IKN Nusantara

Ombudsman Ungkap Administrasi Lahan IKN Nusantara Kacau, Hak Warga Tak Terlindungi

Ombudsman ungkap administrasi lahan IKN Nusantara kacau, hak warga tak terlindungi

Penulis: Rafan Arif Dwinanto | Editor: Jofan Giantirta

TRIBUNKALTIM.CO - Anggota Ombudsman RI, Dadan S Suharmawijaya menyebut pihaknya menemukan setidaknya enam tindakan maladministrasi di daerah delineasi Ibu Kota Nusantara atau IKN Nusantara, Kalimantan Timur.

Dilansir dari Tribun Toraja, hal ini disebabkan terbitnya Surat Edaran Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian ATR/BPN Nomor 3/SE-400.HR.02/II/2022 tanggal 14 Februari 2022, tentang Pembatasan dan Penerbitan dan Pengalihan Hak Atas Tanah di Wilayah Ibu Kota Negara(IKN).

"Kita melihat ada silang regulasi yang tidak sama.

Itu dari sana lah yang membuat adanya pelayanan yang terganggu di masyarakatnya," kata Dadan dalam Konferensi Pers Penyampaian Investigasi Atas Prakarsa Sendiri (IAPS) di kantornya, Kamis (27/7).

Dadan mengatakan, berdasarkan hal tersebut pihaknya melakukan investigasi dengan mengunjungi 17 lokasi yang terdiri dari 2 Kantor Pertanahan, 6 Kecamatan, 4 Kelurahan Desa dan 5 OPD.

Baca juga: Kutai Barat Mitra IKN Nusantara, Antisipasi Datangnya Banyak Manusia Segera Revisi RTRW

Berdasarkan hasil investigasi selama kurun waktu Juni 2022 sampai awal tahun 2023, lanjut Dadan Ombudsman sendiri mendapati enam temuan maladministrasi.

Temuan pertama, layanan permohonan surat keterangan tanah dan pendaftaran tanah terhenti di desa dan di Kantor Pertanahan.

Kedua, terdapat lokasi yang tidak termasuk daerah delineasi IKN tetapi terdapat penghentian pelayanan, baik pendaftaran tanah dan layanan penerbitan surat keterangan penguasaan kepemilikan tanah.

"Ketiga, kami memang ya mengidentifikasi surat edaran Direktorat Jenderal penetapan hak atas tanah, ini bertentangan dengan Peraturan Presiden nomor 65 karena adanya perluasan tadi perluasan penghentian layanan," tutur dia.

Selanjutnya, temuan keempat adanya penghentian penerbitan surat keterangan penguasaan atau pemilikan tanah dan pendaftaran tanah pertama kali.

"Ini mengakibatkan minimnya perlindungan hak keperdataan masyarakat dari sasaran mafia tanah.

Jadi memang tujuan regulasi diterbitkannya SE itu tadinya untuk meminimalisir atau untuk mencegah adanya mafia tanah tapi di sisi lain karena masyarakat yang memiliki tanah juga dihentikan pelayanannya mereka tidak menjadi tidak terlindungi," ujarnya.

Sedangkan temuan kelima, terdapat 11 aset pemerintah daerah dari Penajam Paser Utara yang statusnya itu moratorium dalam pendaftaran tanah pertama kalinya.

"Karena ada di kawasan IKN, padahal itu sudah jelas-jelas aset milik Pemda tapi tidak bisa terlegalisasi," ucap dia.

Terakhir, perluasan lingkup SE pengaturan yang tidak semata-mata pengendalian, yang secara umum menyebabkan terhentinya layanan kepemilikan tanah di Kecamatan atau Desa setempat dan di Kantor Pertanahan setempat.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved