Pilpres 2024
Usut Dugaan Kecurangan Pilpres 2024, lewat Hak Angket DPR atau Gugatan ke MK, Mana Lebih Berpeluang?
Untuk mengusut dugaan kecurangan Pilpres 2024, mana lebih berpeluang, hak angket DPR atau gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK)?
TRIBUNKALTIM.CO - Kini santer mengemuka agar DPR menggulirkan Hak Angket atau Hak Interpelasi untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pemilu 2024 khususnya Pilpres 2024.
Selain, Hak Angket DPR, sebenarnya ada juga peluang untuk menyampaikan gugatan sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi atau MK.
Bagaimana peluang Hak Angket DPR dan sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, manakah yang lebih berpeluang untuk mengusut dugaan kecurangan?
Menurut pengamat politik Jannus TH Siahaan, wacana menggulirkan Hak Angket atau Hak Interpelasi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pemilu 2024 dianggap jadi pilihan pihak yang tidak puas.
Baca juga: Jika Hak Angket Digulirkan, Ini Hitung-hitungan Jumlah Kursi di DPR, Apa Jokowi bisa Dilengserkan?
Baca juga: Upaya Ganjar-Anies Dorong Hak Angket Tak Mulus, Pengamat Prediksi Nasdem dan PKB akan Pragmatis
Baca juga: Ganjar-Mahfud dan Anies-Cak Imin Kompak Soal Hak Angket Kecurangan Pemilu, Anies Minta PDIP Inisiasi
Lantaran jika bersengketa di Mahkamah Konstitusi (MK) maka kemungkinan besar bakal kalah.
Selasa (20/2/2024), Jannus TH Siahaan mengatakan, "Adanya upaya untuk menggulirkan hak angket dan interpelasi, menurut hemat saya, adalah karena ada anggapan bahwa perlawanan melalui jalur hukum di MK tidak akan membuahkan kemenangan."
Wacana hak angket disampaikan oleh calon presiden (capres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo.
Gagasan itu kemudian disambut oleh capres nomor urut 1 Anies Baswedan.
Menurut Jannus, wacana itu dilontarkan karena kedua belah pihak berkaca dari Pilpres 2014 dan 2019, di mana Prabowo Subianto yang ketika itu 2 kali berhadapan dengan Joko Widodo mengajukan gugatan sengketa Pilpres ke MK dan berujung kalah.
"Karena jika memakai jalur MK, ujungnya yang akan diperhitungkan adalah hasil perolehan suara akhir sehingga akan sangat kecil kemungkinan untuk memenangi gugatan," ucap Jannus.
Menurut Jannus, pihak penggugat sengketa Pilpres melalui MK mesti membuktikan aksi kecurangan dari ratusan ribu tempat pemungutan suara (TPS) atau dalam penghitungan bertingkat buat membatalkan kemenangan kandidat tertentu.
Tentu saja proses mengumpulkan bukti dan mengujinya di depan persidangan di MK membutuhkan upaya yang sangat besar dan terperinci.

Alhasil, kata Jannus, ketimbang menelan kekalahan di MK, salah satu jalan yang ditempuh adalah menyelidiki dugaan kecurangan itu melalui proses politik di DPR dengan hak angket maupun interpelasi.
Jika permohonan hak angket disetujui oleh DPR melalui sidang paripurna, upaya buat menyelidiki dugaan kecurangan itu tidak terlampau besar seperti jika mengajukan sengketa melalui MK.
Baca juga: Jokowi Persilahkan Hak Angket Usut Pilpres yang Diwacanakan Ganjar, Kubu Prabowo Anggap Tak Perlu
Akan tetapi, faksi yang menginginkan supaya wacana hak angket disetujui mesti mencari dukungan politik sebesar-besarnya di DPR.
"Jika berhasil menggiring kekuatan untuk dimulainya hak angket atau interpelasi maka akan ada peluang untuk adu kekuatan politik, bukan adu fakta hukum sebagaimana di MK," papar Jannus.
Jannus juga menilai soal peluang dampak politik dari hak angket itu meluas jika saat penyelidikan DPR menemukan berbagai fakta dugaan kecurangan.
Bahkan, kata dia, salah satu dampak lainnya bisa menyentuh pada wacana pemakzulan presiden.
"Meskipun juga kecil peluangnya untuk mengarah ke impeachment, tapi peluangnya tetap ada, karena pertimbangannya adalah kemampuan masing-masing pihak dalam melobi sebanyak-banyaknya anggota DPR lainnya," ucap Jannus.
Manuver Jokowi
Presiden Jokowi resmi melantik Ketua Umum Partai Demokrat Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY menjadi Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN)
Pelantikan berlangsung di Istana Negara, Jakarta pada Rabu (21/2/2024).
Dilantiknya AHY menjadi penanda masuknya Partai Demokrat di koalisi pemerintahan Jokowi.
Masuknya AHY ini dinilai menjadi salah satu manuver politik Jokowi usai Pilpres 2024.
Adapun AHY menggantikan Marsekal (Purn) TNI Hadi Tjahjanto yang dilantik menjadi Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) menggantikan Mahfud MD yang mundur lantaran mengikuti kontestasi Pilpres 2024 menjadi calon wakil presiden (cawapres) Ganjar Pranowo.
Menanggapi hal ini, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin menilai pelantikan AHY ini semakin menegaskan perseteruan antaran Jokowi dan Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri.
Baca juga: Sengketa Pilpres di MK Dinilai Sulit Ubah Hasil Pemilu, Zainal Arifin Mochtar Ungkap Penyebabnya
Sebagai informasi, santer beredar kabar bahwa hubungan Jokowi dan Megawati retak selama Pilpres 2024 berlangsung.
Keretakan hubungan keduanya itu dinilai berbagai pihak semakin terlihat ketika putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka yang menjadi cawapres Prabowo Subianto.
Padahal, Gibran adalah kader dari partai berlambang banteng itu.
Hal tersebut semakin terlihat ketika Jokowi sudah tidak pernah hadir dalam acara internal PDIP.
Adapun terakhir kali Jokowi hadir dalam acara PDIP saat Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDIP ke-IV yang digelar di JIExpo, Kemayoran, Jakarta pada 29 September 2023.
Tepatnya 20 hari sebelum proses pendaftaran capres-cawapres ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Ya kan sudah saya katakan dari dulu, hubungan Jokowi dengan PDIP tidak baik, hubungan dengan Megawati tidak baik."
"Dalam konteks itu, ini menegaskan memang perseteruan antara Jokowi dengan Megawati sangat nyata, sangat terang-terangan," tuturnya, Rabu (21/2/2024).
Tak hanya itu, Ujang menilai Jokowi sudah tidak menganggap menteri dari PDIP yang berada di Kabinet Indonesia Maju.
Hal tersebut, sambungnya, berkaca dari Jokowi yang melantik AHY yang notabene partai yang dipimpinnya yaitu Demokrat adalah 'musuh' dari PDIP.
Ditambah, kata Ujang, hubungan antara Megawati dan Ketua Majelis Tinggi Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono yang turut diisukan mengalami keretakan.
Faktor-faktor ini menegaskan kembali bahwa Jokowi sudah melakukan perlawanan terbuka terhadap Megawati dan PDIP.
Baca juga: Bahas Kecurangan Pilpres 2024, Mahfud MD Beberkan Deretan Pilkada yang Dianulir MK Karena Curang
"Dengan masuknya Demokrat, kita tahu Demokrat itu musuhnya PDIP, Megawati itu masih tidak akrab dengan SBY.
Kalau Demokrat masuk pemerintahan, PDIP dianggap di luar kabinet (oleh Jokowi)," ujarnya.
Gagalkan Hak Angket
Ujang juga menganggap pelantikan AHY oleh Jokowi menjadi Menteri ATR demi memuluskan transisi ke pemerintahan Prabowo-Gibran.
Seperti diketahui, menurut hasil real count KPU per pukul 14.00 WIB, Prabowo-Gibran unggul jauh ketimbang pasangan capres-cawapres lainnya dengan raihan 59.591.588 (58,76 persen).
Adapun suara yang masuk berasal dari 606.812 TPS atau 73,71 persen dari total 823.236 TPS.
Jika raihan suara Prabowo-Gibran stabil hingga akhir penghitungan, maka mereka dipastikan menang dalam Pilpres 2024.
Tak hanya soal Prabowo-Gibran, Ujang juga menilai pelantikan AHY demi memperkuat koalisi di pemerintahan lantaran PDIP sudah tidak sejalan dengan Jokowi.
"(Jokowi melantik AHY) Menjadi strategi menambah kekuatan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin dan memperkuat koalisi pemerintahan di parlemen.
Karena kita tahu PDIP, walaupun masih di pemerintahan, sudah berbeda pandangan dengan Jokowi."
"Maka butuh partai lain untuk bisa memperkuat pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin agar bisa soft landing saat Oktober 2024 serta adanya transisi ke (pemerintahan) Prabowo-Gibran lancar," jelas Ujang.
Selain itu, dia juga mengungkapkan pelantikan AHY menjadi 'senjata' Jokowi untuk membendung terealisasinya hak angket di DPR terkait dugaan kecurangan Pilpres 2024 yang digulirkan oleh capres Ganjar Pranowo.
"Dan untuk membangun kekuatan di parlemen juga semisal membendung keinginan-keinginan partai dari (pengusung) Ganjar yang ingin melakukan hak angket.
Itu kan bisa dibendung dengan kekuatan koalisi (pemerintahan) Jokowi-Ma'ruf yang kuat, besar di parlemen," tuturnya.
Ujang mengatakan pelantikan terhadap AHY mampu mengubah persepsi Demokrat untuk mendukung apapun langkah dan kebijakan Jokowi ke depan.
Khususnya terkait hak angket yang diserukan oleh Ganjar.
"Tambahan Demokrat itu kan menjadi penting. Dengan dilantiknya AHY kan, suka tidak suka, akan habis-habisan membela Jokowi dan menolak hak angket itu," pungkasnya.
Baca juga: Beda Hak Interpelasi dan Hak Angket, Disuarakan Anies dan Ganjar untuk Usut Dugaan Kecurangan Pemilu
(*)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dan Tribunnews.com dengan judul Maksud Jokowi Lantik AHY Jadi Menteri ATR, Pengamat: Lawan Megawati, Gagalkan Hak Angket Ganjar
100 Tokoh Tolak Hasil Pilpres 2024, Dipimpin Din Syamsuddin, Bongkar Beberapa Dugaan Kecurangan |
![]() |
---|
Apa Hak Angket dan Hak Interpelasi DPR? Disebut Anies dan Ganjar-Mahfud terkait Kecurangan Pemilu |
![]() |
---|
Ganjar Minta Partai Pendukungnya dan Koalisi Perubahan di DPR Ajukan Hak Angket Kecurangan Pilpres |
![]() |
---|
Viral Umi Pipik Singgung Kecurangan di Hasil Pemilu 2024, Tetap Bangga dengan Capres Pilihannya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.