Berita Viral

Tugas Praka RM di Paspampres, Bukan Mengawal Jokowi, Ada Tambahan 1 Tersangka Perempuan, Kakak Ipar

Tugas Praka RM di Paspampres, bukan mengawal Presiden Jokowi. Selain Praka RM, Praka HS dan Praka J, ada tambahan 1 tersangka perempuan, kakak ipar.

Editor: Amalia Husnul A
Istimewa via Tribun-Medan.com
Dari kiri ke kanan: Praka RM, Praka HS, dan Praka J. Oknum Paspampres dan anggota TNI lainnya yang menjadi terduga pelaku penganiayaan pemuda Aceh, Imam Masykur hingga tewas. Selain ketiga oknum anggota TNI tersebut, masih ada satu tersangka lainnya, dari masyarakat sipil, jenis kelamin perempuan, yang ternyata kakak ipar Praka RM. Tugas Praka RM di Paspampres, bukan mengawal Presiden Jokowi. Selain Praka RM, Praka HS dan Praka J, ada tambahan 1 tersangka perempuan, kakak ipar. 

TRIBUNKALTIM.CO - Sebenarnya apa tugas Praka RM di Paspampres, ternyata bukan mengawal Presiden atau keluarganya secara langsung. 

Simak penjelasan tugas Praka RM di Paspampres yang sebenarnya? Nama Praka RM menjadi perhatian setelah kematian Imam Masykur, seorang pemuda Aceh terungkap.

Selain Praka RM, Praka HS dan Praka J ternyata ada tambahan satu tersangka perempuan dari masyarakat sipil, yang ternyata adalah kakak ipar Praka RM.

Komandan Paspampres Mayjen TNI Rafael Granada Baay mengatakan Praka RM sehari-harinya tidak berugas menjaga keselamatan Presiden Joko Widodo secara langsung.

Baca juga: Uang Disebut Jadi Motif Praka RM Aniaya Pemuda Aceh hingga Tewas, Sebenarnya Berapa Gaji Paspampres?

Baca juga: Terbaru Wajah Komplotan Oknum Paspampres yang Aniaya Imam Masykur, Ini Kejahatan Lainnya Praka RM

Baca juga: Terjawab Sudah Siapa Oknum Paspampres yang Aniaya dan Bunuh Warga Aceh, Inilah Sosok Praka RM

Namun, Praka RM hanya mengurus motor Patwal atau Patroli Pengawalan. 

"Dia tidak melekat, dia dari Pom (polisi militer) urusan motor patwal," kata Rafael sebagaimana dikutip Tribun-Medan.com dari Tribunnews.com, Selasa (28/8/2023).

Rafael juga menegaskan terhadap Praka RM, proses hukum akan dilakukan sesuai ketentuan hukum yang berlaku, apabila anggota Paspampres tersebut terbukti melakukan tindak pidana.

Diketahui dalam penyelidikan kasus kematian Imam Masykur, Praka RM alias Riswandi Manik asal Aceh Singkil itu tidak bertindak sendirian.

Polisi Militer Kodam Jaya telah mengamankan dua anggota TNI lainnya yang diduga turut menculik dan menganiaya Imam Masykur (25) hingga tewas.

Komandan Polisi Militer Kodam Jaya (Danpomdam Jaya) Kolonel CPM Irsyad Hamdie Bey Anwar mengatakan, mereka diamankan di satuannya masing-masing pada Rabu (23/8/2023).

"Kalau kami sistemnya tidak ditangkap, kami datang ke satuannya lalu diambil," ujarnya, dilansir dari Kompas.com, Selasa (28/8/2023).

Tiga oknum TNI itu berinisial Praka Riswandi Manik  (RM), Praka HS, dan Praka J.

Praka Riswandi Manik merupakan petugas Batalyon Pengawal Protokoler Kenegaraan Paspampres.

Praka HS adalah anggota Direktorat Topografi TNI Angkatan Darat.

Sedangkan Praka J merupakan anggota TNI di Kodam Iskandar Muda.

Identitas tiga terduga pelaku diketahui setelah penyidik melacak telepon seluler milik korban yang dijual Praka RM.

Danpomdam Jaya juga menyebut motif para pelaku menganiaya korban hingga tewas adalah untuk mendapatkan uang.

"(Motifnya) untuk sementara pemerasan," katanya seperti dikutip TribunKaltim.co dari Tribun-Medan.com di artikel berjudul Praka RM Bukan Pengawal Presiden Tapi Urus Motor Patwal, Sementara Tersangka Perempuan Kakak Iparnya.

Ia berjanji, atas tindak kejahatan tersebut, TNI AD akan memberikan sanksi hukum pidana maksimal dan penjara militer.

"Sanksinya hukum pidana maksimal dan pidana militer dengan pemecatan," lanjutnya.

Saat ini, Pomdam Jaya masih mendalami adanya keterlibatan pelaku lain.

Diungkapkan, awalnya tiga tentara ini menangkap Imam Masykur (25) dengan modus berpura-pura menjadi aparat kepolisian.

"Pelaku berpura-pura sebagai aparat kepolisian yang melakukan penangkapan terhadap korban karena korban diduga pedagang obat-obat ilegal (seperti) Tramadol dan lain-lain," kata Irsyad.

Ketiganya diduga melakukan penculikan dan penganiayaan terhadap Imam karena Imam diduga menjual obat-obatan ilegal.

Baca juga: HP Paspampres yang Culik dan Aniaya Imam Masykur Belum Ditemukan, Pomdam Telusuri Motif Sebenarnya

Informasi yang dihimpun, mereka sempat mengaku kepada warga sekitar sebagai polisi ketika membawa Imam.

Namun karena permintaan tebusan tersebut tidak dikabulkan, Imam terus dipukuli di antaranya di bagian punggung.

Video yang diduga penganiayaan terhadap Imam tersebut juga tersebar di media sosial.

Dalam video beredar, tampak seorang pemuda yang diduga Imam Masykur mengerang kesakitan karena punggungnya dipukul berulang kali menggunakan sebuah alat.

Bahkan di video lain yang beredar punggung pemuda tersebut tampak telah terluka dan berlumuran darah.

Pemuda tersebut juga terdengar mengucapkan kalimat dengan bahasa daerah sambil menangis.

Pemuda tersebut meminta agar keluarganya mengirimkan uang Rp50 juta sambil menangis.

Sebelumnya, Kadispenad Brigjen TNI Hamim Tohari mengatakan terdapat satu tersangka lain yakni seorang warga sipil berinisial MS.

"Satu sipil ditangani Polda, peran masih dalam proses, bisa konfirmasi ke Polda," kata Hamim di Pomdam Jaya Guntur, Jakarta Selatan, Selasa (29/8/2023).

Hamim mengatakan MS merupakan kakak ipar dari Praka RM yang ikut membantu proses penculikan hingga korban tewas.

"Ada sementara satu sipil terkait yang kini ditangani Polda, peran masih dalam proses, bisa konfirmasi ke Polda," ucapnya.

Hingga saat ini, sudah 4 orang tesangka ditahan. Tiga ditahan di Pomdam Jaya dan satu sipil ditahan di Polda Metro Jaya.

Dikutip dari Kompas.com, korban merupakan penjual obat-obatan ilegal dengan kedok toko kosmetik yang berlokasi di Jalan Sandratek, RT 02 RW 06, Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan.

Baca juga: Tampang Anggota TNI dan Paspampres yang Bunuh Imam Masykur, Panglima TNI Minta Pelaku Dihukum Berat

Imam Masykur sebelumnya juga pernah ditangkap karena menjual obat terlarang. Namun dilepas kembali.

"Setelah ditangkap, dibawa dan diperas sejumlah uang," sambung Irsyad.

Kasus ini sendiri akhirnya viral dan mendapat sorotan pimpinan tertinggi TNI yakni Panglima TNI Laksamana Yudo Margono.

Panglima TNI ingin Praka Riswandi Manik dihukum mati, karena melakukan pelanggaran berat.

Yudo juga memastikan oknum TNI pelaku penganiayaan ini akan dipecat dari keanggotaan TNI.

Imbauan Panglima TNI itu disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan TNI Laksda Julius Widjojono.

"Panglima TNI prihatin dan akan mengawal kasus ini agar pelaku dihukum berat maksimal hukuman mati, minimal hukuman seumur hidup, dan pasti dipecat dari TNI karena termasuk tindak pidana berat, melakukan perencanaan pembunuhan," kata Julius, Senin (28/8/2023).

Pandangan Pakar Psikologi Forensik

Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel angkat bicara mengenai hal ini.

Menurutnya, kecepatan kerja TNI dalam menangani kasus ini, diyakini, akan bisa mempertahankan marwah institusi TNI di hadapan publik.

NHanya saja, kata Reza, ada beberapa pekerjaan yang bisa ditindaklanjuti.

"Pertama, terkait investigasi. Lazimnya, sesuai misi ke-2 kejahatan, pelaku harus melakukan segala upaya guna menghindari pertanggungjawaban pidana.

Mulai dari--misalnya--menghilangkan barang bukti, merusak CCTV, membangun alibi, dan menghapus jejak-jejak kejahatannnya," kata Reza.

Namun kata Reza, para pelaku justru melakukan aksi yang bertolak belakang dengan sengaja membuat rekaman penganiayaan yang bisa menjadi barang bukti kejahatan.

"Bahwa para pelaku melakukan hal-hal yang bertolak belakang dengan misi kedua itu, menimbulkan pertanyaan.

Terkesan mereka sengaja membuat rekaman penganiayaan tidak hanya untuk diperlihatkan ke keluarga korban, tapi juga untuk disodorkan ke pihak lain sebagai bukti bahwa mereka sudah 'bekerja'," papar Reza.

Karenanya Reza mempertanyaka apakah pelaku di bawah pengaruh narkoba atau merasa ada pihak tertentu yang melindunginya.

"Apakah para pelaku berada di bawah pengaruh narkoba? Apakah mereka merasa dilindungi pihak tertentu yang menjamin akan meniadakan pertanggungjawaban pidana?," kata Reza.

Kedua yang bisa ditindaklanjuti, menurut Reza adalah kompensasi.

"Para pelaku yang berstatus sebagai anggota TNI sudah sepatutnya disebut sebagai oknum. Alasannya, perbuatan mereka bukan merupakan arahan lembaga," katanya.

"Setiap kali terjadi perbuatan pidana berat yang dilakukan oleh personel Polri, saya selalu katakan bahwa kejadian dimaksud seharusnya berdampak pula terhadap organisasi Polri," ujar Reza.

Polri, konkretnya, menurut Reza, seharusnya memberikan kompensasi kepada keluarga korban.

"Jadi, di samping pertanggungjawaban individual si pelaku, sebagaimana police misconduct compensation, sangat bagus jika Paspampres atau bahkan TNI juga memberikan kompensasi kepada keluarga korban," katanya.

Ketiga yang ditindaklanjuti, menurut Reza, Resolusi Majelis Umum PBB 47/133.

"Dari kasus ini media mengangkat diksi penculikan.

Apalagi karena korban sampai meninggal dunia, penting untuk didalami, apakah penculikan dimaksud tergolong sebagai penculikan konvensional atau sudah termasuk dalam penghilangan orang secara paksa," ujar Reza.

Sebagai catatan, kata Reza, PBB mengklasifikasi penghilangan orang secara paksa sebagai pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia.

"Terus terang, ada ingatan traumatis kolektif yang rawan terpicu bangkit kembali," katanya.

Keempat, menurut Reza yang ditindaklunjti adalah non diskriminasi.

"Saya angkat topi terhadap ketegasan Panglima TNI, bahwa ia akan mengawal kasus ini agar pelaku dihukum berat, maksimal hukuman mati, minimal hukuman seumur hidup," kata Reza.

Namun pada kasus pidana lain, kata Reza, pernyataan Panglima TNI cenderung normatif.

Misalnya kata Reza pernyataan Panglima TNI : "Itu pasti akan diproses hukum sesuai ketentuan yang berlaku." Juga: "Sudah saya tanda tangani dan langsung ditahan untuk dilaksanakan penyidikan lebih lanjut."

Baca juga: Modus Oknum Paspampres Aniaya Warga Aceh hingga Tewas, Panglima TNI Kawal Kasus, Minta Dihukum Mati

(*/tribun-medan.com)

Update Berita Viral

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved