Berita Nasional Terkini

KPU Sepakat Sistem Pemilu Pilih Calon Legislatif, Dapil Pemilu 2024 Tidak Berubah

Pemerintah dan penyelenggara pemilu akhirnya menyepakati daerah pemilihan (dapil) untuk DPR RI dan DPRD Provinsi pada Pemilu 2024 tidak berubah

Warta Kota/Henry Lopulalan
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari dan jajaran anggota Komisioner KPU berfoto usai konferensi pers terkait pengumuman pendaftaran partai politik calon peserta Pemilu 2024 di kantot KPU, Jakarta, Jumat (29/7/2022). Pendaftaran partai politik peserta Pemilu 2024 ke KPU dimulai Senin 1 Agustus 2022. Waktu daftar dan tata cara. Sembilan parpol siap daftar di hari pertama 

TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Pemerintah dan penyelenggara pemilu akhirnya menyepakati daerah pemilihan (dapil) untuk DPR RI dan DPRD Provinsi pada Pemilu 2024 tidak berubah. 

Hal ini menyusul persamuhan rapat kerja antara Komisi II DPR RI dengan KPU RI, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Rabu (11/1/2023) malam.

Rapat memutuskan tak ada perubahan dapil lantaran semua fraksi di Komisi II DPR RI kompak menolak perubahan desain dapil, meski kini KPU RI berhak menentukan dapil baru.

Dapil untuk DPR RI dan DPRD Provinsi akan tetap berdasarkan lampiran III dan IV UU 7/2017 (UU Pemilu), serta lampiran Perppu 1/2022 tentang Pemilu yang mengatur dapil di empat daerah otonom baru (DOB) Papua.

“Komisi II DPR RI secara bersama dengan Menteri Dalam Negeri, KPU RI, Bawaslu RI, dan DKPP RI bersepakat bahwa penetapan dapil untuk DPR RI dan DPRD Provinsi sama dan tidak berubah,” ujar Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia membacakan kesimpulan rapat di Kompleks Parlemen.

Baca juga: Legislator Kutim Asti Mazar Bulang Sebut Pembangunan Lewat Pokir di Dapil II Terserap dengan Baik

Baca juga: KPU Kutim Sosialisasikan 2 Draf Rancangan Dapil DPRD dalam Pemilu 2024

Baca juga: Warga di IKN Nusantara Hanya Punya Hak Pilih Presiden dan Wapres, Kemendagri: Tak Ada Dapil Khusus

Doli menegaskan bahwa seandainya ada rapat konsinyering antara mereka dengan KPU RI, mereka akan berpandangan bahwa KPU RI tetap hanya berwenang menata dapil untuk pileg DPRD tingkat kota dan kabupaten sebagaimana selama ini.

"Jadi itu saya perlu sampaikan mewakili teman-teman yang sudah mengambil keputusan, kemarin dan silakan nanti kita bahas. Itu beberapa hal catatan yang perlu saya sampaikan di awal menjadi kesepakatan kita sebelumnya," tambah politikus Golkar itu.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang menganggap putusan MK tidak memberi perintah bagi KPU RI menata dapil DPR RI dan DPRD provinsi.

"Saya sudah bolak-balik putusan nomor 80. Itu tidak ada perintah supaya KPU melakukan penataan dapil. Yang diberikan kewenangan, Pak, bukan perintah. Putusan MK 80 itu tidak memerintahkan. Coba dibaca, Pak," kata politikus PDI Perjuangan itu dalam forum yang sama.

"Tidak setiap keputusan harus dilakukan. Bisa dilakukan, bisa tidak, kecuali diperintahkan," ia
menambahkan.

Junimart juga mengungkit bahwa anggaran KPU RI untuk tahun 2023 tidak disetujui sebanyak usulan. Ia meminta penyelenggara pemilu "tidak menambah kerja-kerja baru" karena anggaran dinilai tidak cukup.

