Sejarah
Sejarah 8 Februari: Mary I dari Skotlandia Dieksekusi, Diduga Terlibat Ingin Bunuh Ratu Elizabeth I
Sejarah 8 Februari mengingatkan kita pada hari eksekusi hukuman mati Mary I, Ratu Skotlandia dari tepat 437 tahun yang lalu.
Penulis: Tribun Kaltim | Editor: Nisa Zakiyah
TRIBUNKALTIM.CO - Sejarah 8 Februari mengingatkan kita pada hari eksekusi hukuman mati Mary I, Ratu Skotlandia dari tepat 437 tahun yang lalu.
Mary meninggal dunia di usianya yang ke 45 tahun.
Mary, Ratu Skotlandia, atau yang lebih dikenal sebagai Mary, Queen of Scots, adalah salah satu tokoh bersejarah yang penuh kontroversi di Skotlandia.
Setelah 19 tahun dipenjara, Mary Stuart dipenggal pada 8 Februari 1587 di Kastel Fotheringhay, Inggris karena dianggap terbukti terlibat rencana pembunuhan Ratu Elizabeth I.
Karena hidupnya yang tragis, dia menjadi salah satu bangsawan Skotlandia yang paling terkenal.
Simak berikut ini sejarah hidup Mary, Ratu Skotlandia yang penuh kontroversi.
Kehidupan Awal

Mary Stuart adalah Ratu Skotlandia yang bertahta pada 14 Desember 1542 hingga 24 Juli 1567.
Mary Stuart lahir di Istana Linlithgow, Skotlandia pada tanggal 8 Desember 1542.
Dia adalah putri dari Raja James V dan istri keduanya Mary dari Guise yang berasal dari Prancis.
Karena kematian ayahnya ketika Mary masih bayi, dia menjadi Ratu Skotlandia saat berusia hanya enam hari.
Pada usia lima tahun, Mary dikirim ke Prancis dan dibesarkan di istana Prancis sebagai calon istri Raja Francis II dari Prancis.
Mary naik tahta karena dengan kematian James V, tidak ada lagi keturunan pria dari Robert II.
Mary diyakini lahir prematur dan merupakan satu-satunya anak sah sekaligus pewaris tahta Skotlandia yang masih hidup.
Sang ayah meninggal dunia kemungkinan disebabkan karena depresi usai mengalami kekalahan dalam pertempuran Solway Moss.
Dugaan lain mengenai penyebab kematian James V adalah akibat air yang dia minum selama memimpin pertempuran telah terkontaminasi.
Karena Mary masih bayi saat mewarisi tahta maka untuk sementara Skotlandia diperintah para bangsawan setingkat bupati hingga Mary memasuki usia dewasa.
Mary kemudian dikirim ibunya ke Prancis untuk dibesarkan di negeri itu.
Pada 1558, Mary menikahi seorang bangsawan Prancis bernama Francis.
Setahun kemudian, Francis menduduki tahta Prancis dengan gelar Raja Francis I dan seketika Mary menjadi Ratu Prancis.
Pernikahan Ratu
Pada tahun 1558, Mary menikah dengan Francis, dan pada tahun berikutnya, dia menjadi Ratu Perancis saat Francis naik takhta.
Namun, Francis meninggal dunia pada tahun 1560, dan Mary kembali ke Skotlandia.
Setelah kembali ke Skotlandia, Mary terlibat dalam konflik politik dengan para bangsawan Protestan, terutama dengan Lord James Stewart, Earl of Moray, yang menentang kebijakan dan agama Katoliknya.
Dia juga terlibat dalam perang dengan Inggris yang dipimpin oleh Ratu Elizabeth I.

Pada tahun 1565, Mary menikahi Henry Stuart, Lord Darnley, tetapi pernikahan mereka tidak bahagia dan Darnley meninggal dalam keadaan misterius pada tahun 1567.
Dari pernikahannya ini, Mary dikaruniai seorang putra yang bernama James VI dari Skotlandia.
James VI lahir dari pernikahannya dengan Henry Stuart, Lord Darnley, pada tahun 1566. James VI juga menjadi James I dari Inggris setelah kematian Elizabeth I pada tahun 1603, menyatukan takhta Inggris dan Skotlandia dalam pribadi yang sama. James I merupakan pendiri dinasti Stuart di Inggris.
Pernikahan terakhir Mary yang terakhir adalah bersama James Hepburn, Earl of Bothwell, yang diduga terlibat dalam pembunuhan Darnley.
Hal ini menyebabkan kemunduran Mary secara politik dan popularitasnya menurun.
Penangkapan dan Penahanan oleh Elizabeth I
Pada tahun 1567, Mary dipaksa untuk turun tahta sebagai Ratu Skotlandia dan melarikan diri ke Inggris, berharap untuk mendapatkan perlindungan dari Elizabeth I.
Namun, Elizabeth menahan Mary karena dianggap sebagai ancaman terhadap tahtanya sendiri dan menyimpannya dalam penahanan rumah selama hampir dua puluh tahun.
Pada tahun 1586, Mary terlibat dalam konspirasi untuk membunuh Elizabeth I, yang dikenal sebagai konspirasi Babington.
Dia ditangkap, diadili, dan pada tahun 1587, dia dieksekusi dengan cara dipenggal di Fotheringhay Castle.

Mary, Ratu Skotlandia, dieksekusi karena terlibat dalam konspirasi yang bertujuan untuk membunuh Ratu Elizabeth I dari Inggris, yang merupakan sepupunya.
Konspirasi ini dikenal sebagai konspirasi Babington, dinamai dari Anthony Babington, seorang bangsawan Katolik Inggris yang memimpin plot tersebut.
Pada tahun 1586, surat-surat yang dikirim oleh Mary kepada para konspirator ditemukan oleh pihak berwenang Inggris, yang memberikan bukti kuat keterlibatannya dalam rencana pembunuhan terhadap Elizabeth I.
Surat-surat ini mengungkapkan rencana untuk membunuh Elizabeth dan menggantikannya dengan Mary sebagai Ratu Inggris, yang akan mengembalikan Katolikisme ke Inggris.
Ketika konspirasi ini terungkap, Mary ditangkap, diadili, dan dinyatakan bersalah atas pengkhianatan terhadap Elizabeth I.
Eksekusi Mary, Ratu Skotlandia, merupakan momen penting dalam sejarah Inggris dan Skotlandia, dan menjadi puncak dari konflik politik dan agama yang berkecamuk di Inggris pada saat itu antara Katolik dan Protestan.
Menghadapi Eksekusi
Mary menghadapi eksekusi kematian dengan keberanian dan kekuatan yang mengesankan.
Meskipun dia pasti merasakan ketakutan dan kesedihan di hadapan kematian yang tak terelakkan, catatan sejarah mencatat bahwa dia menunjukkan kedamaian dan keberanian yang luar biasa dalam menghadapi akhir hidupnya.
Pada hari eksekusi, yang berlangsung pada tanggal 8 Februari 1587, di Fotheringhay Castle di Inggris, Mary tampil dengan anggun dan tenang.
Dia mengenakan gaun hitam yang layak sebagai pakaian duka, dan dengan tegas menolak bantuan dari pelayan yang ingin membantu dia mengenakan kerudung.
Saat tiba waktunya, Mary naik tangga menuju tempat eksekusi dengan langkah yang mantap dan tanpa ragu-ragu.

Dia duduk di atas kursi yang telah dipersiapkan untuknya, dan dengan tegas menolak untuk meminta maaf atas tuduhan yang dia yakini tidak bersalah.
Saat pedang eksekusi jatuh, dilaporkan bahwa Mary menunjukkan ketabahan yang mengesankan, bahkan mengutip doa-doa dan mazmur-mazmur dalam bahasa Latin sambil menunggu eksekusi.
Setelah kepala Mary dipenggal, pengamat melaporkan bahwa ekspresinya masih terlihat tenang dan terkumpul, menunjukkan bahwa dia menerima takdirnya dengan martabat.
Meskipun akhir hidupnya tragis, Mary, Ratu Skotlandia, meninggalkan warisan sebagai pemimpin yang kuat dan penuh martabat, dan pengorbanannya menjadi salah satu momen paling bersejarah dalam sejarah Inggris dan Skotlandia.
Itulah sejarah mengenai Mary I, Ratu Skotlandia yang dituduh terlibat ingin membunuh Ratu Elizabeth I. Semoga bermanfaat. (*)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.