Berita Nasional Terkini

PKS Sarankan Prabowo Tidak Perlu Kasih Kursi Menteri untuk Partai Tak Lolos Parlemen, Tiru Jokowi

PKS sarankan Prabowo Subianto tidak perlu kasih kursi menteri untuk partai tak lolos parlemen, tiru Jokowi.

KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO
Prabowo dan Jokowi - PKS sarankan Prabowo Subianto tidak perlu kasih kursi menteri untuk partai tak lolos parlemen, tiru Jokowi. 

TRIBUNKALTIM.CO - PKS sarankan Prabowo Subianto tidak perlu kasih kursi menteri untuk partai tak lolos parlemen, tiru Jokowi.

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyarankan partai-partai yang tidak lolos parliamentary threshold (PT), tidak perlu dikasih kursi menteri.

Cukup wakil menteri atau jabatan lainnya.

Sehingga Prabowo tak perlu mengotak-atik undang-undang untuk menambah jumlah kementerian.

PKS pun  menyarankan presiden terpilih Prabowo Subianto tegas dalam penunjukan menteri.

Baca juga: Tanggapi Isu Bakal Jadi Wamenkumham di Kabinet Prabowo-Gibran, Hotman Paris: Hanya Aku yang Tahu

Juru bicara PKS Muhammad Iqbal menyebut Prabowo tidak perlu mengakomodir semua partai pendukungnya pada Pilpres 2024 untuk mendapat kursi kabinet.

Hal ini disampaikan Iqbal terkait wacana penambahan jabatan menteri dari 34 menjadi 40.

"Pak Prabowo tegas saja. Mana partai yang memang layak mendapat kursi karena dia memiliki anggota di parlemen," ungkap Iqbal dalam talkshow Overview Tribunnews, Kamis (16/5/2024).

Sementara itu, untuk partai yang tidak lolos parliamentary threshold (PT), Iqbal menilai tidak perlu mendapat kursi menteri, seperti pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Di era Pak Jokowi partai-partai yang tidak lolos (PT) itu tidak dapat menteri, jadi wakil menteri saja misalnya, atau dikasih jabatan lain, jadi tidak membebani presiden," ujar Iqbal.

Menurutnya, jika semua partai koalisi dalam Pilpres 2024 diberi jabatan, itu akan menjadi beban Prabowo.

"Di situlah ujian leadership pertama Pak Prabowo, mampukah dia mengelola konflik, mampukah dia menolak permintaan-permintaan yang bertentangan dengan konstitusi."

"Karena hari ini kalau dipaksakan 40 itu bertentangan, kecuali direvisi dulu undang-undangnya," ungkapnya.

lihat fotoPresiden dan wakil presiden terpilih Pilpres 2024, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka di Kantor KPU, Rabu (24/4/2024). PKS menyarankan Prabowo tegas dalam memilih menteri
Presiden dan wakil presiden terpilih Pilpres 2024, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka di Kantor KPU, Rabu (24/4/2024). PKS menyarankan Prabowo tegas dalam memilih menteri

Kata Pengamat

Sementara itu, pakar hukum tata negara Feri Amsari menyebut penambahan kementerian tidak memiliki urgensi.

Menurutnya, sebab sejauh ini seluruh permasalahan kenegaraan sudah tertangani dengan kementerian yang ada.

"Bagi saya nomenklatur kementerian yang sudah ada ditetapkan tetap ada, karena seluruh kegiatan sudah terpenuhi," kata Feri Amsari saat ditemui awak media di Rumah Belajar ICW, Jakarta, Selasa (7/5/2024).

Lebih lanjut, dengan adanya penambahan jumlah kementerian itu juga diyakini akan berpengaruh pada anggaran negara.

Justru menurut Feri yang harusnya dilakukan oleh pemerintahan adalah melakukan penyederhanaan jumlah menteri.

Baca juga: Ketua Umum Projo Tak Aman? Ini Candaan Budi Arie Saat Didoakan Bamsoet Masuk Kabinet Prabowo-Gibran

Pasalnya, saat ini sendiri banyak keputusan menteri yang tumpang tindih dalam mengatur suatu kebijakan.

"Yang paling penting itu penyederhanaan jumlah menteri. Kalau logikanya menambah sejumlah menteri, pasti ada transaksi lain ketika pembahasan," kata dia.

Dirinya lantas menyinggung, selama adanya nomenklatur yang berlaku saat ini, tidak pernah ada istilahnya Indonesia kekurangan kementerian.

Kata dia, dengan adanya wacana penambahan tersebut, diduga yang ingin dipenuhi adalah kepentingan pembagian kekuasaan.

"Saya tidak pernah mendengar satu pun setelah UU 39/2008 ada kekurangan menteri sampai hari ini. yang kurang adalah hasrat kepentingan membagi-membagi kekuasaan" ucap dia.

Jokowi Disebut Titip 4 Nama di Kabinet Prabowo-Gibran, Refly Harun Soroti Peran Wapres Terpilih

Refly Harun membeber kabar tentang adanya menteri titipan dari Presiden Jokowi di Kabinet Prabowo-Gibran.

Refly Harun mengungkapkan, terdapat empat sosok yang diajukan Presiden Jokowi agar bisa masuk dalam susunan Kabinet Prabowo-Gibran.

Refly Harun menilai, jika kabar tersebut benar, hal itu juga sekaligus membuktikan minimnya peran Gibran Rakabuming Raka, yang masih banyak mengandalkan sang ayah, Presiden Jokowi.

Nama-nama tersebut, mulai dari Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno, hingga Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Baca juga: Ketua Umum Projo Tak Aman? Ini Candaan Budi Arie Saat Didoakan Bamsoet Masuk Kabinet Prabowo-Gibran

"Jokowi konon meng-endorse empat orang untuk jadi menteri. Konon ya. Dia ingin pertahankan Bahlil yang banyak jasanya dalam tanda kutip, Erick Thohir yang banyak jasanya dalam tanda kutip, Listyo Sigit yang banyak jasanya dalam tanda kutip, dan Pratikno yang banyak jasanya dalam tanda kutip," ujar Refly dalam program Gaspol Kompas.com sebagaimana dilansir YouTube Kompas.com, Sabtu (18/5/2024).

"Ini kan orang-orang yang berjasa semua dalam menjaga kekuasaan Jokowi, termasuk juga dalam pemenangan (Pilpres 2024) ya. Itu sudah rahasia umum," lanjutnya.

Jika dugaan tersebut benar, menurut Refly, hal ini menunjukkan minimnya peran Gibran Rakabuming Raka, yang merupakan putra sulung Jokowi, dalam kabinet mendatang.

"Keyakinan kita kalau dia dorong empat empatnya, let's say seandainya benar. Itu menunjukkan bahwa ya memang Jokowi negosiasinya. Gibran enggak ada," katanya.

Refly pun menyoroti sejumlah kesempatan ketika Prabowo tidak mengajak Gibran di beberapa agenda penting setelah ditetapkan sebagai presiden terpilih 2024-2029.

Misalnya, saat Prabowo berkunjung ke China bertemu Presiden Xi Jinping.

Prabowo juga tak didampingi Gibran saat berkunjung ke Nasdem Tower untuk menemui Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, juga saat bertemu Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar beberapa waktu lalu.

Menurut Refly, momen-momen tersebut menunjukkan manuver politik Prabowo setelah pilpres.

Baca juga: Jumlah Kementrian tak Dibatasi di Revisi UU 39/2008, Kabinet Prabowo-Gibran Berpeluang Bertambah

"Nah, dari situ menunjukkan bahwa Prabowo tidak melibatkan Gibran. Kalaupun dia harus bicara. Dia bicara sama bapaknya (Jokowi)," kata Refly.

"Jika benar, maka ini tragedi bagi demokrasi Indonesia. Yang terpilih Gibran, tapi dia (Prabowo) bicara sama bapaknya (Jokowi)," tambahnya.

Sebagaimana diketahui, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka telah ditetapkan sebagai pemenang Pilpres 2024 dengan raihan 96.214.691 suara atau sekitar 58,58 persen dari seluruh suara sah nasional.

Sementara itu, pasangan capres-cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, mengantongi 40.971.906 suara atau sekitar 24,95 persen dari seluruh suara sah nasional.

Di urutan ketiga, capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, menghimpun 27.040.878 suara atau sekitar 16,47 persen dari seluruh suara sah nasional.

Prabowo dan Gibran rencananya akan dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI pada 20 Oktober 2024 mendatang.

Prabowo Diprediksi Kesulitan Susun Kabinet

Di sisi lain, Prabowo Subianto dan timnya dinilai akan menghadapi persoalan bagaimana membentuk pemerintahan yang pada satu sisi memerlukan dukungan politik memadai serta merupakan perwakilan dari semua kekuatan politik namun di sisi lain harus mampu memerintah dan bekerja secara efektif berbasis kompetensi.

Baca juga: PKS soal Peluang Gabung Kabinet Prabowo-Gibran, Sebut saat Ini Belum Ada Keputusan Final

Dengan kata lain, dalam pembentukan kabinet mendatang, pemerintahan yang baru nanti akan dihadapkan pada pilihan antara dimensi representativeness dan dimensi governability.

"Faktor keterwakilan dan dukungan politik pada satu sisi, serta faktor kemampuan memerintah secara efektif pada sisi lain menjadi pilihan dilematis yang selalu dihadapi oleh setiap pemerintahan di Indonesia," kata Ketua Umum Aliansi Kebangsaan, Pontjo Sutowo saat FGD Aliansi Kebangsaan dengan topik Kabinet yang Representatif dan Profesional, Jumat (17/5/2024).

Ibnu Sutowo menilai ini kondisi yang wajar sebagai konsekuensi dianutnya sistem pemerintahan presidensial yang bergandengan dengan sistem multipartai.

Berdasarkan sejarah, kata Potjo kabinet-kabinet yang dibentuk awal kemerdekaan (1945-1950) umumnya berbasis koalisi partai politik dan hanya sedikit yang berbasis kompetensi (zaken kabinet).

Di antara sedikit zaken kabinet berbasis kompetensi/profesionalisme yang perlu dicatat adalah Kabinet Natsir (September 1950 - Maret 1951), Kabinet Wilopo (April 1952 - Juni 1953), dan yang terutama Kabinet Djuanda (April 1957 – Juli 1959).

"Selama pemerintahan Orde Baru, sesungguhnya yang dipraktekkan adalah zaken kabinet yang berbasis kompetensi/profesionalisme, atau yang sering disebut kabinet teknokrat. Terlepas dari karakter politik Orde Baru yang represif-otoriter, kabinet teknokratisnya terbukti mampu bekerja efektif terutama dalam bidang ekonomi," katanya.

Namun sejak reformasi tahun 1998 sampai sekarang, kembali yang dianut adalah kombinasi antara zaken kabinet dan kabinet koalisi partai politik.

Dalam pemerintahan baru yang akan dibentuk Oktober 2024 nanti, corak kabinet apa yang akan dibentuk akan tergantung dari visi Presiden Prabowo tentang tantangan dan masalah-masalah pokok apa yang dihadapi bangsa negara Indonesia saat ini dan ke depan.

Baca juga: Pembentukan Kabinet Gemoy Prabowo-Gibran Mulus, Jumlah Kementrian Tak Dibatasi di Revisi UU 39/2008

Ketua Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri (FKPPI) ini menyarankan, mengingat periode pemerintahan Kabinet Prabowo nanti merupakan tahapan lima tahun pertama dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, maka pembentukan Kabinet Prabowo sudah seharusnya berorientasi pada keberhasilan dalam penguatan fondasi tranformasi menuju visi Indonesia Emas 2045 yaitu “Negara Nusantara Berdaulat, Maju dan Berkelanjutan” sebagaimana telah dicanangkan dalam Rancangan Akhir RPJPN 2025-2045.

Mengutip dari Rancangan Akhir RPJPN 2025-2045 yang telah diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo pada Juni 2023 yang lalu, perubahan-perubahan dunia tersebut meliputi perkembangan demografi global, geopolitik dan geoekonomi, perkembangan teknologi, peningkatan urbanisasi dunia, konstelasi perdagangan global, tata kelola keuangan global, pertumbuhan kelas menengah (middle class), peningkatan persaingan pemanfaatan sumber daya alam, perubahan iklim dan pemanfaatan luar angkasa.

"Untuk lima tahun ke depan, agar mampu memperkuat fondasi transformasi Indonesia menuju Indonesia Emas 2045 melalui tiga area perubahan yaitu: transformasi sosial, transformasi ekonomi, maupun transformasi tata kelola, sudah sepatutnya Kabinet Prabowo memberikan perhatian sungguh-sungguh terhadap kemungkinan tantangan dan peluang yang muncul akibat berbagai perubahan dunia yang sudah diidentifikasi oleh Bappenas dalam Rancangan Akhir RPJPN tersebut," katanya.

Salah satu perubahan dunia yang harus sungguh-sungguh mendapat perhatian pemerintahan baru nanti adalah meningkatnya persaingan pemanfaatan sumber daya alam (SDA).

Perkembangan ini menuntut perbaikan pengelolaan kekayaan SDA kita yang selama ini bercorak “resource base” dan bersifat ekstraktif menuju pengelolaan dengan peningkatan pemanfaatan sains, teknologi, dan inovasi.

"Upaya ini akan berkontribusi juga dalam mendorong percepatan tranformasi ekonomi Indonesia dari yang selama ini berbasis sumber daya alam (resource based economy) menuju ekonomi berbasis sains dan teknologi," katanya. (*)

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul PKS Sarankan Prabowo Tegas soal Kursi Menteri, Tak Perlu Akomodir Partai Tak Lolos Parlemen

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved