Berita Samarinda Terkini

Diskusi Pro Kontra Pengesahan Perda RTRW Samarinda Hadirkan Wali Kota dan Ketua Bapemperda

Pasalnya, dua sosok itu menjadi representasi dua lembaga yang saling berbeda pandangan atas pengesahan Perda RTRW Kota Samarinda

Penulis: Sarikatunnisa | Editor: Samir Paturusi
TRIBUNKALTIM.CO/SARIKATUNNISA
Diskusi Pengesahan Perda RTRW Kota Samarinda mempertemukan Wali Kota Samarinda, Andi Harun dan Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Samarinda, Samri Shaputra, Akademisi Hukum Universitas Mulawarman (Unmul), Warkhatun Najidah dan Ketua DPD Rei Kaltim, Bagus Susetyo di Cafe Bagios Jalan KH Abdurrasyid Samarinda Kalimantan Timur pada Rabu (23/2/2023) malam.TRIBUNKALTIM.CO/SARIKATUNNISA 

TRIBUNKALTIM.CO,SAMARINDA- Diskusi Pengesahan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Samarinda mempertemukan Wali Kota  Andi Harun dan Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRDKota Samarinda, Samri Shaputra.

Setelah batalnya Sidang Paripurna DPRD Kota Samarinda pengesahan Raperda RTRW pada (14/2) dan Pengesahan Raperda RTRW oleh Pemkot Samarinda pada (16/2), membuat dua sosok ini menjadi buah bibir belakangan ini.

Pasalnya, dua sosok itu menjadi representasi dua lembaga yang saling berbeda pandangan atas pengesahan Perda RTRW Kota Samarinda.

Di satu pihak DPRD dinilai memperlambat, dipihak lain Pemkot dinilai ingin mempercepat.

Selain itu hadir pula sebagai narasumber Akademisi Hukum Universitas Mulawarman (Unmul), Warkhatun Najidah dan Ketua DPD Rei Kaltim, Bagus Susetyo.

Baca juga: Jadi Jantung IKN Nusantara, Samarinda Hapus Zona Pertambangan dari RTRW Mulai 2026

Baca juga: Pansus DPRD Kaltim Nilai Pengesahan RTRW Samarinda Terburu-buru

Diskusi yang diinisiasi Himpunan Mahasiswa Islam Kota Samarinda itu berlangsung di Cafe Bagios Jalan KH Abdurrasyid Samarinda Kalimantan Timur pada Rabu (23/2/2023) malam.

Ketua DPD REI Kaltim Bagus Susetyo mengawali diskusi dengan menyampaikan keluh kesah pihak pengembang selama ini.

Setelah hadirnya Perda Nomor 16 Tahun 2014 tentang RTRW pada 2018 mengubah status tanah yang dikuasai 17 pengembang di 22 lokasi dari perumahan jadi hutan kota.

"Karena adanya peraturan daerah terbaru mengenai tata ruang membekukan usaha kami," katanya.

Sehingga, revisi RTRW diharapkan membawa angin segar bagi pengembang perumahan di Samarinda.

Sementara itu, Ketua Bapemperda, Samri Shaputra merasa penting akomodir keinginan masyarakat termasuk juga para pengusahan dalam Raperda RTRW.

Sebelum ditetapkan oleh Pemkot, pihaknya juga memanggil pihak yang ajukan PK ada dari Pihak REI.

Itu menjadi salah satu pertimbangan baginya di samping bahwa Bapemperda telah berkonsultasi ke Kementerian Dalam Negeri

"Kami katakan perlu pendalaman secara baik agar tidak ceroboh dan menjadi malapetaka di kemudian hari," katanya.

Namun, ia menekankan bahwa dalam hal ini tidak ada pihak yang benar atau salah, jika pun ada menurutnya maka kedua belah pihak sama-sama benar atau sama-sama salah.

"Itu bisa dinilai sama-sama benar sehingga kita saling menghormati, atau kalau kemudian ada yang salah mesti harus sama sama salah kemudian kita sama sama memperbaiki," tutupnya.

Dilain pihak, Wali Kota Samarinda, Andi Harun mengatakan bahwa Perda RTRW tersebut sebelumnya telah terlalu lama dibahas.

Itu juga mengungkapkan bahwa Perda tersebut telah melalui sinkronisasi dengan RTRW Provinsi Kaltim. Setalah konsolidasi dengan Provinsi ia katakan, tak ada yang berbeda. “Jadi untuk apa kita tunda” ucapnya.

Terlebih ada arahan dari Kementerian ART BPN yang bersifat segera agar bahwa batas terakhir pengesahannya adalah pada 13 Februari oleh DPRD Kota Samarinda dan 13 Maret oleh Pemkot Samarinda.

Sehingga menurutnya Pemkot Samarinda telah berjalan dijalur yang benar.

"Ada namanya asas limitatif, nggak bisa bergerak. Bukan kapasitasnya pemerintah untuk menunda," katanya.

Ia juga menyayangkan konperensi pers yang dilakukan oleh Bapemperda DPRD Kota Samarinda lalu.

Menurutnya, seharusnya Bapemperda mendahulukan dialog dengan Pemkot Samarinda.

Sehingga Pemkot tidak terkesan seakan mempercepat pengesahan Raperda tersebut.

Ia juga membantah Pemkot Samarinda menarik draft Raperda tersebut sebelumnya. Bahkan ia katakan bahwa ia memegang bukti-bukti pembahasan Raperda itu sebelumnya.

Di akhir, Andi Harun mengatakan tidak membenarkan 100 persen sikap pemerintah. Jika Perda tersebut kemudian tidak disetujui kementerian ia mengaku akan legowo.

"Yang kita lakukan adalah mengikuti rangkaian proses dan mengikuti permintaan nasional. Kalau kemudian tidak disetujui saya kemudian tidak jadi baper," ucapnya.

Baca juga: Walikota Andi Harun Tetapkan Raperda RTRW Samarinda Tahun 2022-2042 jadi Perda

Akademisi Hukum Unmul, Warkhatun Najidah pada kesempatan tersebut tidak ingin banyak berkomentar terkait dengan keabsahan Perda RTRW tersebut.

Karena menurutnya, untuk menentukan itu harus melakukan cocok formil terlebih dahulu.

Ia memandang apa yang terjadi antara Wali Kota dengan DPRD itu dinamika legislasi.

"Secara proses hukum sudah ada tahap-tahapnya bagaimana kalau deadlock bagaimana. Dan andaikan itu bermasalah masyarakat juga bisa judisial review," ucapnya.

Namun, ia memberikan catatan kritis bahwa seharusnya pembahasan Raperda melibatkan banyak stake holder, termasuk masyarakat yang terdampak langsung dan akademisi.

"Saya tadi mengutamakan sebenarnya partisipasi publik itu juga perlu kualitas bukan hanya sekedar ada acara-acara tapi yang diundang itu-itu aja tanpa ada pembahasan yang signifikan," katanya.

Hal itu berkaca dari dosa masa lalu. Dimana ada banyak ilegal mining dan permasalahan lain yang harus diselesaikan di RTRW. (*)

 

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved