Pembunuhan Sekeluarga di PPU

Terjawab Alasan Keluarga Korban Pembunuhan di Penajam Minta Pelaku Dibebaskan, Dibalas Hukum Adat

Terjawab alasan keluarga korban pembunuhan di Penajam minta pelaku dibebaskan, dibalas Hukum Adat

Editor: Rafan Arif Dwinanto
Tribun Kaltim
Rumah korban dan Junaedi, tersangka pembunuhan. Terjawab alasan keluarga korban pembunuhan di Penajam minta pelaku dibebaskan, dibalas hukum adat 

Harapan besar keluarga kini dititipkan pada kewenangan Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut.

Kata Asrul, Majelis Hakim memiliki kewenangan tidak terbatas dalam memutus perkara.

Diharapkan putusan atau vonis nantinya, betul-betul menggunakan nurani dan tidak berdasarkan pada normatif perlindungan anak.

“Kita berharap kepada yang mulia Majelis Hakim, mudahan dapat memberikan putusan seadil-adilnya,” ucapnya.

Kata dia, putusan yang seadil-adilnya ini juga akan menjadi acuan ke depannya apabila ada tindakan sadis yang dilakukan oleh anak di bawah umur.

Selain itu, untuk memberikan efek jera, agar tidak ada lagi kejadian serupa di kemudian hari.

“Mohon maaf nanti bisa dieksploitasi anak tersebut menjadi pembunuh bayaran, karena vonis yang mengakomodir hak perlindungan anak itu,” pungkasnya.

Baca juga: Hukuman Mati atau Seumur Hidup? Hari Ini Sidang Tuntutan Pembunuhan Satu Keluarga di PPU Digelar

Motif Jadi Misteri

Sidang kasus pembunuhan satu keluarga di Babulu, Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, masih bergulir.

Terdakwa, Juanedi (17), terancam hukuman mati atau seumur hidup atas perbuatannya yang menghabisi nyawa lima orang tetangganya, W (45), SW (40), RJS (18), VDS (15), dan ZAA (12), pada 6 Februari 2024 lalu.

Kini agenda selanjutnya, Junaedi akan dihadapkan dengan sidang pembacaan tuntutan.

Kuasa hukum keluarga korban, Asrul Paduppai, mengatakan bahwa motif terdakwa belum terkuak sampai sekarang.

Ia meragukan terdakwa melakukan pembunuhan karena dendam atau asmara terhadap RJS, anak perempuan korban.

"Kalau memang motif dendam terhadap si perempuan itu, kenapa harus satu keluarga yang dibunuh. Belum lagi dengan tindakan memperkosa. Jadi dia mau membunuh motifnya apa, atau mau memperkosa tapi motifnya juga nggak jelas," ujar Asrul, Rabu (6/3/2024).

Asrul menambahkan, terdakwa memang mengakui perbuatannya, tapi masalah motif tidak pernah terungkap dengan gamblang.

Ia menilai masalah motif ini penting, karena berpengaruh terhadap tuntutan yang disusun Jaksa Penuntut Umum (JPU).

"Jadi saya rasa, mau dibilang motif dendam atau motif asmara, belum bisa dipastikan. Sempat ramai kan disinggung masalah helm yang belum dikembalikan, tapi saya rasa itu enggaklah menjadi pendorong dia melakukan aksi tersebut," tutur Asrul.

Asrul juga mengomentari masalah minuman keras dan tes kejiwaan yang berkaitan dengan terdakwa.

Ia mengatakan terdakwa sempat menenggak minuman keras sebelum melancarkan aksinya, tapi itu tidak berpengaruh banyak, terlebih bisa mendorong dia melakukan tindak pidana sekeji itu.

"Dan kemudian masalah tes kejiwaan, dia juga dianggap sehat secara psikologis. Jadi dia secara akal pikiran, sudah berpikir akan melakukan hal itu. Bahkan dia sempat mengajak temannya, kebetulan temannya tidak mau," ungkap Asrul.

Hanya saja, dia meneruskan, selama mulai dari rekonstruksi adegan hingga persidangan, Junaedi memiliki ekspresi yang relatif datar.

Menurutnya, dengan kondisi kejiwaan yang sehat, terlihat mimik wajah yang menyesal, malu, dan merasa bersalah yang bertubi-tubi.

"Tapi ini tidak. Terdakwa itu lempeng saja, semacam tidak terjadi apa-apa," imbuhnya.

Terlepas daripada itu, Asrul bersama 5 orang kuasa hukum lainnya, kompak berharap agar JPU melayangkan tuntutan hukuman mati terhadap terdakwa.

Baca juga: Viral Caleg DPR RI Diduga Jadi Otak Pembunuhan, Perolehan Suara Devara Putri Prananda, Sikap Partai

Meskipun ada regulasi pidana anak, dimana hukuman pokok maksimal 10 tahun, Asrul berpendapat bahwa majelis hakim dapat menggunakan hati nuraninya untuk mendobrak batas tersebut.

"Dia (terdakwa) kan kena pasal berlapis. Kalau kita secara matematis diambil sepertiga dari total semua
hukuman dalam pasal itu, tetap hukuman mati," ucap Asrul.

Sebab itu, dia sepenuhnya bergantung pada kebijaksanaan majelis hakim, mengingat perkara Junaedi ini terbilang pertama kali.

Sehingga harapannya, bisa menjadi pedoman hukum terhadap perkara serupa yang akan datang. (*)

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved