Breaking News

Berita Ekbis Terkini

Update Utang Pemerintah, Kini Negara harus Bayar Hampir Rp 500 T hanya untuk Bunga Utang 2024

Update utang Pemerintahan Jokowi yang terus naik, bahkan sejak sebelum Covid-19. Kini, Negara harus bayar nyaris Rp 500 T hanya untuk bunga utang 2024

Editor: Amalia Husnul A
Dok. Sekretariat Presiden
Presiden Joko Widodo saat memberikan keterangan pers usai menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS di Johannesburg, Afrika Selatan pada Kamis (24/8/2023). Update utang Pemerintahan Jokowi yang terus naik, bahkan sejak sebelum pandemi Covid-19. Kini, Negara harus bayar nyaris Rp 500 T hanya untuk bunga utang 2024 

TRIBUNKALTIM.CO - Lonjakan utang Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) selalau menjadi perdebatan publik.

Isu meroketnya utang era Jokowi selalu jadi amunisi oposisi, berikut update utang Pemerintah terbaru hingga Juli 2023.

Tercatat kini Negara harus membayar nyaris Rp 500 T hanya untuk bunga utang 2024

Simak selengkapnya besaran utang Pemerintahan Jokowi yang terus naik bahkan sebelum pandemi Covid-19. 

Baca juga: Jusuf Kalla Bongkar Utang Indonesia Rp 8.000 Triliun? Pemerintah Jokowi Akui Utang Naik Tiap Tahun

Baca juga: Pesan Jusuf Kalla ke Anies Baswedan Pilpres 2024, Soal Perebutan Kekuasaan dan Warisan Utang Negara

Baca juga: Manuver Anies Baswedan Serang Jokowi Modal Buku, Capres NasDem Sentil Utang Jelang Akhir Jabatan

Sebagai gambaran saja, saat ini posisi utang pemerintah hingga akhir 30 Juli 2023 adalah Rp 7.855,53 triliun.

Dengan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) adalah 37,78 persen.

Dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com, sebagai perbandingan saja, pada akhir tahun 2014 atau masa awal pemerintahan periode pertama Presiden Jokowi, posisi utang pemerintah kala itu masih berada di level Rp 2.608,78 triliun dengan rasio terhadap PDB 24,75 persen.

Dengan kata lain, utang pemerintah di era Jokowi sudah meningkat pesat sebesar Rp 5.246 triliun.

Beban bunga utang Pemerintah bengkak

Besarnya jumlah utang pemerintah berdampak pada makin besarnya bunga yang harus dibayarkan.

Hal ini tentunya jadi beban keuangan pemerintah karena ruang fiskal juga semakin menyempit.

Mengutip data dari Harian Kompas, Rabu (30/8/2023), porsi pembayaran bunga utang pada RAPBN 2024 meningkat signifikan hingga dua kali lipat.

Tahun 2024 sendiri merupakan tahun terakhir masa pemerintahan periode kedua Jokowi.

Jumlah beban bunga utang pemerintah ini sudah melampaui belanja modal serta menduduki posisi tertinggi di atas jenis belanja lainnya.

Kenaikan beban biaya utang yang nyaris menembus Rp 500 triliun.

Sudah lima tahun terakhir ini, porsi pembayaran bunga utang dalam komponen belanja pemerintah pusat di APBN terus melonjak signifikan.

Sebagai perbandingan, pada tahun 2019, porsi pembayaran bunga utang pemerintah masih Rp 275,5 triliun.

Jumlah itu meningkat menjadi Rp 314 triliun pada 2020, naik menjadi Rp 343,4 triliun pada 2021, meningkat ke Rp 386,3 triliun pada 2022, melonjak ke Rp 437,4 triliun pada outlook 2023, dan kini ditargetkan mencapai Rp 497,3 triliun pada RAPBN 2024.

Baca juga: Tembus Rp 6.713 Triliun, Utang Pemerintah Era Jokowi Membengkak, Sri Mulyani Sebut Masih Mampu Bayar

Belanja bunga utang tahun depan itu terdiri dari pembayaran bunga utang dalam negeri sebesar Rp 456,8 triliun dan pembayaran bunga utang luar negeri Rp 40,4 triliun.

Besaran itu mencakup 20,3 persen dari total belanja pemerintah pusat senilai Rp 2.446,5 triliun, serta menduduki porsi belanja tertinggi di antara jenis belanja lainnya seperti belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, belanja subsidi, belanja hibah, dan belanja bantuan sosial.

Sebelum ini, pembayaran bunga utang biasanya tidak menduduki porsi terbesar dalam komponen belanja pemerintah pusat.

Posisi tertinggi itu biasanya dialokasikan untuk belanja pegawai dan belanja barang.

Namun, mulai tahun 2023, kebutuhan membayar bunga utang melonjak hingga menduduki porsi belanja tertinggi.

Utang pemerintah Jokowi dari tahun ke tahun

Apabila dirunut ke belakang, di akhir tahun 2014 atau masa peralihan dari pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) menuju pemerintahan Presiden Jokowi, jumlah utang pemerintah tercatat yakni sebesar Rp 2.608.78 triliun dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 24,7 persen.

Utang pemerintah di era Presiden Jokowi memang terus mengalami kenaikan, baik di periode pertama maupun periode kedua pemerintahannya.

Artinya lonjakan utang memang sudah terjadi jauh sebelum pandemi Covid-19.

Sebelum menjadi Presiden RI jelang kontestasi Pilpres, Tim Kampanye Jokowi sendiri dalam beberapa kesempatan melontarkan wacana untuk mengurangi jumlah utang pemerintah.

Baca juga: Sri Mulyani Bahas Utang RI Rp 7.734 T, Rocky Gerung: Indonesia Bisa Karam

Namun bukannya berkurang, utang pemerintah justru terus mengalami kenaikan.

Bahkan dalam kurun waktu 2014 hingga 2019 atau periode pertama, pemerintah sudah mencetak utang baru sebesar Rp 4.016 triliun.

Utang pemerintah tercatat memang mengalami kenaikan cukup besar sejak Presiden Jokowi menjadi orang nomor satu di Indonesia.

Contohnya di 2015 atau setahun pertamanya menjabat sebagai Presiden RI, utang pemerintah di era Presiden Jokowi sudah melonjak menjadi Rp 3.089 triliun dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 27 persen.

Sementara itu pada Januari 2017, utang pemerintah sudah kembali mengalami lonjakan menjadi sebesar Rp 3.549 triliun.

Saat itu, rasio utang terhadap PDB yakni 28 persen.

Utang pemerintah sepanjang tahun 2017 ini terus meningkat pesat.

Pada akhir 2017, utang pemerintah menembus Rp 3.938 triliun.

Rasio terhadap PDB juga menanjak menjadi 29,2 persen.

Berikut catatan total utang pemerintah sepanjang tahun 2014-2022 dirangkum dari data APBN KiTa Kementerian Keuangan dan Litbang Harian Kompas:

- Utang pemerintah tahun 2014: Rp 2.608,78 triliun (rasio PDB 24,75 persen)

- Utang pemerintah tahun 2015: Rp 3.165,13 triliun (rasio PDB 26,84 persen)

- Utang pemerintah tahun 2016: Rp 3.706,52 triliun (rasio PDB 26,99 persen)

- Utang pemerintah tahun 2017: Rp 3.938,70 triliun (rasio PDB 29,22 persen)

- Utang pemerintah tahun 2018: Rp 4.418,30 triliun (rasio PDB 29,98 persen)

- Utang pemerintah tahun 2019: Rp 4.779,28 triliun (rasio PDB 29,80 persen)

- Utang pemerintah tahun 2020: Rp 6.074,56 triliun (rasio PDB 38,68 persen)

- Utang pemerintah tahun 2021: Rp 6.908,87 triliun (rasio PDB 41 persen)

- Utang pemerintah tahun 2022: Rp 7.554,25 triliun (rasio PDB 38,65 persen)

- Utang pemerintah per Juli 2023: Rp 7.855,53 triliun (rasio PDB 37,78 persen)

JK Pernah Soroti Utang Pemerintah

Bengkaknya utang pemerintah di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali jadi topik panas jelang tahun pemilu 2024.

Kali ini, perdebatan soal utang pemerintah disuarakan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).

Hal itu disampaikan JK saat acara Milad PKS ke-21 di Istora Senayan, Jakarta, pada Sabtu 20 Mei 2023.

Pidato JK soal sentilan utang pemerintah tersebut merespon pernyataan dari Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang sebelumnya memberikan sambutan.

Dari informasi yang didapatkannya, JK bilang, utang pemerintah saat ini sudah melojak tajam.

Bahkan, untuk membayar utang pokok dan bunga dalam setahun, sudah menembus Rp 1.000 triliun.

Pernyataan JK ini kemudian diluruskan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Bendara negara ini selalu mengklaim kalau utang pemerintah masih dalam batas yang aman dan terkendali.

Benarkah demikian?

Dikutip dari Harian Kompas, Wakil Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listyanto, mengatakan pemerintah seharusnya sudah sangat waspada terhadap pembengkakan utang pemerintah dan rasionya terhadap PDB yang semakin tinggi.

Dia bilang, batas aman defisit APBN dan rasio utang yang diatur di UU Keuangan Negara sudah tidak terlalu relevan untuk mengukur aman atau tidaknya posisi utang negara saat ini.

"Kalau hanya mengacu pada dua indikator itu memang utang kita akan selalu dikatakan aman, tetapi kenyataannya lonjakan utang kita cukup besar dalam lima tahun terakhir, meski itu karena pandemi," kata Eko.

Seperti diketahui, meski masih di batas aman, rasio utang RI membengkak hingga di atas 40 persen terhadap PDB.

Pada 2020, rasio utang terhadap PDB mencapai 38,68 persen.

Pada 2021, rasio utang menembus angka tertinggi sejak reformasi yaitu 41 persen terhadap PDB.

Ia juga menyoroti kebijakan utang pemerintah era Jokowi yang jor-joran terkait utang jangka panjang.

Memang dengan penarikan utang jangka panjang, pemerintah saat ini bisa terbebas dari pembayaran utang yang terlalu berat.

Namun, utang itu justru akan diwariskan ke pemerintah periode setelahnya.

"Bermain di surat utang jangka panjang memang aman untuk sekarang, karena ditagihnya masih 5-10 tahun lagi, tetapi ini perlu diwaspadai untuk jangka panjang, apalagi kalau tren utang terus meningkat," ungkap Eko.

Hal lain yang harus dikhawatirkan, sambung Eko, adalah utang pemerintah yang kenaikannya melebihi pertumbuhan penerimaan negara.

Ini yang bisa jadi bom waktu di masa mendatang.

"Ibarat income kita tumbuh 5 persen per tahun, tetapi utang tumbuh dua kali lipatnya.

Ini yang membuat pada titik tertentu di masa depan ini bisa menjadi risiko," beber dia.

Sebagai informasi saja, dikutip dari APBN Kita edisi Mei 2023 yang dirilis Kementerian Keuangan awal pekan ini, sampai 30 April 2023, posisi utang pemerintah berada di angka Rp 7.849,8 triliun dengan rasio utang 38,15 persen terhadap produk domestik bruto.

Sebagai perbandingan saja, pada 2014 atau tahun pertama pemerintahan Presiden Jokowi, posisi utang pemerintah adalah Rp 2.609 triliun dengan rasio terhadap PDB 24,75 persen.

Artinya, apabila dihitung dari tahun 2014 hingga 2023 yang terbaru saat ini, maka selama era pemerintahan Presiden Jokowi, utang pemerintah sudah bertambah Rp 4.945 triliun.

Baca juga: Ekonom Beber Dampak Pembangunan IKN Nusantara Jika Dibebankan ke APBN, Awas Utang

(*)

Update Berita Ekbis Terkini

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved