Berita Viral
Mantan Danpaspampres Ungkap Kejanggalan Kasus Praka RM yang Menganiaya Imam Masykur hingga Tewas
Mantan Danpaspampres ungkap kejanggalan kasus oknum Paspampares, Praka RM yang menculik dan menganiaya Imam Masykur hingga tewas.
Penulis: Aro | Editor: Doan Pardede
TRIBUNKALTIM.CO - Kasus tewasnya Imam Maskur, pemudah Aceh setelah diculik dan dianiaya Praka RM, oknum Paspampres bersama 2 anggota TNI dan 4 (bertambah satu dari sebelumnya) warga sipil ini masih menyisakan misteri.
Mantan Danpaspamres pun ikut menyebutkan kejanggalan dalam kasus penculikan dan penyaniayaan yang dilakukan komplotan Praka RM hingga berujung tewasnya Imam Masykur, pemuda asal Aceh yang merantau di Jakarta.
Kasus penculikan dan penganiayaan yang dilakukan Praka RM dkk hingga menewaskan Imam Masykur, pemuda Aceh yang punya toko kosmetik ini menjadi viral setelah video yang diduga detik-detik penyiksaan beredar di medsos.
Diketahui, jasad Imam Masykur yang korban Praka RM dkk ditemukan di Sungai Cibogo, Karawang, Jawa Barat pada Jumat, 18 Agustus 2023.
Baca juga: Praka RM Cs, Oknum Paspampres dan TNI Peras, Culik dan Siksa Warga, Dugaan Ada Cukong Mengemuka
Baca juga: Pria Aceh Diculik dan Dibunuh Oknum Paspampres, Eks Panglima TNI Andika Perkasa: Pasal Berlapis
Baca juga: Tugas Praka RM di Paspampres, Bukan Mengawal Jokowi, Ada Tambahan 1 Tersangka Perempuan, Kakak Ipar
Mantan Komandan Paspampres periode 2001-2003, Letjen TNI (Mar) (Purn) Nono Sampono, menilai ada kejanggalan dalam peristiwa tewasnya Imam Masykur di tangan Praka RM cs.
Kejanggalannya menurut Nono karena pelaku dan korban sama-sama warga Aceh.
Bahkan bukan hanya Praka RM dengan Imam Masykur, tetapi juga Praka HS dan Praka J.
Seharusnya, menurut Nono, para pelaku memiliki empati sesama perantau dari Tanah Rencong.
"Pertanyaan besar adalah, korbannya dari Aceh, tiga pelaku dari Aceh, aneh kan, harusnya dengan latar belakang kultural satu suku ada ikatan emosional," kata Nono dikutip dari SerambiNews.com.
Sebagai mantan Gubernur Akademi Militer dan Danjen Akademi TNI, Nono sangat memahami pendidikan yang dibekali kepada para calon anggota TNI sebelum bertugas.
Anggota TNI tidak hanya dididik secara fisik, tetapi juga secara karakter dan mental.
"Tentang pendidikan, pendidikan mereka mengalami pembekalan bukan hanya fisik tapi mengenai kepribadian, mental ideologi juga diberikan pelajaran," kata Nono seperti dikutip TribunKaltim.co dari Tribunnews.com di artikel berjudul Mantan Komandan Paspampres Ungkap Kejanggalan soal Kematian Pria Aceh yang Dianiaya Prajurit TNI.
Jadi setiap anggota TNI, kata Nono, selalu diajarkan untuk pantang menyakiti hati rakyat apalagi fisiknya.
"Jadi dasar utama adalah sumpah prajurit, sapta marga dan delapan wajib TNI.
Dalam delapan wajib TNI, wajib TNI itu menolong rakyat dalam kesulitan, tidak boleh menyakiti hati rakyat," ujar Nono.
Respon Mantan Panglima TNI
Mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) Andika Perkasa turut merespons terkait kasus Imam Masykur.
Andika Perkasa berharap pelaku dapat dihukum berat karena merupakan tindak pidana berlapis.
"Yang jelas itu merupakan tindak pidana, macam-macam ada penculikannya, ada tindakan penggunaan kekerasan yang mengakibatkan mati."
"Pasal berlapis, yang jelas harus diproses secara hukum, harus itu," kata Andika.
Pihaknya menyerahkan kasus itu kepada pihak berwajib.
Baca juga: Uang Disebut Jadi Motif Praka RM Aniaya Pemuda Aceh hingga Tewas, Sebenarnya Berapa Gaji Paspampres?
Warga Sipil Terlibat, Total Tersangka 4 Orang
Sebelumnya, Polisi Militer Kodam Jayakarta atau (Pomdam Jaya) menyebut ada empat orang yang dijadikan tersangka dalam kasus ini.
Keempatnya yakni satu orang warga sipil, tiga lainnya merupakan prajurit TNI, yakni Paspampres Praka RM dan dua rekannya Praka HS, dan Praka J.
Kadispenad Brigjen TNI, Hamim Tohari menegaskan, saat ini warga sipil itu sudah diamankan di Polda Metro Jaya dan menjalani penyidikan lebih lanjut.
"Selain ketiga tersangka itu, ada satu orang warga sipil yang ditetapkan sebagai tersangka dan saat ini sedang ditahan di Polda Metro Jaya," ungkap Hamim, Selasa (29/8/2023) dikutip dari Kompas Tv.
Dijelaskan Hamim, ketiga pelaku itu bisa saja mendapatkan hukuman yang lebih berat.
"Para tersangka bahkan bisa dijatuhi hukuman yang lebih berat di pengadilan militer Pomdam Jaya," lanjut Hamim.
Para pelaku akan dikenai pasal sesuai dengan apa yang telah mereka lakukan yakni dugaan penculikan, pemerasan dan penganiayaan yang kemudian berujung hilangnya nyawa seseorang.
Hingga saat ini, pihaknya tengah melakukan pendalaman terkait dengan kasus ini.
"Masih dalam penyelidikan, termasuk dari pemeriksaan saksi dan barang bukti, karena HP korban juga belum kita temukan," ujar Hamim.
Hamim memastikan Pomdam Jaya akan melakukan penyidikan secara benar dan transparan.
Apalagi Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono telah meminta pengungkapan kasus ini dilakukan sampai tuntas tanpa ada yang ditutup-tutupi.
Baca juga: Rentetan Kejahatan Lain Oknum Paspampres Culik dan Aniaya Imam Masykur hingga Tewas
Melansir SerambiNews.com, Pomdam Jaya pun mengungkapkan pemerasan dan penganiayaan merupakan motif Praka RM dan dua rekannya menghabisi nyawa korban, Imam.
Mereka berpura-pura sebagai polisi dan memanfaatkan situasi untuk memeras korban.
“Dijawab oleh Danpomdam Jaya, ini murni kasus pemerasan dan penganiayaan, jadi mereka itu menculik korban dengan berpura-pura sebagai oknum dari institusi hukum, kemudian meminta penembusan lalu dilakukan penyiksaan," kata Danpomdam Jaya yang disampaikan melalui Anggota Komisi I DPR RI asal Aceh, Fadhlullah SE atau Dek Fad.
Ada Rekaman Beredar Seolah Tunjukkan sudah 'Bekerja'
Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel angkat bicara mengenai kejanggalan lain dalam kasus Praka RM ini.
Menurutnya, kecepatan kerja TNI dalam menangani kasus ini, diyakini, akan bisa mempertahankan marwah institusi TNI di hadapan publik.
Hanya saja, kata Reza, ada beberapa pekerjaan yang bisa ditindaklanjuti.
"Pertama, terkait investigasi. Lazimnya, sesuai misi ke-2 kejahatan, pelaku harus melakukan segala upaya guna menghindari pertanggungjawaban pidana.
Mulai dari--misalnya--menghilangkan barang bukti, merusak CCTV, membangun alibi, dan menghapus jejak-jejak kejahatannnya," kata Reza.
Namun kata Reza, para pelaku justru melakukan aksi yang bertolak belakang dengan sengaja membuat rekaman penganiayaan yang bisa menjadi barang bukti kejahatan.
"Bahwa para pelaku melakukan hal-hal yang bertolak belakang dengan misi kedua itu, menimbulkan pertanyaan.
Terkesan mereka sengaja membuat rekaman penganiayaan tidak hanya untuk diperlihatkan ke keluarga korban, tapi juga untuk disodorkan ke pihak lain sebagai bukti bahwa mereka sudah 'bekerja'," papar Reza.
Karenanya Reza mempertanyaka apakah pelaku di bawah pengaruh narkoba atau merasa ada pihak tertentu yang melindunginya.
"Apakah para pelaku berada di bawah pengaruh narkoba? Apakah mereka merasa dilindungi pihak tertentu yang menjamin akan meniadakan pertanggungjawaban pidana?" kata Reza.
Kedua yang bisa ditindaklanjuti, menurut Reza adalah kompensasi.
"Para pelaku yang berstatus sebagai anggota TNI sudah sepatutnya disebut sebagai oknum. Alasannya, perbuatan mereka bukan merupakan arahan lembaga," katanya.
"Setiap kali terjadi perbuatan pidana berat yang dilakukan oleh personel Polri, saya selalu katakan bahwa kejadian dimaksud seharusnya berdampak pula terhadap organisasi Polri," ujar Reza.
Polri, konkretnya, menurut Reza, seharusnya memberikan kompensasi kepada keluarga korban.
"Jadi, di samping pertanggungjawaban individual si pelaku, sebagaimana police misconduct compensation, sangat bagus jika Paspampres atau bahkan TNI juga memberikan kompensasi kepada keluarga korban," katanya.
Ketiga yang ditindaklanjuti, menurut Reza, Resolusi Majelis Umum PBB 47/133.
"Dari kasus ini media mengangkat diksi penculikan.
Apalagi karena korban sampai meninggal dunia, penting untuk didalami, apakah penculikan dimaksud tergolong sebagai penculikan konvensional atau sudah termasuk dalam penghilangan orang secara paksa," ujar Reza.
Sebagai catatan, kata Reza, PBB mengklasifikasi penghilangan orang secara paksa sebagai pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia.
"Terus terang, ada ingatan traumatis kolektif yang rawan terpicu bangkit kembali," katanya.
Keempat, menurut Reza yang ditindaklunjti adalah non diskriminasi.
"Saya angkat topi terhadap ketegasan Panglima TNI, bahwa ia akan mengawal kasus ini agar pelaku dihukum berat, maksimal hukuman mati, minimal hukuman seumur hidup," kata Reza.
Namun pada kasus pidana lain, kata Reza, pernyataan Panglima TNI cenderung normatif.
Misalnya kata Reza pernyataan Panglima TNI : "Itu pasti akan diproses hukum sesuai ketentuan yang berlaku." Juga: "Sudah saya tanda tangani dan langsung ditahan untuk dilaksanakan penyidikan lebih lanjut."
Sebelumnya Pomdam Jaya menetapkan Praka RM, Praka J, dan Praka HS menjadi tersangka penculikan, penganiayan, pemerasan hingga pembunuhan Imam Masykur (25).
Imam Masykur diduga mendapat penganiayaan hingga meninggal dunia. Jenazah Masykur ditemukan warga di Sungai Citarum, tepatnya di Bendungan POJ Curug, Kecamatan Ciampel, Kabupaten Karawang.
RSUD Karawang menerima jenazah dari Polres Karawang pada 15 Agustus 2023 dan kemudian diserahkan ke Polda Metro Jaya dan Pomdam Jaya pada 22 Agustus 2023.
Baca juga: HP Paspampres yang Culik dan Aniaya Imam Masykur Belum Ditemukan, Pomdam Telusuri Motif Sebenarnya
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani)(SerambiNews.com/Eddy Fitriadi/Agus Ramadhan)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.