Berita Nasional Terkini

Benarkah UMP 2026 akan Naik? Begini Kata Menaker Yassierli dan Usulan Koalisi Serikat Buruh

Menaker Yassierli memastikan bahwa kenaikan UMP 2026 masih terus berproses dan sesuai dengan putusan MK.

Tribunnews.com/Endrapta Pramudhiaz
PENETAPAN UMP 2026 - Potret Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli. Ia memastikan bahwa penetapan kenaikan UMP tahun 2026 masih terus berproses dan sesuai dengan putusan MK. Lantas, begini usulan Serikat Buruh terkait kenaikan upah. (Tribunnews.com/Endrapta Pramudhiaz) 

TRIBUNKALTIM.CO - Baru-baru ini, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengungkapkan bahwa pembahasan terkait kenaikan Upah Minimun Provinsi (UMP) 2026 masih terus berproses.

Ia menyebutkan, pemerintah melakukan kajian mendalam dan dialog sosial dengan berbagai pihak sebelum menetapkan besaran kenaikan upah tersebut.

Adapun Dewan Pengupahan Nasional juga mulai melakukan serangkaian rapat untuk membahas formula dan pertimbangan yang akan digunakan dalam penetapan UMP 2026.

Pasalnya, penetapan UMP tidak bisa dilakukan dengan terburu-buru. Selain mempertimbangkan data ekonomi dan aspirasi para pihak melalui dialog sosial, Yassierli juga menekankan pentingnya faktor regulasi.

“Semuanya harus dipertimbangkan. Jadi pertimbangkan banyak hal. Artinya ada faktor regulasi yang harus kita pertimbangkan. Kan putusan MK (Mahkamah Konstitusi) itu nomor satu, itu yang harus kita jalankan dulu. Baru kita lihat nanti yang terbaik untuk Indonesia seperti apa,” jelasnya pada Sabtu (11/10/2025), seperti dikutip dari Kompas.com.

Baca juga: Tak Berhenti di Noel, KPK Telusuri Aliran Dana ke Menaker Yassierli dan Eks Menteri Ida Fauziyah

Putusan MK tahun 2024 soal penentuan UMP

Sebelumnya, MK mewajibkan kembali pemberlakuan Upah Minimum Sektoral (UMS) untuk penentuan UMP.

Ini tercantum dalam Putusan MK Nomor 168/PUU-XXII/2024 pada 31 Oktober 2024 yang mengabulkan sebagian tuntutan sejumlah serikat pekerja soal isu ketenagakerjaan di dalam Undang-undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker) terbaru.

MK sependapat dengan gugatan yang dilayangkan oleh kaum buruh, di mana dalam praktiknya, penghapusan UMS sama saja negara tak memberi perlindungan yang memadai bagi pekerja.

Sebab, pekerja di sektor-sektor tertentu memiliki karakteristik dan risiko kerja yang berbeda.

Penghapusan UMS dianggap dapat mengancam standar perlindungan pekerja, khususnya pada sektor-sektor yang sebelumnya memerlukan perhatian khusus dari negara. Karena itulah, MK menegaskan bahwa UMS mesti diberlakukan kembali.

Masih dalam putusan yang sama, MK juga mengubah sejumlah pasal dalam klaster pengupahan. 

Pertama, MK mengembalikan komponen hidup layak sebagai bagian tak terpisahkan dari hitungan upah yang sebelumnya dihapus UU Ciptaker.

MK meminta pasal terkait pengupahan harus "mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua".

Kedua, MK menghidupkan lagi peran dewan pengupahan yang di dalamnya terdapat unsur pemerintah daerah sebagai bahan bagi pemerintah pusat menetapkan kebijakan upah.

Baca juga: Kisah Kadir, Buruh Ketam Kayu Ujoh Bilang Mahulu yang Bertahan di Tengah Keterbatasan

Aturan soal dewan pengupahan juga dilengkapi MK dengan klausul bahwa dewan tersebut "berpartisipasi secara aktif'.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved