Berita Nasional Terkini

Terjawab Suku/Warga Rohingya Berasal dari Negara Mana serta Alasannya Ditolak oleh Warga Aceh

Terjawab suku/warga Rohingya berasal dari negara mana, sedang ramai dibicarakan usai ditolak oleh warga Aceh.

Editor: Heriani AM
SERAMBINEWS.COM/YUSMANDIN IDRIS
Boat diduga berisi warga etnis Rohingya di kawasan Pantai Kuala Pawon, Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen, Kamis (16/11/2023) pagi. Sementara itu warga setempat sudah berkumpul di pinggir pantai tersebut untuk menolak kedatangan mereka. Ramai ditolak warga Aceh, sebenarnya orang Rohingya asalnya dari mana? 

TRIBUNKALTIM.CO - Terjawab suku/warga Rohingya berasal dari negara mana, sedang ramai dibicarakan usai ditolak oleh warga Aceh.

Ulasan soal warga Rohingya berasal dari negara mana memang saat ini sedang ramai diulas.

Untuk diketahui, Rohingya adalah istilah yang merujuk pada minoritas muslim yang sebagian besar berada di negara bagian Rakhine (Arakan), Myanmar (Burma).

Ramai warga Aceh menolak pengungsi Rohingya yang datang.

Baca juga: Ramai Ditolak Warga Aceh, Orang Rohingya Asalnya dari Mana? Alasan Penolakan dan Pernyataan Kemenlu

Baca juga: Dukung Israel Haram, Bela Palestina Wajib, Cek 5 Fatwa MUI Terbaru, Daftar Produk Sasaran Boikot

Sebelumnya, warga Aceh dikenal paling ramah kepada para pengungsi Rohingnya, namun kali ini warga di Bireuen dan Aceh Utara menolak.

Warga Aceh memberikan bantuan berupa pakaian dan makanan namun kemudian para pengungsi Rohingya diminta kembali melanjutkan perjalanan. 

Hingga saat ini kapal-kapal yang membawa pengungsi Rohingya masih terapung-apung di perairan karena warga Aceh tidak mau menampung.

Bagaimana pernyataan Kemenlu terkait pengungsi Rohingya

Dari mana sebenarnya pengungsi Rohingya ini?

Dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com, masyarakat Kabupaten Bireuen dan Aceh Utara Provinsi Aceh menolak kedatangan imigran Rohingya ke wilayah mereka.

Kapal kayu yang ditumpangi para pengungsi itu pun didorong kembali ke laut setelah sebelumnya sempat mendarat. 

"Hari ini sudah dua kali ditolak masyarakat, pertama tadi di Bireuen, dan kemudian di Aceh Utara," kata Panglima Laot (laut) Aceh Miftach Tjut Adek, di Banda Aceh, Kamis malam.

Miftach menyampaikan, Aceh kembali didatangi sekitar 249 imigran Rohingya menggunakan kapal mesin kayu.

Tetapi kedatangan mereka mendapat penolakan dari masyarakat.

Boat diduga berisi warga etnis Rohingya di kawasan Pantai Kuala Pawon, Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen, Kamis (16/11/2023) pagi. Sementara itu warga setempat sudah berkumpul di pinggir pantai tersebut untuk menolak kedatangan mereka. Ramai ditolak warga Aceh, sebenarnya orang Rohingya asalnya dari mana?
Boat diduga berisi warga etnis Rohingya di kawasan Pantai Kuala Pawon, Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen, Kamis (16/11/2023) pagi. Sementara itu warga setempat sudah berkumpul di pinggir pantai tersebut untuk menolak kedatangan mereka. Ramai ditolak warga Aceh, sebenarnya orang Rohingya asalnya dari mana? (SERAMBINEWS.COM/YUSMANDIN IDRIS)

Pertama, sekitar pukul 04.00 kapal imigran Rohingya itu mendarat di kawasan Kuala Pawon, Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen.

Kemudian, masyarakat setempat menolak kedatangan mereka.

Setelah itu, para pengungsi kembali bergerak hingga akhirnya mendarat di kawasan pesisir Gampong Ulee Madon, Kecamatan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara sekitar pukul 16.00 WIB.

Setelah mendarat ke di bibir pantai, mereka mendapatkan makanan dari hingga pakaian dari masyarakat setempat. Kemudian, para pengungsi beserta kapal didorong kembali ke lautan.

"Pemerintah di sana tidak sanggup menerima karena tidak ada yang bertanggung jawab, masyarakat tidak mau di situ, dan kembali didorong ke laut," ujar dia, seperti dikutip Antara.

Terkait pengungsi Rohingya yang terus berdatangan ke Aceh, Miftach meminta Pemerintah Pusat untuk bertanggung jawab penuh, dan tidak menyerahkannya kepada Pemerintah Daerah.

Menurut Miftach, masyarakat dan Pemerintah Kabupaten/Kota dan bahkan Provinsi selama ini sudah berbuat maksimal terhadap para pengungsi Rohingya yang terus berdatangan ke Aceh.

"Tapi Pemerintah Pusat tidak mau perhatian terhadap masalah ini.

Maka kami berharap pusat harus segera turun tangan, jangan melepaskan masalah ini kepada Pemerintah Aceh dan rakyat Aceh sendiri saja," ujar Miftach Tjut Adek.

Sebelumnya diberitakan, dalam tiga hari terakhir Aceh telah didatangi ratusan pengungsi Rohingya.

Pertama pada Selasa (14/11/2023) di pesisir pantai Gampong Blang Raya Kecamatan Muara Tiga Kabupaten Pidie 200 orang, beberapa di antaranya melarikan diri.

Sehari setelahnya, Rabu (15/11/2023), sebanyak 147 imigran Rohingya kembali mendarat di kawasan Pantai Beurandeh, Kecamatan Batee, Kabupaten Pidie.

Lalu, pada hari ini Aceh kembali kedatangan kapal imigran Rohingya di kawasan pesisir Jangka Kabupaten Bireuen dan Aceh Utara.

Namun, mendapat penolakan dari warga setempat.

Sebagai informasi, Panglima Laot merupakan lembaga adat resmi laut yang membawahi nelayan di Aceh.

Semua permasalahan yang berhubungan dengan laut di Aceh tidak terlepas dari wewenang lembaga tersebut.

Baca Selanjutnya: Warga rohingya berebutan mendapatkan paket bantuan yang dilempar dari truk

Warga Berjaga di Pantai

Keuchik Kuala Pawon, Mukhtar yang merupakan gampong tetangga Pante Sukon yang sedang bersama warga mencegah mereka mendarat mengatakan, boat berisi diduga pengungsi Rohingya terlihat sekitar pukul 04.50 WIB.

Begitu diketahui warga dari sejumlah desa segera merapat ke pantai dan menolak mereka untuk mendarat.

"Ada ratusan warga datang dan menolak mereka turun di kawasan desa kami," ujar Mukhtar seperti dikutip TribunKaltim.co dari SerambiNews.com di artikel berjudul BREAKING NEWS - Warga Jangka Bireuen Tolak Etnis Rohingya, Jaga di Pantai Saat Kapal Hampir Tiba.

Di lokasi terlihat Camat Jangka, Kapolsek, Danramil dan berbagai unsur memantau warga dan juga para pengungsi.

Seperti diketahui, para manusia perahu etnis Rohingya itu sudah seringkali terdampar atau sengaja diturunkan ke Aceh

Awal-awalnya mereka diterima dengan baik oleh warga Aceh, di mana saja mereka terdampar, termasuk di Jangka. 

Tetapi akhir-akhir ini, warga pun mulai jenuh karena setelah ditampung baik-baik, kehadiran mereka pun kerap bikin masalah, seperti kabur di lokasi penampungan dan lain-lain. 

Pernyataan Kemenlu

Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) menyatakan sebenarnya Indonesia tidak memiliki kewajiban untuk menampung para pengungsi tersebut, apalagi memberikan solusi. 

"Yang jelas Indonesia bukan pihak pada Konvensi Pengungsi 1951.

Karena itu Indonesia tidak memiliki kewajiban dan kapasitas untuk menampung pengungsi, apalagi untuk memberikan solusi permanen bagi para pengungsi tersebut," kata juru bicara Kemenlu Lalu Muhammad Iqbal, melalui rilis resmi yang diterima oleh Kompas.TV, Kamis (16/11/2023).

Menurutnya, selama ini Indonesia mau menampung para pengungsi tersebut murni atas dasar kemanusiaan.

Hal penting yang menjadi catatan, banyak negara konvesi justru menutup pintu untuk para pengungsi itu.

"Penampungan yang selama ini diberikan semata-mata karena alasan kemanusiaan.

Ironisnya banyak negara pihak pada konvensi justru menutup pintu dan bahkan menerapkan kebijakan push back terhadap para pengungsi itu," tegasnya.

"Dari penanganan selama ini teridentifikasi bahwa kebaikan Indonesia memberikan penampungan sementara banyak dimanfaatkan oleh jaringan penyelundup manusia (people-smuggler) yang mencari keuntungan finansial dari para pengungsi tanpa peduli resiko tinggi yang dihadapi oleh para pengungsi, khususnya kelompok rentan seperti perempuan dan anak-anak.

Bahkan banyak di antara mereka terindentifikasi korban TPPO," lanjutnya.

Baca Selanjutnya: Aksi solidaritas rohingya ratusan orang jalan kaki ke gedung dprd baliikpapan

Asal Usul Rohingya

Rohingya adalah istilah yang merujuk pada minoritas muslim yang sebagian besar berada di negara bagian Rakhine (Arakan), Myanmar (Burma).

Keberadaan Rohingya di Myanmar bermula dari abad ke-7.

Rakhine, yang dulunya disebut Arakan, menjadi tujuan bagi orang-orang dari India.

Rakhine terletak di sisi barat Myanmar yang berbatasan langsung dengan Teluk Benggala (Bay of Bengal).  Rakhine berada tepat di seberang Benggala, India.

Rakhine merupakan daerah yang strategis karena menjadi pusat perdagangan dan pintu masuk gerbang Myanmar.

Pedagang dari berbagai penjuru dunia, datang ke Teluk bengal dan Rakhine. Termasuk para pedagang muslim dari Arab.

Maka etnis Rohingya terbentuk dari keturunan pedagang Arab yang menetap di sana dan muslim dari Benggala.

Masa Kolonial Inggris 

India dan Myanmar (Burma) dulunya merupakan daerah kolonial Inggris dari tahun 1824–1886.

Penjajah Inggris membawa imigran Benggali dari Wilayah Chittaging yang berbatasan langsung dengan Burma bagian barat untuk bekerja di perkebunan Arakan yang subur. 

Sehingga penjajahan Inggris memiliki kebijakan terhadap kaum Benggali dan Rohignya di Burma. 

Kebijakan Inggris menjadikan Muslim Rohingya sebagai kaum mayoritas di beberapa kota besar seperti Rangoon, Akyab, Bassein, dan Moulmein. 

Namun, saat itu kaum Burma di bawah penguasaan Inggris merasa tidak nyaman dengan imigrasi besar-besaran tersebut. 

Etnis mayoritas Burma mengusir Muslim Rohingya dan menyebabkan Muslim Rohingya melarikan diri ke Burma bagian utara. 

Masa kedudukan Jepang 

Pada tahun 1942 hingga 1943, Jepang masuk ek Burma dan melakukan penyerangan terhadap Inggris.

Saat itu Inggris kalah dan daerah kekuasaanya termasuk daerah Muslim Rohingya berhasil diduduki oleh Jepang

Akibatnya Jepang melakukan tindakan diskriminasi terhadap Muslim Rohingya.

Meski awalnya merasa kalah, Inggris menyerang Jepang dengan strategi gerilya yang disebut V Force. 

Warga Muslim Rohignya memiliki peran penting dalam proses kemerdekaan Burma dengan melakukan perlawanan terhadap Jepang. 

Masa Kemerdekaan Burma 

Pada Oktober 1947 diadakan Konferensi London untuk membahas kemerdekaan Burma.

Berdasarkan konferensi tersebut, Inggris menyerahkan kekuasaannya kepada Pemerintah Burma pada 4 Januari 1948. 

Peristiwa tersebut menjadi momen terakhir Aung San yang saat itu dipilih sebagai pemimpin Anti-Fascist People's Freedom League (AFPFL) meninggal karena ditembak mati oleh lawan politiknya.

Akhirnya wakil presiden AFPFL, U Nu terpilih menjadi perdana menteri Burma. 

Dikutip dari buku Burma Yang Penuh Pergolakan (2011), kepentingan politik baik dari komunitas Muslim maupun Buddha sangat diatur oleh pemerintah pusat Burma di Rangoon dan Burma. 

Status komunitas Muslim di Burma sebagai warga negara bagian tidak pernah dijamin.

Padahal, umat Islam di Burma secara jelas teah mendapatkan empat kursi dalam parlemen.

Di awal kemerdekaan Burma, Perdana Menteri U Nu mengecewakan Muslim Rohingya karena warga Muslim tidak dimasukkan dalam kategori kelompok minoritas pada draf konstitusi Burma. 

Padahal sesuai AFPFL, semua Muslim Burma diperlakukan sama dengan etnis Burma lainnya.

Namun, dalam kebijakan tersebut tidak memberikan jaminan bagi umat Muslim. 

Diskriminasi Rohingya

Diskriminasi etnis Rohingya memuncak ketika pemerintah Myanmar menghapus etnis Rohingya dari daftar etnis dan ras negaranya yang terlihat dalam “UU Kewarganegaraan Burma 1982”.

Myanmar memiliki 135 etnis dan Rohingya tidak termasuk etnis tersebut.

Pembantaian etnis Rohingya di Negara Bagian Rakhine merupakan hasil dari transformasi politik negara itu saat ini.

Penganiayaan yang mengarah pada Genosida dibuktikan oleh Operation King Dragon atau Operation Naga Min 1978, yakni upaya deportasi guna pembersihan etnis terhadap ratusan ribu masyarakat Rohingya.

Mengakibatkan 200.000 - 250.000 orang melarikan diri ke Bangladesh.

Semenjak etnis Rohingya tidak dianggap sebagai warga negara oleh pemerintah Myanmar, mereka disiksa dan ditahan.

Akibat pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) pada etnis Rohingya, membuat mereka pergi untuk mengungsi ke negara-negara seperti Thailand, Indonesia, India, dan Malaysia.

Ini Penjelasannya Referensi :

1. A Timeline of Rohingya History - Burma’s Path to Genocide - United States Holocaust Memorial Museum.

2. Lee, R. (2021). Rohingya Roots in Ancient Arakan. In Myanmar’s Rohingya Genocide: Identity, History and Hate Speech (pp. 13–32). London: I.B. Tauris. 

3. Myanmar Conflict Alert: Preventing communal bloodshed and building better relations. (2012). Refworld. 

4. The Burma Immigration (Emergency Provisions Act).(1947).  BURMA_IMMIGRATION_(EMERGENCY_PROVISIONS). Mohajan, Haradhan (2018).

5. History of Rakhine State and the Origin of the Rohingya Muslims. Published in: IKAT: The Indonesian Journal of Southeast Asian Studies , Vol. 2, No. 1 (25 July 2018): pp. 19-46.

Baca Selanjutnya: Terharu banget syahrini lakukan ini untuk galang dana bagi rohingya

(*)

Update Berita Nasional Terkini

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved