Pemilu 2024

Apapun Putusan MK, KPU Tetap Jalan Sesuai Aturan, Pengamat: Proporsional Tertutup Untungkan Partai

Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menguji gugatan atas beberapa pasal di UU 7/2017 tentang Pemilu. Perkara ini teregistrasi nomor 114/PUU-XX/2022

Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Mathias Masan Ola
Tribunkaltim.co/Nevrianto HP
ILUSTRASI PEMILU - Terkait sistem proporsional tertutup maupun terbuka, penyelenggara Pemilu akan tetap melaksanakan tahapan sesuai aturan yang ditetapkan. Sementara pengamat menilai jika proporsional tertutup ditetapkan, maka menjadi keuntungan bagi partai politik (parpol). Tribunkaltim.co/ Nevrianto HP 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menguji gugatan atas beberapa pasal di UU 7/2017 tentang Pemilu. Perkara ini teregistrasi nomor 114/PUU-XX/2022.

Salah satu gugatan yang dilayangkan yakni pasal yang mengatur soal sistem pemilu.

Dari sembilan partai di parlemen, hanya PDIP yang mendukung diterapkan sistem coblos partai (proporsional tertutup).

Baca juga: SBY Peringatkan soal Chaos Politik Jika MK Kembalikan Sistem Proporsional Tertutup di Pemilu 2024

Sedangkan, delapan fraksi lainnya mulai dari Partai Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PAN, PKS, Demokrat, dan PPP menolak wacana ini.

Sistem proporsional tertutup merupakan penentuan seorang kandidat sesuai dengan posisi tertentu bukan dari jumlah suara masing-masing individu.

Tapi, dari perolehan suara terhadap partai politik, artinya suara diberikan ke suatu partai dan tidak langsung ke calon legislatif (caleg).

Sehingga, saat parpol mengusung enam nama dan memperoleh dua suara, maka dua orang di urutan atas akan mengambil kursi.

Publik kini menunggu putusan MK terkait apakah nantinya Pemilu 2024 akan dilangsungkan dengan sistem proporsional tertutup atau terbuka seperti yang sudah dijalankan.

Baca juga: Respon MK terkait Denny Indrayana yang Dapat Bocoran MK akan Putuskan Sistem Proporsional Tertutup

Anggota KPU Samarinda, Najib Muhammad, tak ingin jauh menanggapi terkait hal ini.

Pihaknya sebagai penyelenggara akan mematuhi aturan main yang diberlakukan.

Baik tertutup maupun terbuka, pihaknya akan tetap menjalankan tahapan pemilu.

"Pada prinsipnya apapun keputusan MK itu kita jalankan. KPU ini hanya penyelenggara yang melaksanakan kegiatan sesuai aturan dan ketentuan yang ada," singkatnya, Selasa (30/5/2023).

Tentu terkait keputusan MK nantinya, tidak menjadi masalah dan bisa dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ada.

Baca juga: Denny Indrayana dapat Bocoran, MK akan Putuskan Pileg Sistem Proporsional Tertutup, Respon Golkar

Pengamat Politik yang juga akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman (Fisip Unmul), Budiman memberi tanggapan.

Terkait sistem proporsional tertutup ada sejumlah kelebihan dan kekurangan dari sistem lama ini.

"Memang ini yang akan diuntungkan partai. Apalagi partai besar yang dikenal banyak orang," sebutnya.

"Ini menjadi tugas caleg untuk mempromosikan partainya. Disisi lain, ini juga menguntungkan mereka yang berada di sisi satu sampai tiga," sambungnya.

Menurut Budiman, sistem proporsional tertutup membuat seseorang menjadi lebih loyal pada partai.

Selama ini, para caleg hanya sibuk mempromosikan diri atau personal branding, ketimbang partainya.

Sedangkan dari segi penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu akan membuat porsi pekerjaan mengecil, karena sistem perhitungan akan lebih cepat.

"Karena ada tahapan yang dilewati," tukas Budiman.

Baca juga: Soroti Sistem Pemilu Proporsional Tertutup, Rocky Gerung Sebut Sistem Politik Indonesia Kotor

Jumlah partai yang lebih sedikit, juga menjadi keuntungan, membuat negara stabil ketimbang lebih banyak partai.

Partai harus mempunyai ciri khas tersendiri untuk dipilih rakyat.

"Jadi mereka (partai) juga jelas arah perjuangan nanti kemana," ujarnya.

Namun demikian, kekurangan sistem proporsional tertutup juga ada.

Sistem ini membuka ruang bagi partai untuk bertransaksi uang guna mengambil posisi suara, dengan sistem lobi-lobi politik guna mencari nomor nantinya.

"Bisa jadi jual beli nomor urut. Hal ini jelas melanggar, jika hal awalnya tidak baik maka kebohongan yang lain akan terjadi," tandas Budiman.

Baca juga: 8 Parpol Parlemen Tolak Wacana Sistem Proporsional Tertutup, Disebut Merampas Hak Rakyat

Pandangan juga disampaikan oleh Pengamat Hukum sekaligus Akademisi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (FH Unmul) Herdiansyah Hamzah, ia menanggapi terkait Pemilu dengan sistem proporsional terbuka atau tertutup ini.

Sederhananya, jika sistem proporsional terbuka pemilih dapat memilih wakil-wakilnya secara langsung, maka proporsional tertutup pemilih hanya memilih partai politik (parpol).

"Wakil-wakil yang terpilih ditetapkan oleh parpol berdasarkan nomor urut. Jadi, kendali penuh ada di tangan parpol. Sebenarnya baik terbuka maupun tertutup, keduanya memungkinkan digunakan, semua tergantung pembentuk undang-undang (DPR dan pemerintah) mau memilih yang mana," jelas pria yang akrab disapa Castro ini.

Castro menyinggung, meski kedua sistem tak jadi persoalan jika nanti salah satunya dipilih untuk dijalankan. Namun, dalam kondisi sekarang parpol hari ini dikuasai oleh para oligarki, dikuasai oleh para pemodal, dan keputusan- keputusannya diambil tidak secara demokratis.

Maka politik akan semakin rusak jika pilihannya proporsional tertutup. Kekuasaan partai politik akan semakin besar, ruang partisipasi akan semakin mengecil.

"Jadi bagi saya, kembali ke proporsional tertutup, adalah kemunduran besar bagi demokrasi dan politik kita. Dan kemenangan bagi para oligarki yang selama ini memegang kendali partai politik. Mereka pasti tertawa girang jika diputuskan kembali ke proporsional tertutup," tegas Castro. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved