Pilpres 2024

Jokowi-Gibran Terus Jadi Sasaran Tembak di MK, Yusril Singgung Hubungan Cak Imin dan Menteri Desa

Jokowi dan Gibran terus jadi sasaran tembak di Mahkamah Konstitusi, Yusril Ihza Mahendra singgung hubungan Cak Imin dan Menteri Desa

Editor: Rafan Arif Dwinanto
KOMPAS.com/Syakirun Ni'am
Jokowi dan Gibran terus jadi sasaran tembak di Mahkamah Konstitusi, Yusril Ihza Mahendra singgung hubungan Cak Imin dan Menteri Desa 

Dari penjelasan tim kuasa hukum paslon 1 dan paslon 3 terungkap bahwa akibat Presiden menggunakan kekuasaannya, hasil pemilu berubah.

"Jadi, yang dipermasalahkan itu tidak sekadar angka di ujung, tetapi apa yang menyebabkan angka di ujung menjadi seperti itu. Langkah-langkah Presiden menggunakan kekuasaannya berupa abuse of power untuk merusak proses Pemilu, sehingga hasilnya tidak benar. Nah, itu yang mau dijelaskan dari permohonan paslon 3," kata Feri, dalam acara Speak Up di YouTube Channel Abraham Samad, yang dipantau Senin (1/4/2024).

Baca juga: Kubu Ganjar-Mahfud Kini Minta MK Panggil Kapolri di Sidang Sengketa Pilpres 2024, Ini Alasannya

Lebih lanjut dikatakan, dalam permohonan PHPU kuasa hukum paslon 1 mengungkapkan, data tentang penentuan penjabat gubernur yang ditugaskan untuk memenangkan paslon 2 pada Pemilu 2024.

Selain itu, kuasa hukum paslon 3 juga membuat peta yang memperlihatkan ke mana saja Presiden Jokowi bergerak dan membagikan bantuan sosial (bansos), yang bisa dikonversi menjadi kenaikan suara bagi paslon 2.

Apalagi data paslon 3 itu didukung hasil penelitian Litbang Kompas, yang menunjukkan pemilih mengubah pilihannya untuk memilih 02 karena bansos mencapai 51 juta paket.

"Kalau kita mau coba melihat dari apa yang digambarkan tim kuasa hukum paslon 3, kunjungan Presiden ke mana bansos gentong babi disalurkan itu, terjadi konversi suara. Jadi suara pemilih dicurangi gara-gara bantuan gentong babi," ujar Feri.

Menurut dia, apa yang dipaparkan kuasa hukum paslon 3 mengajak hakim MK untuk tidak berpikiran linier dan determinan, supaya bisa menemukan fakta dan bukti terkait hal-hal yang mempengaruhi hasil Pemilu 2024.

Selain itu, Mahfud MD juga menggaungkan soal keadilan substantif, yang harus dijalankan MK dalam mengadili permohonan PHPU untuk menemukan rasa keadilan berpemilu, sehingga tidak hanya terpaku pada persoalan selisih angka hasil Pemilu.

Itu berarti, hakim MK harus menggali untuk mendapatkan proporsi yang adil terkait hasil Pemilu 2024, bukan hanya berpatokan pada menghitung angka suara masing-masing paslon.

Hal itu, bukan merupakan tugas dari hakim MK selaku pakar konstitusi.

"Jadi sebenarnya hakim MK ini tidak boleh berpikiran normatif, tidak boleh berpatokan pada keadilan yang istilahnya formalitas. Kalau hanya persoalkan angka-angka, kita tinggal panggil anak matematika anak MIPA, atau statistika suruh hitung, karena mereka lebih jago dari hakim MK," ungkap Feri.

Terkait saksi-saksi yang dihadirkan dalam sidang permohonan PHPU, Feri berpendapat, MK sebaiknya menghadirkan Presiden Jokowi.

Pasalnya, permohonan PHPU yang diajukan paslon 1 dan paslon 3 sama-sama menggugat keterlibatan presiden yang mengacaukan proses pemilu yang jujur dan adil.

Baca juga: 4 Pakar Hukum Tata Negara dan Ahli Politik Beda Pandangan Soal Peluang AMIN dan 03 Menang di MK

Dia menyampaikan, kehadiran Presiden Jokowi di sidang permohonan PHPU bukan tanpa alasan karena selain dugaan cawe-cawe yang disampaikan kuasa hukum paslon 1 dan paslon 3, Presiden Jokowi secara eksplisit mengakui bahwa dia cawe-cawe ketika menegaskan bahwa presiden boleh memihak.

"Kalau mau jujur, tuduhan itu banyak mengarah kepada Presiden. Hakim MK harus meminta Joko Widodo menjadi saksi.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved