namun setibanya di lokasi, mereka tidak di ijinkan untuk mendekat dengan yang berjaga diluar pondok.
Lewat larut malam, komplotan ketiga memindahkan korban ke lokasi ketiga yang juga tempatnya pondok.
"Komplotan pertama ini pelakunya 3 orang dan ada orang dewasa, kemudian komplotan kedua 4 orang dan diduga keras juga ada orang dewasa, kemudian komplotan ketiga pelakunya 4 orang anak dibawah umur namun 1 orang tidak merudapaksa korban," papar Muchtar.
Dijelaskan, alasan saksi korban lolos dari jeratan rudapaksa karena datang temannya yang dekat dengannya dan mengajak pulang sebelum komplotan kedua datang, namun saksi korban tak ingin meninggalkan anak korban, akhirnya tetap berada di dekat TKP hingga tertidur.
Baca juga: UPDATE Kasus Covid-19 di Penajam Paser Utara, Tambah 2 Orang Positif Corona
"Teman dekat saksi kunci korban ini untungnya diduga memiliki kedekatan dengan salah satu pelaku, sehingga lolos dari rudapaksa meskipun sempat dicekoki miras," tambahnya.
Muchtar menyayangkan, otak dari pelaku rudapaksa yang tidak lain masuk dalam komplotan pertama ini masih bebas menghirup udara segar diluar sana.
Ia khawatir, jika dalang dari rudapaksa ini yang juga orang dewasa masih bebas berkeliaran akan ada korban-korban lainnya.
"jangan sampai jatuh korban anak lagi, pengaruh buruk itu jika dibiarkan akan merusak mental, etika dan moral anak yang luas di sekitar lingkungan kita," tegasnya.
Baca juga: Cuaca Penajam Paser Utara Hari Ini Jumat 5 Agustus 2022, Cenderung Berawan dan Berpotensi Hujan
Menurutnya, anak jangan sampai dibiarkan pada zona yang tidak layak anak namun harus berada di zona aman, selalu dalam koridor edukasi, tidak diskriminatif dalam pemenuhan hak anak, termasuk penegakan hukumnya.
Ia beranggapan, pesan moral ini harusnya disebarluaskan kepada masyarakat, agar kewaspadaan dini berbasis masyarakat dan keluarga dalam perlindungan dan pengawasan pemenuhan hak anak disinergikan lintas sektoral untuk ditingkatkan.
"Perlindungan dan pengawasan pemenuhan hak anak harus terpenuhi, agar tidak terpapar dan memproteksi diri di daerah yang tak layak anak dalam situasi kondisi tertentu oleh lintas sektoral secara sinergi berkelanjutan," tegasnya.
Dalam situasi kondisi bagaimanapun, kata Muchtar anak selalu rentan terpapar baik itu selaku anak korban, anak saksi ataupun pelaku anak.
Baca juga: Cuaca Kabupaten Paser Hari Ini Jumat 5 Agustus 2022, Langit Cerah Berawan di Tiap Kecamatan
Masifnya pengaruh teknologi, narkoba, miras, dan merosotnya etika dan moral berlandaskan agama di lingkungan keluarga dan masyarakat, dengan bersifat acuh dan membiarkan ataupun membully, begitupun perundungan juga akan memperburuk keadaan anak.
"jangan sampai anak korban, anak saksi ataupun pelaku anak alami perundungan, pemenuhan hak anak atas pendidikan dan rehabilitasi sosialnya akan tersumbat. Ini yang harus diperhatikan semua pihak agar tidak terulang atau masa depan anak taruhannya," pesannya.
Apalagi tersiar kabar bahwa korban anak maupun saksi kunci mengalami perundungan dan tidak naik kelas oleh pihak sekolah, dikarenakan peristiwa tersebut.
Kepala UPTD PPA Paser, Muchlas Sudarsono mengatakan masih menggali informasi mengenai kabar bahwa korban maupun saksi korban dikeluarkan ataupun tidak naik kelas oleh pihak sekolah. Ia tentunya sangat menyayangkan, jika hal itu terbukti benar.
Baca juga: Tiba di Tanah Air, 112 Jamaah Haji Asal Paser Disambut Haru Keluarga
"Harusnya tidak boleh, kami rencananya mau mendatangi korban sekaligus melakukan trauma healing, dan koordinasi ke pihak sekolah. Kita mau kasih pengertian bahwa korban maupun saksi tidak boleh dikeluarkan dari sekolah," cetusnya.
Semestinya, kata Mukhlas jika korban maupun saksi korban ada keinginan untuk terus sekolah maka boleh untuk difasilitasi.
Kalaupun korban maupun saksi korban malu untuk masuk di sekolah lamanya, maka bisa diberikan surat pindah ke sekolah lainnya.
"Keterangan dari saksi korban, dia tidak naik kelas saat pindah sekolah. Kami harus konfirmasi dulu ke pihak sekolah benar tidaknya saksi korban tidak naik kelas karena masalah itu. Kemudian, kita lihat dulu nilai-nilai di raportnya," jelasnya.
Baca juga: Kunci Jawaban Tema 1 Kelas 6 SD Halaman 92-94, Subtema 2 Pembelajaran 4 Bandeng Asap dari Sidoarjo
Dalam hal ini, DPPKBP3A Paser akan terus memberikan pendampingan kepada korban dan saksi korban, serta melakukan pencerahan dan penyadaran dengan menggali kesadaran masyarakat, bahwa perlindungan perempuan dan anak dari tindak kekerasan ini bukan hanya tanggung jawab mereka namun tanggung jawab semua lapisan masyarakat.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Paser Yunus Syam menampik adanya kabar bahwa korban maupun saksi korban dikeluarkan dari sekolah.
"Kabarnya tidak benar kalau dikeluarkan dari sekolah, malah orang tua dari saksi korban yang meminta untuk dipindahkan ke sekolah lain. Kabarnya sudah diterima di sekolah lain, cuman sampai saat ini tidak pernah masuk," terang Yunus.
Baca juga: Kasus Covid-19 Bertambah, Pemkot Bontang Batalkan Kirap Merah Putih Jelang HUT RI
Yunus menambahkan, berdasarkan informasi yang diperolehnya anak tersebut memang memiliki komunitas untuk minum-minum, dan pada akhirnya di rudapaksa.
Pada dasarnya, pihak sekolah siap menerima korban maupun saksi korban dan akan diberikan perlakuan khusus. Hanya saja, anak tersebut tidak pernah masuk sekolah semenjak pindah.
"Bagaimana caranya tidak naik kelas, anak itu sampai disusul gurunya ke rumahnya juga tidak ada, dan saat itu ujian kenaikan kelas, jadi tidak pernah masuk ujian. Intinya, anak yang mengalami kekerasan seksual kita berikan perlakuan khusus," tutup Yunus. (*)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.