TRIBUNKALTIM.CO, SANGATTA - Pesta adat budaya Dayak, Lomplai, mewakili Kabupaten Kutai Timur dalam Kharisma Event Nusantara (KEN) 2023. Event garapan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) di tingkat nasional itu memilih pesta adat Lomplai masuk dalam agendanya.
Kegiatan pesta adat di KEN 2023 sudah dimulai sejak 19 Maret 2023 kemarin. Namun, telah disepakati bersama dengan kepala adat dan kecamatan setempat bahwa puncak acara akan digelar pada 1 dan 2 Mei 2023 di Desa Nehas Liah Bing, Kecamatan Muara Wahau.
"Ini alhamdulillah sekarang Lomplai masuk event nasional, Kharisma Event Nusantara 2023," ungkap Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Kutim, Nurullah di Hotel Royal Victoria, Sangatta, Senin (20/3).
"Semoga KEN 2023 ini dapat membawa nama baik Kutai Timur karena bukan lagi level kecamatan tapi sudah masuk di agenda nasional, kita berharap pak menteri bisa hadir di puncak acara tersebut," ucapnya.
Sejauh ini, pihaknya tengah mempersiapkan acara puncak pesta adat Lomplai di Desa Nehas Liang Bing, Muara Wahau. Sebenarnya, pesta tersebut digelar mulai dari 19 Maret hingga 6 Mei 2023.
Ia berharap melalui agenda KEN 2023 ini semakin banyak wisatawan yang ingin mengunjungi Kutai Timur. "Harapannya kegiatan nanti di tanggal 1 dan 2 Mei dapat menarik wisatawan dari luar yang mau berkunjung ke Kutim," imbuhnya.
Untuk diketahui, perwakilan kegiatan Kalimantan Timur dalam KEN 2023 diantaranya Lomplai Festival dari Kutim, Balikpapan Fest dari Balikpapan, dan Tenggarong International Folk Art Festival dari Kutai Kertanegara.
Pada tangfal 1 Mei 2023, pesta adat Lomplai akan menampilkan Naq Jengea dan kesenian, lalu jadwal kegiatan pada tanggal 2 Mei 2023 diantaranya Embeb Jengea, Naq Unding, Menjamu Tamu, Tiaq Deaq Jengea, Bea Mai Min, Laq Gues, dan Kesenian Hudoq.
Upacara adat Lompai ini digelar setiap tahun. Salah satu tarian adat yakni Tumbambataq, ditampilkan pada uapacara adat tersebut. Alunan gong dan tabuhan gendang didendangkan malam hari, Dari hulu ujung kampung, para penari berlenggak-lenggok memasuki lapangan balai desa. Para penari menampilkan jenis tarian yang disebut Tumbambataq.
Kepala adat Dayak Wehea, Helaq Tot mengungkapkan, tarian tersebut sebagai ungkapan syukur masyarakat Dayak Wehea atas panen padi. "Gerakan kaki kanan kedepan satu langkah, putar setengah badan, lalu balas kaki kiri maju satu langkah dan putarkan setengah badan, posisi tangan dan kepala menirukan gerak burung," ujarnya.
Perlengkapan tari haruslah menggunakan pakaian adat lengkap. Para perempuan juga ikut berlenggak tarian Tumbambata. Laki-laki menggunakan kehpai, yakni baju adat yang bermotif batik lengan panjang, tapi berukuran setengah badan. Untuk bawahan sendiri menyerupai sarung yang disebut kewing.
Sedangkan bagi kaum perempuan, kostum yang dipakai adalah pakaian tradisional masyarakat dayak Wehea, dan dihiasi aksesoris kalung manik. Penutup kepala perempuan disebut klethok, yakni berwarna merah yang bentuknya menyerupai kopiah namun ukurannya lebih kecil.
Saking antusiasnya masyarakat merayakan Erau Bobjengea, tarian yang dimulai sejak pukul 20.00 wita, berlangsung hingga dini hari.
Tari-tarian tersebut merupakan bagian kedua dari rangkaian puncak acara Festival Erau Bobjengea atau Lomplai, yang melibatkan 6 desa masyarakat Dayak Wehea di Kecamatan Muara Wahau. (m03)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.