Pendidikan

Nadiem Makarim Luncurkan Aturan Baru, Mahasiswa Kini Tidak Wajib Skripsi, Begini Syaratnya

Nadiem Makarim meluncurkan aturan baru, mahasiswa kini tidak wajib skripsi, begini syaratnya.

|
Editor: Diah Anggraeni
canva
Nadiem Makarim meluncurkan aturan baru, mahasiswa kini tidak wajib skripsi, begini syaratnya. 

TRIBUNKALTIM.CO - Nadiem Makarim meluncurkan aturan baru, mahasiswa kini tidak wajib skripsi, begini syaratnya.

Pemerintah mengeluarkan aturan baru bagi mahasiswa yang sedang mengambil S1 atau D4.

Aturan terbaru ini memungkinkan mahasiswa tidak wajib skripsi lagi sebagai syarat untuk kelulusan.

Namun, ada syarat yang harus dipenuhi agar mahasiswa tidak wajib skripsi.

Lantas, apa syarat yang harus dipenuhi agar mahasiswa tidak wajib skripsi?

Simak penjelasan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim berikut ini.

Baca juga: Terang-terangan Nadiem Makarim Akui Kena Getah Setiap Tahun Soal Zonasi: Itu Bukan Kebijakan Saya

Baca juga: Nadiem Makarim Sebut PPDB Zonasi Bikin Repot, Mengaku Kena Getah Kebijakan Muhadjir Tiap Tahun

Baca juga: Kabar Gembira! Kontrak Guru PPPK Dihapus, Statusnya Setara dengan CPNS? Tengok Kata Nadiem Makarim

Mendikbud Ristek Nadiem Makarim meluncurkan aturan soal mahasiswa tak wajib skripsi dalam Merdeka Belajar Episode ke-26: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi, Selasa (29/8/2023).

"Tugas akhir bisa berbentuk macam-macam. Bisa bentuk prototipe dan proyek. Bisa bentuk lainnya. Tidak hanya skripsi atau disertasi. Bukan berarti tidak bisa tesis atau disertasi, tetapi keputusan ini ada di masing-masing perguruan tinggi," ujar Nadiem dikutip dari Kontan.co.id.

Dia menegaskan, setiap kepala prodi punya kemerdekaan sendiri dalam menentukan standar capaian kelulusan mahasiswa mereka.

Maka dari itu, standar terkait capaian lulusan ini tidak dijabarkan secara rinci lagi di Standar Nasional Pendidikan tinggi.

"Perguruan tinggi dapat merumuskan kompetensi sikap dan keterampilan secara terintegrasi," jelas dia.

Aturan soal mahasiswa tak wajib skripsi ini tertuang dalam Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.

Syarat mahasiswa tidak wajib skripsi ini adalah prodi mahasiswa yang bersangkutan sudah menerapkan kurikulum berbasis proyek maupun bentuk lain yang sudah sejenis.

Sedangkan mahasiswa yang kurikulumnya berbasis proyek, maka syarat lulus kuliahnya bisa seperti prototipe, proyek, maupun bentuk sejenis lainnya.

Tugas akhir ini juga dapat dikerjakan secara individu maupun berkelompok.

Baca juga: Rekrutmen PPPK Guru Berubah, Nadiem Makarim Beber 3 Pilar Solusi, Salah Satunya Pakai Marketplace

Sementara pada aturan sebelumnya, kompetensi sikap dan pengetahuan dijabarkan terpisah dan secara rinci.

Mahasiswa sarjana dan sarjana terapan pun diwajibkan membuat skripsi.

Mahasiswa magister juga wajib menerbitkan makalah di jurnal ilmiah terakreditasi, sedangkan doktor wajib menerbitkan makalah di jurnal internasional bereputasi.

"Di saat ini, ada berbagai macam cara menunjukkan kemampuan lulusan perguruan tinggi kita. Karena ada berbagai prodi yang mungkin cara kita menunjukkan kemampuan kompetensi dengan cara lain," tutur dia.

Dia berharap dengan adanya aturan ini bisa membuat setiap prodi di perguruan tinggi bisa lebih leluasa menentukan syarat kompetensi lulusan, baik lewat skripsi atau bentuk lain.

Baca juga: Perekrutan PPPK Guru 2024 Terapkan Sistem Marketplace, Nadiem Makarim: Ada Insentif Tambahan

Kata Pengamat

Pengamat kebijakan pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Prof Cecep Darmawan, setuju dengan kebijakan Mendikbudristek Nadiem Makarim yang menjadikan skripsi bukan satu-satunya syarat kelulusan bagi mahasiswa S1 dan D4.

Sejumlah perguruan tinggi, ujarnya, bahkan sudah mulai menerapkannya. Salah satunya Universitas Terbuka.

"Di UT itu kan tidak ada skripsi, tapi lulusannya ada yang bisa melanjutkan ke Universitas Indonesia (UI) dan perguruan tinggi lain," ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (29/8).

Namun, karena hal itu kini sudah menjadi kebijakan nasional, ujar Cecep, perlu diperjelas seperti apa saja bentuk lain dari tugas akhir selain skripsi tersebut.

Setiap prodi, kata Cecep, harus menyiapkan pilihan kepada mahasiswa apakah ingin tetap membuat skripsi atau diganti bentuk lain.

"Bukan berarti tidak boleh skripsi, tapi boleh bentuk lain. Misalnya, kalau menganggap disiplin ilmu ini cocoknya skripsi, ya skripsi. Tapi, lebih bijak juga kalau Kaprodi itu memberikan pilihan saja kepada mahasiswa," katanya.

Setelah kebijakan ini resmi diterapkan, kata Cecep, setiap perguruan tinggi juga harus diberi waktu untuk beradaptasi dengan membuat aturan turunannya.

"Diterapkannya tergantung pada perguruan tinggi masing-masing, kan nanti pasti perguruan tinggi membuat peraturan rektor atau aturan turunannya," ucapnya.

Baca juga: Alasan Pengamat Dukung Kebijakan Nadiem Makarim Hapus Tes Calistung sebagai Syarat Masuk SD

Hal senada diungkapkan Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung, Prof Atie Rachmawatie.

"Tentang peraturan yang tidak lagi mewajibkan membuat skripsi untuk mahasiswa S1, saya kira bukan sesuatu yang baru, karena lulusan S1 memang masih terbuka untuk mengembangkan minat dan kariernya. Artinya skripsi bukan satu-satunya ukuran kompetensi dalam dunia kerja," ujar Atie kepada Tribun Jabar, semalam.

Akan tetapi, jika lulusan S1 itu ingin mengembangkan kariernya sebagai ilmuwan, peneliti, atau dosen, skripsi diperlukan.

"Tapi jika dia mau jadi profesional, bisnis, wirausaha, justru tugas akhirnya berupa proyek jauh lebih bagus dan manfaat," ujarnya.

Arie mengatakan, baik skripsi maupun nonskripsi memiliki kelebihan dan kekurangan.

"Tinggal perguruan tinggi menyusun instrumen pengujian yang tepat bagi para lulusannya," ujarnya.

Belum tepatnya penghapusan skripsi untuk lulusan yang ingin mengembangkan kariernya sebagai ilmuwan, peneliti, atau dosen, juga diungkapkan Dr Tresna Wiwitan, dosen Ilmu Komunikasi Unisba.

Untuk mahasiswa Fikom yang berniat menjadi profesional, tugas akhir berupa pembuatan film dokumenter, video profil lembaga, atau pameran foto, tentu lebih tepat.

"Tapi kalau mahasiswa ingin melanjutkan ke jenjang S2 dan S3, mereka membuat skripsi," ujarnya.

Baca juga: 4 Fokus yang Perlu Diterapkan dalam Pembelajaran di PAUD ala Menteri Nadiem Makarim

Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Sosial dan Humaniora Universitas Muhammadiyah Bandung, Dra Euis Puspitasari MSi, mengatakan kebijakan pemerintah tak mewajibkan lagi skripsi bagi mahasiswa D4 dan S1 adalah kebijakan yang dinantikan.

"Sepengetahuan saya, sebetulnya di beberapa prodi sudah melaksanakan hal tersebut. Ini juga searah dengan kebijakan MBKM. Ketentuan ini memberikan landasan kuat bagi prodi untuk menerapkan hal tersebut," ujarnya.

Euis mengakui, kebijakan ini tentu memiliki kelebihan dan kekurangan.

"Namun, di luar kelebihan dan kekurangannya, ketentuan ini harus didukung agar prodi dapat memberikan pilihan kepada mahasiswa untuk tidak tertuju di karya ilmiah seperti skripsi, tetapi diberikan kebebasan untuk mengembangkan potensi lainnya dalam bentuk proyek seperti pembuatan film, atau proyek bisnis lainnya.

"Atau bahkan memberi peluang langsung bagi mahasiswa untuk mengganti skripsinya dengan membuat artikel untuk jurnal nasional terakreditasi," ujarnya.

Baca juga: Nadiem Makarim Akui Tim Bayangan adalah Idenya, Shadow Organization Dipuji di PBB, Dikritik DPR

Dampaknya Bisa Mengkhawatirkan

Mendikbud Nadiem Makarim meluncurkan aturan soal mahasiswa tak wajib skripsi dalam Merdeka Belajar Episode ke-26: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi, Selasa (29/8/2023).
Mendikbud Nadiem Makarim meluncurkan aturan soal mahasiswa tak wajib skripsi dalam Merdeka Belajar Episode ke-26: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi, Selasa (29/8/2023). (Tribunnews)

Pendapat berbeda diungkapkan Ketua Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Institut Agama Islam (IAI) Persis, Nurdin Qusyaeri MSi.

Menurutnya, Permendikbud Ristek No 53 tahun 2023 ini bisa memberikan dampak yang bisa mengkhawatirkan.

Salah satunya adalah akan berkurangnya standar evaluasi terhadap lulusan.

"Ini bisa menyebabkan perbedaan kualitas lulusan antar institusi, sulit untuk membandingkan prestasi mahasiswa dari berbagai universitas, dan mengurangi transparansi dalam penilaian," ujarnya.

Meskipun pendekatan berbasis proyek memiliki nilai praktis, ungkap Nurdin, ada keprihatinan bahwa ini mungkin mengabaikan pentingnya penelitian akademis dan kemampuan analitis dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

"Skripsi tradisional mendorong mahasiswa untuk menggali topik secara mendalam, yang dapat membantu mengembangkan keterampilan kritis yang penting dalam dunia akademis dan profesional."

Kebijakan baru ini, menurut Nurdin, akan memicu terjadinya ketidakpastian hukum.

"Dalam hal pengambilan keputusan kelulusan oleh Kaprodi, mungkin ada ketidakpastian hukum dan konsistensi dalam penerapan aturan. Tanpa panduan yang jelas, mahasiswa dan dosen mungkin menghadapi tantangan dalam menavigasi persyaratan kelulusan yang berubah-ubah," ujarnya.

Nurdin mengatakan, skripsi bagaimanapun memberikan kontribusi kecil terhadap penelitian dan literatur akademis.

"Dengan mengurangi atau menghilangkan kebutuhan untuk skripsi, potensi kontribusi terhadap penelitian yang lebih luas bisa berkurang, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi pertumbuhan pengetahuan di Tanah Air," ujarnya.

Nurdin berpendapat, banyak industri dan pekerjaan masih memerlukan keterampilan analitis mendalam dan pengetahuan khusus yang didukung oleh penelitian ilmiah.

"Dengan mengurangi fokus pada skripsi, lulusan mungkin tidak siap secara optimal untuk memenuhi tuntutan profesional tertentu.

"Tanpa skripsi sebagai pengukur kemampuan akademis dan analitis, pertanyaannya adalah apakah lulusan benar-benar memiliki kemampuan yang diperlukan untuk berkontribusi dalam konteks akademis atau profesional," ujarnya.

(BangkaPos.com/TribunJabar.id)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved