Berita Samarinda Terkini
Tanggapi Maraknya Kekerasan pada Anak, Dosen Psikologi Unmul Samarinda Sebut Bullying Bukan Bercanda
kasus kekerasan di sekolah yang identik dengan bullying kini telah mendapat perhatian serius berbagai pihak. Baik pemerintah daerah maupun pusat
Penulis: Ardiana | Editor: Mathias Masan Ola
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN- Dosen Psikologi Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Ayunda Ramadhani, M.Psi menanggapi maraknya kasus kekerasan belakangan ini di Samarinda.
Menurutnya, kasus kekerasan di sekolah yang identik dengan bullying kini telah mendapat perhatian serius berbagai pihak. Baik pemerintah daerah maupun pusat, hingga masyarakat.
Di samping itu, imbuhnya, telah banyak satgas anti bullying yang tersebar di SMA dan SMP di kota Samarinda. Namun, bagi Ayunda, kurangnya regulasi di dalam sekolah terkait aturan saat terjadi kekerasan dan sistem pengawasan yang kerap tak berjalan dengan baik.
Baca juga: 240 Kasus Bullying dan Kekerasan Seksual di Sekolah di Samarinda, Disdikbud Bentuk Satgas TPPK
"Ini yang penting sekali harus disadari bahwa sebenarnya tindakan kekerasan di sekolah tidak mungkin tidak terjadi. Tapi yang bisa mencegahnya adalah ketika sekolah itu punya sistem, aturan, tata tertib yang dijalankan dengan benar," ujarnya.
Wanita yang menjabat sebagai Ketua Ikatan Psikologi Klinis (IPK) Himpsi Kaltim itu juga mengatakan, terdapat beberapa tindakan yang wajib dilakukan dalam kasus bullying atau kekerasan pada anak di sekolah.
Pertama, beber dia, tindakan pencegahan berupa edukasi dan sosialisasi terkait bentuk kekerasan dan bullying, baik verbal, fisik, psikologi, hingga dampak yang ditimbulkan.
Tak hanya itu, ia juga menyarankan adanya duta anti kekerasan yang ditujukan pada siswa sekolah yang lebih tua.
"Biasanya sudah di lakukan oleh satgas, kemudian kita juga bisa merekrut duta-duta anti kekerasan di dalam sekolah. Misalnya murid kelas 12," jelasnya.
Baca juga: Belum Ada Kasus Bullying di Samarinda, TRC-PPA Kaltim Gencarkan Sosialisasi dan Perkuat P5
Kedua, tindakan penanganan saat bullying terlanjur terjadi. Menurut Ayunda, keterbukaan pihak sekolah sangat diperlukan untuk melapor saat kasus bullying terjadi.
Hal ini juga disertai dengan keterlibatan siswa untuk berperilaku asertif saat dibully, serta guru dan orang tua yang tak menganggap remaja saat anak atau muridnya dibully.
"Jangan sampai menganggapnya bercanda. Bullying bukan bercanda. Bullying itu adalah suatu tindakan terukur dan terencana bahkan sengaja. Karena biasanya bullying itu dilakukan oleh orang-orang yang lebih kuat atau berkuasa," tegasnya.
"Kita perlu melibatkan pihak eksternal. Seperti UPTD PPA yang sering sekali berhadapan dengan kasus bullying," lanjutnya.
Ayunda membeberkan, saat menemukan indikasi bullying, guru atau orang tua wajib melapor pada pihak sekolah agar segera ditangani dengan serius.
"Harus ditangani secara serius di sekolah agar tak berulang. Juga memastikan program-program anti bullying berjalan dengan baik. Karena kasus bullying harus kita cegah dan kurangi," pungkasnya. (*)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.