Berita Samarinda Terkini

Urgensi Penyakit TBC, Dinkes Samarinda Ajak Masyarakat Perangi Stigma

Pasalnya, menurut data Global TBC Report (WHO, 2022) kasus TBC di Indonesia menduduki peringkat ke-2 di dunia setelah India.

Penulis: Sintya Alfatika Sari | Editor: Mathias Masan Ola
TRIBUNKALTIM.CO/SINTYA ALFATIKA SARI
Pengelola Program TB Dinkes Samarinda, Baharudin foto bersama usai Konferensi Pers Statement bersama DPRD, Komunitas dan Layanan Swasta (15/12/2023). Ia membeberkan urgensi penyakit menular TBC di Kota Samarinda dan mengajak masyarakat untuk memerangi stigma dalam penuntasan TBC. 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Penyakit Tuberculosis (TBC) masih menjadi perbincangan serius bagi dunia, khususnya negara Indonesia.

Pasalnya, menurut data Global TBC Report (WHO, 2022) kasus TBC di Indonesia menduduki peringkat ke-2 di dunia setelah India.

Berdasarkan Global TBC Report (WHO, 2023) estimasi kasus TBC yang harus ditemukan di Indonesia di tahun 2024 meningkat menjadi 1.060.000 kasus, serta menjadi masalah prioritas nasional untuk ditanggulangi selain stunting.

Baca juga: Terdapat 788 Kasus TBC di Bontang Sepanjang 2022, 5 Kelurahan Jadi Wilayah Tertinggi Penyebaran

Tak sampai di situ saja, sepanjang tahun 2023 ini ditemukan sebanyak 4.119 kasus TBC di Kota Samarinda.

Hal ini menjadi urgensi bagi berbagai pihak, termasuk Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Samarinda.

Untuk mengentaskan TBC, Dinkes Samarinda menggandeng stakeholder terkait untuk berkolaborasi.

Pengelola Program TB Dinkes Samarinda, Baharudin mengatakan bahwa pihaknya tak menutup mata.

"Kami berupaya dalam penyediaan sarana diagnosis dan obat anti TBC yang mudah diakses masyarakat secara gratis," ungkapnya pada Konferensi Pers yang digelar baru-baru ini (15/12/2023) melalui fasilitator Lembaga Advokasi dan Rehabilitasi Sosial (LARAS) di Mercure Hotel Samarinda.

Baca juga: Kasus TBC di Kutim Capai 470 Per Agustus 2023, 25 Persen Anak-Anak

Baharudin menjelaskan bahwa untuk penanggulangan ribuan kasus ini, harus melewati berbagai tahapan.

“Mulai dari kegiatan investigasi kontak pasien TBC, hingga melakukan skrining di populasi khusus seperti lapas/rutan, pesantren, tempat kerja hingga wilayah yang padat penduduknya,” jelasnya.

Adapun persoalan lain yang dinilai menjadi hambatan untuk mengentaskan penyakit menular ini, yakni stigma masyarakat terhadap penyakit TBC.

Seseorang yang mengidap penyakit ini cenderung menutup diri dan memutuskan rangkaian pengobatan saat memiliki stigma negatif terhadap diri sendiri.

Bentuk stigma tersebut seperti munculnya perasaan takut akan dihakimi, malu dan rasa bersalah terhadap diri sendiri.

Baca juga: Hari Tuberkulosis Sedunia, DKK Balikpapan Galakkan Pemberian Terapi Pencegahan TBC

“Pada banyaknya kasus, saat pengidap melanjutkan pengobatan diiringi dengan adanya stigma, mereka menjadi enggan meneruskan. Padahal penanganannya harus sampai tuntas,” ungkap Baharudin.

Hal ini tentu sangat berdampak pada peningkatan angka TBC di Samarinda.

Halaman
12
Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved