Berita Viral

Sensorik Otak Rusak Berat, Diduga Jadi Penyebab Pemuda di Bukittinggi 11 Tahun Setubuhi Ibu Kandung

Kerusakan otak yang dialami pemuda 28 tahun di Bukittinggi, Sumatra Barat, dituding jadi penyebab ia melakukan hubungan badan dengan ibunya.

Istimewa
Pemuda 28 tahun di Bukittinggi, Sumatra Barat melakukan hubungan badan dengan ibu kandungnya selama 11 tahun, dan kini baru terungkap. 

TRIBUNKALTIM.CO - Kerusakan otak yang dialami pemuda 28 tahun di Bukittinggi, Sumatra Barat, dituding jadi penyebab ia melakukan hubungan badan dengan ibunya selama 11 tahun.

Kini terungkap penyebab otak anak tersebut rusak hingga nekat setubuhi ibu kandung sejak SMA.

Ternyata anak yang setubuhi ibu kandung tersebut kecanduan hal ini sejak SMP.

Mulai kerap menggauli ibu kandungnya sejak SMA, kini pria tersebut telah berumur 28 tahun.

Dikabarkan bahwa pria tersebut alami kerusakan otak.

Berikut ini cerita lengkapnya kasus inses ibu dan anak di Bukittinggi.

Kasus hubungan inses pertama kali diungkap oleh Wali Kota Bukittinggi Erman Safar.

Ketika itu Erma sedang menjadi pembicara saat Sosialisasi Pencegahan Pernikahan Anak di Bukittinggi, Rabu (21/6/2023) kemarin.

Baca juga: Kasus Kejahatan Asusila pada Anak di Samarinda Cenderung Meningkat

Ia bercerita, ada seorang pemuda yang dikarantina karena telah menyetubuhi ibu kandungnya sendiri.

"Ada anak yang sekarang sudah berusia 28 tahun, lagi kita karantina," ungkap Erma.

"Anak itu sejak SMA sudah berhubungan badan dengan ibunya," lanjut Erma.

Pemuda tersebut kini di bawah pengawasan LSM Ganggam Solidaritas-Instruktur Penerimaan Wajib Lapor (IPWL) Agam Solid.

Ketua IPWL Agam Solid, Sukendra Madra membenarkan, pihaknya melakukan karantina terhadap yang berangkutan.

Terhitung sudah jalan 7 bulan pemuda tersebut menjalani karantina.

Sukendra menyebut, karantina diminta langsung oleh pihak keluarga.

"Anak ini bisa kami karantina, karena ada laporan dari keluarga."

Baca juga: Miris, Bocah 11 Tahun di Kutai Kartanegara Lakukan Tindak Asusila ke Balita

"Mereka meminta untuk direhab. Sebab, anak ini sudah mulai mengancam dengan senjata tajam juga," ucap Sukendra.

Alami kerusakan otak

Sukendra melanjutkan, IPWL Agam Solid sudah melakukan sederet pemeriksaan terhadap kondisi pemuda ini.

Hasilnya, ia terindikasi mengalami gangguan jiwa.

"Kami tes menggunakan metode-metode khusus, (juga) tampak sensorik otaknya sudah rusak," imbuh Sukendra.

Sukendra menduga, kondisi pemuda ini disebabkan zat-zat adiktif seperti lem dan narkotika.

Yang bersangkutan telah mengaku sering ngelem sejak masih SMP.

Aktivitas tersebut membuat microsensorik otaknya jadi terganggu.

Baca juga: Kronologi Bocah di Berau jadi Korban Asusila, Diduga Pelaku Si Kakak Ipar dan Pria 18 Tahun

Lebih jauh pengaruhnya tidak bisa membedakan mana yang baik dan buruk.

Pemuda itu kemudian melakukan persetubuhan dengan ibu kandungnya sejak SMA hingga sudah dewasa.

Ia juga sempat hendak menggauli adik perempuannya sendiri.

"Jika saya tanya ke anak itu, dia jawab, bahwa tak enak dengan sang adik."

"Sebab, sering ditolak dan dimarahi. Makanya lebih mau dengan ibunya saja," tutur Sukendra.

Sukendra menambahkan, pihaknya berusaha keras memberikan terapi kepada yang bersangkutan.

"Sebisa kami, di IPWL ini kami lakukan pembinaan, mulai mengajari mereka mana yang baik dan buruk."

"Khusus untuk kasus inses itu, kami lihat penyembuhan jiwanya bakal lama," pungkas Sukendra.

Baca juga: Ancam Sebarkan Video Asusila karena Tolak VCS, Pelajar di Nunukan Diamankan Polisi

Kasat Reskrim Polresta Bukittinggi, AKP Fetrizal mengaku telah mendengar kabar anak inses dengan ibu kandungnya.

Oleh karenanya, pihaknya masih mengumpulkan informasi guna melakukan pendalaman.

"Kami akan segera koordinasi dengan Wali Kota Bukittinggi, soal kasus inses ini."

"Dimana lokasinya dan kapan terjadinya, tentu butuh proses," terang Fetrizal.

Fetrizal belum bisa menentukan kasus ini ada unsur pidananya atau tidak.

Semua akan ditentukan setelah Polresta Bukittinggi sudah selesai mempelajarinya.

Berikut ini sejumlah fakta mengenai hubungan badan antara anak dan ibu di Bukittinggi, Sumatra Barat:

1. Dikarantina

Tak tinggal diam, sang Wali Kota Bukittinggi langsung ambil langkah tegas setelah mengetahui adanya hubungan badan antara anak dan ibu tersebut.

Baca juga: 18 Duta Genre di Samarinda, Perannya Tangkal Asusila hingga Pernikahan Dini demi Cegah Stunting

Anak dan ibu itu langsung dikarantina.

"Ada anak yang sekarang sudah berusia 28 tahun, lagi kita karantina.

Anak itu sejak SMA sudah berhubungan badan dengan ibunya," ungkap Wali Kota Bukittinggi.

Bahkan, Erman Safar menyampaikan, latar belakang pemuda yang kini sedang di karantina, berada di lingkungan agamis.

Pasalnya, adik pemuda itu seorang hafiz quran, lalu ibunya berkerudung besar.

Orang tua laki-lakinya pun kata Erman masih ada.

"(Pemkot Bukittinggi) sedang mengkarantina (pemuda itu), sudah masuk lima bulan berjalan," terang pria yang akrab disapa Bang Wako itu.

2. Alami Halusinasi dan Gangguan Jiwa

Sementara itu, Pemuda 28 tahun di Bukittinggi pelaku inses dengan ibu kandungnya diduga mengalami gangguan jiwa hingga mengidap halusinasi akut.

Baca juga: 14 Santriwati Batang Jateng jadi Korban Asusila Pengasuh Ponpes, Modus Nikah Siri tanpa Saksi

Fakta itu terungkap, berdasarkan penjelasan Instruktur Penerimaan Wajib Lapor (IPWL) Agam Solid tempat pelaku dikarantina.

Sebagaimana diketahui, pemuda tersebut diketahui sudah bertahun-tahun melakukan inses dengan ibu kandungnya sejak masih duduk di bangku SMA.

3. Tak Hanya Ibu, Adiknya Juga Turut Jadi Sasaran

Ketua IPWL Agam Solid, Sukendra Madra mengatakan anak laki-laki itu tidak hanya menggauli ibu kandungnya saja.

Namun, juga sering berbuat hal yang tak sepatutnya kepada adik perempuannya.

"Setelah kami assesment atau ciek dengan metode-metode khusus, fakta mengejutkan terungkap, bahwa anak ini tak hanya menggauli ibunya saja," ungkapnya Jumat (23/6/2023).

Namun, menurut Sukendra, pemuda tersebut juga turut berbuat hal tak senonoh kepada sang adik.

Beruntung, adiknya berani menolak dan pemuda itu tak sampai berbuat lebih jauh.

Baca juga: Pesta Miras Usai Permisahan Sekolah, 10 Lulusan SMK di Tanjung Selor Lakukan Tindakan Asusila

"Jika saya tanya ke anak itu, dia jawab, bahwa tak enak dengan sang adik. Sebab, sering ditolak dan dimarahi. Makanya lebih mau dengan ibunya saja," tutur Sukendra.

4. Akibat Narkotika dan Lem

Tindakan anak inses dengan ibunya itu, Sukendra nilai, akibat efek zat adiktif serupa lem dan narkotika.

Sebab, pemuda itu kata Sukendra, sudah dalam kondisi halusinasi akut dan bahkan mengalami gangguan jiwa.

"Akibat lem dan zat-zat berbahaya lainnya ini, selain halusinasi dan gangguan jiwa, anak ini sekarang juga mengalami sakit di bagian fisik, lambungnya juga telah berulah," terang Sukendra.

Lebih lanjut, Sukendra menyampaikan, saraf otak pemuda itu juga sudah mengalami kerusakan akut, perlu ditangani dengan serius.

"Sebisa kami, di IPWL ini kami lakukan pembinaan, mulai mengajari mereka mana yang baik dan buruk. Khusus untuk kasus inses itu, kami lihat penyembuhan jiwanya bakal lama," pungkas Sukendra.

5. Dampak Buruk Hubungan Inses Menurut Dokter

Dilansir dari pemberitaan Kompas.com pada (03/05/2023), hubungan inses sangat berdampak buruk.

Baca juga: Usai Dampingi Korban Asusila, Relawan TRC PPA Kaltim Diduga Menjadi Korban Pelecehan Driver Online

Penjelasan dokter Dokter spesialis obstetri dan ginekologi (Obgyn) RS Advent Bandung, Wawang Sukarya menjelaskan inses adalah hubungan seksual sedarah, misal ayah dengan anak, ibu dengan anak, atau kakak beradik.

Ia menyampaikan, yang paling banyak terjadi adalah hubungan seksual sedarah ayah dengan anak perempuannya.

"Jika melakukan hubungan sedarah dengan anggota keluarga, maka risiko melahirkan bayi dengan cacat bawaan (kelainan genetik) meningkat," ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (3/5/2023).

Wawang mengungkapkan, pada penelitian di luar negeri menyebutkan adanya risiko bayi inses yang akan mengalami cacat bawaan sekitar 40 persen dari total kasus yang terjadi.

"Risiko meningkat bukan berarti pasti terjadi cacat bawaan, kemungkinan cacatnya adalah 40 persen," jelasnya.

Kendati demikian, Wawang mengatakan bahwa tidak hanya cacat bawaan saja.

Ada kemungkinan lain yang bisa terjadi akibat dari hubungan sedarah, di mana bisa menyebabkan kematian dini dan kelainan mental pada bayi tersebut.

Sehingga, adanya hubungan inses itu dilarang dan tidak diperbolehkan.

Baca juga: Usai Dampingi Korban Asusila, Relawan TRC PPA Kaltim Diduga Menjadi Korban Pelecehan Driver Online

Terpisah, dokter spesialis obstetri dan ginekologi RSIA Anugerah Semarang Indra Adi Susianto menyampaikan, selain keluarga kandung, dalam pengertian klinis, perkawinan antara dua anggota keluarga yang merupakan sepupu dekat dianggap memenuhi syarat sebagai perkawinan sedarah.

Hal tersebut didasarkan pada salinan gen yang mungkin diterima oleh keturunan mereka.

Indra menjelaskan, studi terbaru menunjukkan bahwa risiko sepupu pertama untuk menularkan penyakit sebesar 2-3 persen lebih tinggi daripada orang yang tidak terkait.

"Risiko mewariskan penyakit genetik jauh lebih tinggi untuk pernikahan sedarah antara saudara kandung daripada sepupu pertama," ujarnya terpisah.

"Untuk lebih spesifik, dua saudara kandung yang memiliki anak bersama akan memiliki peluang lebih tinggi untuk menularkan penyakit resesif kepada anak mereka," tambahnya.

Resesif berarti kedua salinan gen harus dalam versi yang sama agar dapat berpengaruh.

Contoh ciri-ciri resesif yang umum adalah rambut merah atau mata biru. Selain itu, salinan gen yang tidak bekerja dengan baik (atau tidak berfungsi sama sekali) dapat menyebabkan penyakit resesif.

Indra mengatakan, setiap manusia hanya memerlukan satu salinan yang berfungsi karena dapat mengompensasi salinan yang tidak berfungsi tersebut.

"Kita semua memiliki beberapa gen penyakit resesif. Tetapi kita biasanya memiliki salinan gen kedua yang berfungsi untuk membuat kita sehat.

Ketika seseorang memiliki satu salinan normal dan satu salinan gen penyakit, maka seseorang itu disebut 'pembawa' penyakit," jelasnya.

Ia mengungkapkan pembawa tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit, tetapi mereka dapat menularkan gen versi penyakit kepada anak-anak mereka. (*)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved