Berita Nasional Terkini
3 'Senjata' PDIP untuk 'Serang' Jokowi dan Keluarga, Ungkit Soal Pembangkangan Hingga Kesedihan
Terdapat tiga isu yang dilontarkan PDI Perjuangan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi), setelah Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres Prabowo Subianto.
TRIBUNKALTIM.CO - Terdapat tiga isu yang dilontarkan PDI Perjuangan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi), setelah Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
Hubungan antara elite PDI Perjuangan dengan keluarga Jokowi diprediksi semakin memanas.
PDI Perjuangan blak-blakan menyatakan bahwa Jokowi telah meninggalkan partai.
PDIP bilang, ini tak sepadan dengan besarnya privilese yang sudah mereka berikan untuk Jokowi dan keluarga.
Tak hanya itu, elite PDIP juga menyinggung pencalonan putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebagai wakil presiden (cawapres) pendamping bakal calon presiden (capres) Koalisi Indonesia Maju, Prabowo Subianto.
Menurut PDIP, pencawapresan Gibran merupakan bentuk pembangkangan konstitusi.
Gibran juga dianggap tak lagi menjadi bagian dari PDIP lantaran tidak tegas lurus terhadap perintah partai untuk memenangkan bakal capres-cawapres, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Berikut sejumlah isu yang dilontarkan PDIP kepada Presiden Jokowi:
Baca juga: Bukan Hanya Bahlil, PDIP Bongkar Daftar Bos Parpol yang Juga Suarakan Perpanjangan Jabatan Presiden
Baca juga: Hasil Survei Terbaru, Terjawab Mengapa PDIP Tak Berani Perang Terbuka Lawan Jokowi, Bakal Rugi Suara
Baca juga: Megawati Tertawa Lihat Manuver Keluarga Jokowi di Pilpres 2024, Elite PDIP: Ibu Enggak Masalah
1. Ditinggalkan Jokowi
Perihal Jokowi yang meninggalkan partai banteng diungkap oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto.
Menurut Hasto, tidak sedikit akar rumput yang tak percaya bahwa Jokowi, yang sebelumnya disebut-sebut sebagai kader terbaik, justru berpaling dari partai.
“PDI Perjuangan saat ini dalam suasana sedih, luka hati yang perih, dan berpasrah pada Tuhan dan rakyat Indonesia atas apa yang terjadi saat ini,” kata Hasto melalui keterangan tertulis kepada awak media, Minggu (29/10/2023).
Padahal, kata Hasto, Jokowi mendapat dukungan teramat besar dari akar rumput dan simpatisan PDIP.
Dukungan itulah yang mengantarkannya ke kursi Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, hingga Presiden dua periode.
“Ketika DPP partai bertemu dengan jajaran anak ranting dan ranting sebagai struktur partai paling bawah, banyak yang tidak percaya bahwa ini bisa terjadi,” kata Hasto.
“Kami begitu mencintai dan memberikan privilese yang begitu besar kepada Presiden Jokowi dan keluarga, namun kami ditinggalkan karena masih ada permintaan lain yang berpotensi melanggar pranata kebaikan dan konstitusi,” imbuh dia.
Hasto juga menyinggung jerih payah PDIP dalam memenangkan Jokowi pada Pilkada Solo 2005 dan 2010, lalu Pilkada DKI Jakarta 2012, serta Pemilu Presiden 2014 dan 2019.
Tak hanya itu, oleh PDIP, Gibran diusung di Pilkada Solo 2020 hingga berhasil duduk di kursi wali kota.
Baca juga: Begini Jawaban Gibran Soal Hasto yang Sebut Jokowi Tinggalkan PDIP Usai Dapat Privilege
Sementara, menantu Jokowi, Bobby Nasution, didukung sebagai Wali Kota Medan.
"Seluruh simpatisan, anggota, dan kader partai sepertinya belum selesai rasa lelahnya setelah berturut-turut bekerja dari lima pilkada dan dua pilpres. Itu wujud rasa sayang kami," kata Hasto.
Ganjar Pranowo pun mengakui bahwa partainya bersedih ditinggalkan oleh Jokowi.
Namun, Ganjar menyebut, PDIP tak cengeng menghadapi situasi ini.
"Kesedihan itu pasti ada, tapi kami enggak akan cengeng, banteng enggak cengeng! Banteng ketaton (terluka) itu langsung bergerak," kata Ganjar saat ditemui di Miftahul Ulum Islamic boarding school in Jakarta, Minggu (29/10/2023).
2. Presiden tiga periode
Elite PDIP lainnya, Adian Napitupulu, menyinggung soal wacana perpanjangan masa jabatan presiden.
Wakil Ketua Tim Koordinasi Relawan Pemenangan Pilpres (TKRPP) PDIP itu menyebut, persoalan antara partainya dan kepala negara bermula dari PDIP yang enggan mengabulkan permintaan Jokowi untuk memperpanjang masa jabatannya sebagai presiden tiga periode.
"Nah, ketika kemudian ada permintaan tiga periode, kita tolak. Ini masalah konstitusi, ini masalah bangsa, ini masalah rakyat, yang harus kita tidak bisa setujui,” kata Adian dalam keterangan tertulisnya, Rabu (25/10/2023).
Menurut Adian, PDIP menolak permintaan tersebut karena tidak ingin mengkhianati konstitusi.
Baca juga: Jokowi Dituding Tak Tahu Terima Kasih pada PDIP, Bappilpres Projo: Hubungan Saling Menguntungkan
Sebab, Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan masa jabatan presiden paling banyak 2 periode, di mana satu periode berlangsung 5 tahun.
“Kemudian, ada pihak yang marah ya terserah mereka. Yang jelas kita bertahan untuk menjaga konstitusi. Menjaga konstitusi adalah menjaga republik ini. Menjaga konstitusi adalah menjaga bangsa dan rakyat kita,” ujar Adian.
Anggota Komisi VII DPR ini pun menyesalkan perubahan sikap Jokowi yang begitu cepat terhadap PDIP.
Padahal, menurutnya, PDIP telah memberikan segalanya untuk Jokowi dan keluarga.
“Ada sejarah begini, dulu ada yang datang minta jadi wali kota dapat rekomendasi, minta rekomendasi, dikasih. Minta lagi dapat rekomendasi, dikasih lagi. Lalu, minta jadi gubernur, minta rekomendasi dikasih lagi. Lalu, minta jadi calon presiden, minta rekomendasi dikasih lagi. Kedua kali dikasih lagi," ucap Adian.
“Lalu, ada lagi minta untuk anaknya dikasih lagi. Lalu, ada diminta untuk menantu lalu dikasih lagi. Banyak benar,” katanya lagi.
Namun, terkait ini, PDIP tak satu suara. Ketua DPP PDIP Puan Maharani membantah pernyataan Adian.
Setahu Puan, Jokowi tidak pernah menyampaikan keinginan ke Megawati agar jabatannya sebagai presiden ditambah atau diperpanjang.
"Enggak. Enggak pernah setahu saya, enggak pernah beliau meminta (pada Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri) untuk perpanjangan tiga periode," kata Puan saat ditemui di Gedung High End, Jakarta Pusat, Rabu (25/10/2023).
Baca juga: Putusan MK Disebut sebagai Upaya Langgengkan Kekuasaan, Politikus PDIP: Bagian Desain Besar Politik
3. Pembangkangan konstitusi
Tak hanya Jokowi, Gibran juga turut jadi “sasaran” PDIP.
Hasto menyebut, pencalonan Gibran sebagai wakil presiden Pemilu 2024 merupakan bentuk political disobidience atau ketidaktaatan politik terhadap konstitusi.
"Apa yang terjadi dengan seluruh mata rantai pencalonan Mas Gibran, sebenarnya adalah political disobidience terhadap konstitusi dan rakyat Indonesia," kata Hasto.
Memang, sebelumnya, Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mensyaratkan capres-cawapres minimal berusia 40 tahun.
Namun, belum lama ini, MK melalui putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 mengabulkan uji materi terkait syarat minimal usia capres-cawapres.
Atas uji materi itu, seseorang yang belum berusia 40 tahun bisa maju sebagai capres atau cawapres jika punya pengalaman sebagai kepala daerah atau pejabat lain yang dipilih melalui pemilu.
Berkat putusan MK tersebut, Gibran yang baru berusia 36 tahun dapat maju sebagai cawapres.
Putusan MK ini kontroversial lantaran diketuk oleh Anwar Usman yang merupakan adik ipar Jokowi sekaligus paman Gibran.
Gibran pun resmi mendaftarkan diri sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Rabu (25/10/2023).
Baca juga: Pengamat Ungkap PDIP Marah dan Stress Luar Biasa Ditinggal Jokowi, Tapi Tak Berani Tegas ke Gibran
Dua hari setelah pendaftaran itu, Hasto menyebut bahwa Gibran sudah berpamitan dari partai, namun belum mengembalikan kartu tanda anggota (KTA) partai.
"Jadi, sudah pamit. Kalau sudah pamit itu kan sudah gamblang, sudah cetho welo welo (sangat jelas sekali, Bahasa Jawa)," kata Hasto ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (27/10/2023).
Sementara, Ketua DPP PDI Perjuangan Ahmad Basarah menyatakan, Gibran membangkang keputusan partai dengan menjadi cawapres Prabowo.
Sebab, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri selaku pemegang mandat tertinggi partai telah memutuskan Ganjar Pranowo-Mahfud MD sebagai bakal capres-cawapres PDIP.
"Ketika Mas Gibran kemudian keluar dari skema keputusan yang sudah diambil oleh Bu Megawati Soekarnoputri dan bahkan mencalonkan diri sebagai bakal cawapres di luar garis keputusan partai, maka secara konstitusi partai, secara aturan partai dia telah melakukan pembangkangan," kata Basarah di Sekolah Partai PDIP, Jakarta, Sabtu (28/10/2023).
Oleh karenanya, menurut Basarah, dengan menjadi cawapres Prabowo, Gibran otomatis tak lagi menjadi bagian dari PDIP, meski partai tak melakukan pemecatan.
"Tanpa adanya surat resmi pemberhentian Mas Gibran dari DPP partai, maka sesungguhnya secara etika politik dari dalam hatinya dan dari penilaian publik, Mas Gibran sudah keluar dari PDI Perjuangan itu sendiri," ujarnya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.