Ketua dan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersama Pimpinan 17 partai nasional dan 6 partai lokal Aceh berfoto bersama usai penetapan nomor urut partai politik peserta Pemilu 2024 di Gedung KPU, Jakarta, Rabu (14/12/2022). KPU resmi menetapkan nomor urut partai politik peserta Pemilu 2024 yang diikuti 17 partai nasional dan 6 partai lokal Aceh.
Ketua dan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersama Pimpinan 17 partai nasional dan 6 partai lokal Aceh berfoto bersama usai penetapan nomor urut partai politik peserta Pemilu 2024 di Gedung KPU, Jakarta, Rabu (14/12/2022). KPU resmi menetapkan nomor urut partai politik peserta Pemilu 2024 yang diikuti 17 partai nasional dan 6 partai lokal Aceh. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Sebelumnya pada Desember 2022 Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan dapil legislatif tingkat DPR RI dan DPRD Provinsi akan ditentukan oleh KPU.

MK memutuskan itu setelah mengabulkan gugatan uji materiil yang dilayangkan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) untuk ketentuan Pasal 187 ayat (5) dan 189 ayat (5) UU 7/2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) yang mengatur soal pendapilan.

Salah satu alasan Perludem menggugat putusan itu karena anggota DPR sebagai pihak yang berkepentingan langsung soal dapil, dianggap syarat akan kepentingan politis.

Pasal 187 ayat (5) dan 189 ayat (5) yang diuji mengatur memang bahwa dapil dan jumlah kursi DPR dan DPRD provinsi diatur dalam lampiran UU Pemilu.

Artinya, dahulu KPU hanya menentukan dapil DPRD di tingkat DPRD kabupaten/kota. Sedangkan par pembuat UU, yaitu DPR dan pemerintah yang menentukan dapil untuk DPR dan DPRD
provinsi.

MK menyatakan Pasal 187 ayat (5) dan 189 ayat (5) UU Pemilu itu bertentangan dengan UUD 1945 dan tak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Oleh sebab itu, MK memutuskan kini KPU juga akan mengatur dapil dan jumlah kursi untuk DPR dan DPRD provinsi. Penentuan itu nantinya tak lagi ada di UU Pemilu tapi PKPU.

Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI Idham Holik menegaskan bahwa dapil legislatif DPR RI dan DPRD provinsi untuk Pemilu 2024 tidak berubah, meskipun KPU telah diberi wewenang menata ulang dapil berdasarkan putusan MK nomor 80/PUU-XX/2022.

"Dalam kesimpulan Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat DPR semalam, existing district atau dapil dalam pemilu legislatif terakhir, dalam hal ini Pemilu 2019, menjadi materi kesimpulan Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat," kata Idham, Kamis (12/1).

"Hal (penggunaan existing district) tersebut tidak bertentangan dengan salah satu prinsip penataan daerah pemilihan yaitu prinsip berkesinambungan," lanjut dia.

Idham menambahkan, ke depan rancangan Peraturan KPU RI tentang penataan dapil sebagai tindak lanjut putusan MK nomor 80/PUU-XX/2022 akan terlebih dahulu didiskusikan melalui focus group discussion.

"Selanjutnya akan dilakukan uji publik sebagaimana tradisi dalam proses legal drafting di lembaga KPU RI, yang selanjutnya, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 75 ayat 4 UU Nomor 7 Tahun 2017, KPU akan berkonsultasi dengan DPR," ucap Idham.

Proporsional Terbuka

Selain menyepakati tak ada perubahan dapil, dalam rapat di DPR RI itu KPU RI juga berkomitmen menggelar Pemilu 2024 berdasarkan Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang di dalamnya mengatur sistem proporsional terbuka atau sistem pilih caleg bukan parpol.

"KPU RI berkomitmen untuk menyelenggarakan Pemilu Tahun 2024 berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menggunakan sistem Pemilu proporsional terbuka sebagaimana diatur dalam Pasal 168 Ayat 2 UU Pemilu dan dikuatkan oleh Putusan MK RI Nomor 22- 24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008," bunyi kesepakatan tersebut.

Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari memastikan anggaran Pemilu 2024 masih menggunakan skema pemilu dengan sistem proporsional terbuka. Anggaran tersebut sudah meliputi biaya untuk desain surat suara, alat perlengkapan pemungutan suara, dan sebagainya.

Hasyim menyebut anggaran pemilu tersebut telah disetujui dalam daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) oleh Presiden Joko Widodo.

"Dan perlu juga kami sampaikan bahwa anggaran untuk tahun 2023, dan selanjutnya 2024 dirancang dan disusun tetap dengan menggunakan cara pandang sebagaimana yang berlaku dalam Undang-Undang Pemilu yaitu sistem proporsional daftar calon terbuka," kata Hasyim.

Hasyim selanjutnya membeberkan anggaran pemilu pada 2022, yakni sebesar Rp8,061 triliun dan yang disetujui dalam DIPA sebesar Rp3,63 triliun. Selanjutnya untuk 2023, anggaran yang diajukan adalah sebesar Rp 23,85 triliun dan yang disetujui sejumlah Rp 15,98 triliun.

"Perlu kami sampaikan kepada Komisi II DPR RI mengenai anggaran. Sebagaimana kita ketahui bahwa anggaran Pemilu 2024 adalah sekitar Rp76,6 triliun," ujarnya.

Satu-satunya fraksi di DPR RI yang kukuh mendorong penerapan sistem pemilu proporsional tertutup coblos partai, bukan calon legislatif, adalah PDIP. Sedangkan delapan dari sembilan fraksi sisanya menyatakan sikap menolak wacana penerapan sistem pemilu tersebut.

Delapan fraksi parpol di DPR tersebut adalah Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, Demokrat, PKS, PAN, dan PPP.

Sistem pemilu proporsional daftar tertutup berpeluang diterapkan karena proses gugatannya masih berlangsung di MK. Delapan partai politik pemilik kursi di DPR saat ini mengajukan diri untuk terlibat dalam sidang uji materi Pasal 168 Ayat (2) UU Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).

Mereka ingin terlibat dalam sidang uji materi itu sebagai pihak terkait dengan alasan tak ingin Pemilu 2024 dilakukan dengan sistem hanya coblos partai atau proporsional tertutup. Mereka juga mengingatkan KPU bekerja sesuai amanat undang-undang dan tetap independen.

Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi Universitas Muslim Indonesia Fahri Bachmid, mengatakan mekanisme dan sistem pemilu dengan model "close list propotional" atau sistem proporsional tertutup tetap konstitusional serta terjamin derajat demokratis.

Menurut dia, secara teoritik, dengan sistem tertutup itu dapat memperkuat sistem Presidensialisme.

"Serta penguatan kualitas demokrasi konstitusional Indonesia pada sisi lainnya, negara dapat mengorganize partai politik menjadi lebih kuat, dan aspiratif," kata dia dalam keterangannya pada Kamis (12/1/2023).

Hal tersebut dikatakan untuk merespons polemik diskursus terkait penerapan sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024.

Fahri Bachmid berpandangan bahwa hakikatnya diskursus konstitusional berkaitan dengan pilihan-pilihan sistem atau model Pemilu secara konseptual.

"Idealnya diarahkan kepada sistem Pemilu dan penguatan sistem presidensialisme sebagai sebuah preferensi yang telah diterima dan diatur dalam konstitusi UUD 1945, agar dipertimbangkan untuk merancang kembali desain sistem Pemilu yang mampu memperkuat sistem Presidensialisme pada satu sisi dan serta kualitas demokrasi Deliberatif Indonesia pada sisi lainnya."

Dia menjelaskan, idealnya proposional tertutup memiliki banyak keunggulan, sistem ini mampu meminimalisasi politik uang, karena biaya Pemilu yang lebih murah jika dibandingkan dengan sistem proporsional terbuka.

"Proporsional tertutup memastikan bahwa masyarakat cukup memilih partai dan nantinya partai yang akan mendelegasikan kader-kader potensial dan terbaiknya keparlemen, sesungguhnya Partai paham betul bahwa siapa kader mereka yang punya kapasitas, integritas, serta yang memahami ideologi dan konsep bernegara,” kata Fahri Bachmid.

Ia menambahkan, secara empirik, Indonesia pernah menggunakan dua varian itu, yaitu pada Pemilu 1955, Pemilu Orde Baru, dan Pemilu tahun 1999, dengan menggunakan daftar tertutup.

Sedangkan pasca-Perubahan UUD 1945, pilihan dengan menggunakan daftar terbuka, dan di praktekan pada Pemilu Legislatif 2004, 2009, 2014, dan 2019.

"Bahkan secara khusus untuk Pemilu 1955 melalui sistem tertutup menghasilkan anggota parlemen yang berkualitas tinggi serta negarawan."

"Hal tersebut dapat dicermati dengan pembahasan serta perdebatan akademik dan politik dalam sidang-sidang konstituante dalam pembahasan UUD definitif, yang mana perdebatan berlangsung secara cerdas dan substansial sesuai kapasitas anggota Parlemen."

"Ini salah satu cerminan bahwa dengan sistem tertutup tentunya Partai dapat mewadahi prinsip representasi dan sekaligus kualitas demokrasi, ini sangat kredible," katanya.

Fahri Bachmid yang juga sebagai Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi dan Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (PaKem FH-UMI) ini berpendapat bahwa secara teoritik, sesungguhnya tidak ada model sistem pemilu yang ideal di dunia ini, yang ada hanyalah sebuah sistem pemilu yang tepat.

"Dan yang paling cocok di satu negara tertentu dengan corak politik, kultur-budaya serta keadaan demografi setempat yang tentunya tidak sama antara negara yang satu dengan yang lainya," ucapnya.

Fahri Bachmid mengatakan bahwa proyeksi membangun sistem pemilu yang kredible serta futuristik untuk 2024 adalah harus mampu meningkatkan derajat representasi dan akuntabilitas anggota DPR.

Ia memastikan sistem pemilu harus mampu menghasilkan produk sistem kepartaian dengan jumlah partai sederhana, serta sistem pemilu harus mudah diselenggarakan serta ekonomis, serta mampu mengeleminir praktek politik transaksional.

Berdasarkan hal tersebut, menurutnya, maka opsi proporsional tertutup adalah sebuah keniscayaan konstitusional.

Fahri Bachmid menguraikan bahwa sistem dengan Close List Propotional atau sistem proposional tertutup pada prinsipnya telah sejalan dengan spirit demokrasi yang dianut dalam UUD NRI Tahun 1945, yang berorientasi agar mendorong peningkatan peran partai politik dalam kaderisasi sistem perwakilan.

Menurut Fahri Bachmid, secara konstitusional, Close List Propotional atau sistem proposional tertutup sesungguhnya telah senafas dengan ketentuan norma Pasal 22E ayat (3) UUD 1945.

Disebutkan dalam pasal tersebut, peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik", jadi basis legal konstitusional dari pelaksanaan sistem Pemilu untuk anggota DPR/DPRD pesertanya adalah partai politik.

Hal ini  berbeda dengan ketentuan norma Pasal 22E ayat (4) UUD 1945 untuk memilih anggota DPD RI, yang mengatur bahwa peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.

"Kalau untuk memilih calon anggota DPD RI basisnya adalah perseorangan, jika nantinya pemohon berhasil membuktikan dengan bangunan argumentasi konstitusionalnya yang kuat terkait kerugian jika tidak menerapkan sistem proporsional tertutup dalam Pemilu, dan Mahkamah Konstitusi memutus sesuai dalil permohonan pemohon agar sistem Pemilu dilaksanakan dengan proporsional tertutup," urainya. 

“Secara teknis salah satu upaya Pembentuk UU kedepannya adalah agar UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dapat dilakukan amandemen untuk mengatur semacam pranata Pemiliham pendahuluan atau mekanisme kandidasi pada internal partai politik agar mengakomodasi kaidah serta prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik secara bermakna, agar tercipta kematangan berdemokrasi yang sejalan dengan nilai-nilai pancasila serta demokrasi konstitusional yang kita anut,” tambah Fahri Bachmid. (tribun network/mar/mam/fal/dod).

Lihat Video Terkait Artikel: Pemilu 2024, Penduduk IKN Nusantara Belum Punya Wakil Rakyat di Semua Tingkatan

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved