Berita Nasional Terkini

Tolak Tapera, Ribuan Buruh Bakal Demo Jokowi di Istana Negara pada Kamis 6 Juni 2024

Tolak Tapera, ribuan buruh bakal demo Jokowi di Istana Negara pada Kamis 6 Juni 2024.

Tribunnews/Rahmat Nugraha
Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden KSPI Said Iqbal. Tolak Tapera, ribuan buruh bakal demo Jokowi di Istana Negara pada Kamis 6 Juni 2024. 

TRIBUNKALTIM.CO - Tolak Tapera, ribuan buruh bakal demo Jokowi di Istana Negara pada Kamis 6 Juni 2024.

Program Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera yang sudah ditandatangani Presiden Joko Widodo terus mendapat penolakan dari pekerja.

Tak hanya di media sosial, penolakan itu dilakukan.

Buruh yang menolak program Tapera itu juga mengagendakan aksi di depan istana negara.

Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyampaikan, ribuan buruh bakal melakukan unjuk rasa di depan Istana pada hari Kamis, 6 Juni 2024.

Baca juga: Terjawab Tapera untuk Siapa Sebenarnya, PNS, Karyawan Swasta, dan Pekerja Mandiri Wajib Ikut

Aksi tersebut untuk menolak Program Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera yang dinilai membebani pekerja.

"Ribuan buruh yang akan melakukan aksi ini berasal dari Jabodetabek dan berbagai organisasi serikat pekerja seperti KSPI, KSPSI, KPBI, dan juga Serikat Petani Indonesia (SPI)," ujar Said Iqbal dalam keterangannya kepada Tribunnews, Selasa (4/6/2024).

"Aksi dimulai pukul 10.00 dengan titik kumpul di depan Balaikota dan bergerak ke Istana melalui kawasan Patung Kuda," lanjutnya.

lihat fotoPresiden Partai Buruh Said Iqbal di Patung Kuda, Jakarta Pusat, Rabu (1/5/2/2024).
Presiden Partai Buruh Said Iqbal di Patung Kuda, Jakarta Pusat, Rabu (1/5/2/2024).

Menurut Said Iqbal, kebijakan Tapera merugikan dan membebani pekerja dengan iuran. Hal itu diperparah buruh tidak diberikan kepastian bisa memiliki rumah.

Selain itu, dalam Tapera, Pemerintah dinilai lepas tanggung jawab dalam menyediakan rumah. Hal ini karena Pemerintah hanya bertindak sebagai pengumpul iuran, tidak mengalokasikan dana dari APBN maupun APBD.

Baca juga: Mahfud MD Kritik Tapera, tak Ada Jaminan dapat Rumah, Hitungan Matematisnya Tidak Masuk Akal

"Permasalahan lain adalah dana Tapera rawan dikorupsi, serta ketidakjelasan dan kerumitan pencairan dana," lanjutnya.

Selain aksi menolak PP Tapera, isu lain yang diangkat dalam aksi ini adalah Tolak Uang Kuliah Tunggal (UKT) Mahal, Tolak KRIS BPJS Kesehatan, Tolak Omnibuslaw UU Cipta Kerja, dan Hapus OutSourching Tolak Upah Murah (HOSTUM).

Pendidikan, yang seharusnya menjadi jalan menuju kehidupan yang lebih baik, kini menjadi beban yang menghimpit akibat Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang mahal. Akibatnya, bagi anak-anak buruh, mimpi untuk meraih pendidikan tinggi menjadi semakin sulit dengan biaya yang terus melambung.

Terkait Kamar Rawat Inap Standar (KRIS), buruh berpendapat kebijakan ini justru menurunkan kualitas layanan kesehatan dan akan semakin memperburuk pelayanan di rumah sakit yang sudah penuh sesak.

Penolakan terhadap Omnibuslaw UU Cipta Kerja juga akan disuarakan. Beleid yang diklaim akan mendorong investasi ini, bagi para buruh, adalah simbol ketidakadilan yang melegalkan eksploitasi.

"Tidak ketinggalan, dalam aksi 6 Juni, buruh juga menuntut Hapus OutSourcing Tolak Upah Murah (HOSTUM)," jelas Said Iqbal.

Mahfud MD Kritik Tapera, tak Ada Jaminan dapat Rumah, Hitungan Matematisnya Tidak Masuk Akal

Kebijakan Pemerintah terkait Tabungan Perumahan Rakyat yang disingkat Tapera menuai kritik, kali ini dari Mantan Menkopolhukam, Mahfud MD.

Mantan Menkopolhukam, Mahfud MD ikut menyoroti skema Tapera yang menurutnya tidak masuk akal.

Dengan banyaknya keberatan dari masyarakat, menurut Mahfud MD, Pemerintah harus memperhatikan aspirasi publik terkait Tapera ini. 

Menurut Mahfud MD, bila peserta tidak benar-benar mendapatkan rumah kebijakan ini dinilai tidak masuk akal.

Baca juga: Tapera tak Akan Ditunda, Moeldoko sebut IKN di Kaltim dan Makan Siang Gratis sudah Ada Anggarannya

“Pemerintah perlu betul-betul mempertimbangkan suara publik tentang Tapera.

Kalau tidak ada kebijakan jaminan betul-betul akan mendapat rumah dari pemerintah bagi penabung, maka hitungan matematisnya memang tidak masuk akal,” ujarnya dikutip dari cuitan di akun X pribadinya, Kamis (30/5/2024).

Mahfud mencontohkan, orang dengan gaji Rp 5 juta per bulan bila diwajibkan menabung selama 30 tahun dengan potongan 3 persen per bulannya, maka akan terkumpul sekitar Rp 100 juta.

Menurutnya, saat ini membeli rumah seharga Rp 100 juta dinilai tidak bisa mendapatkan rumah, apalagi harus menunggu selama 30 tahun.

“Untuk orang yang gajinya di atas Rp 10 juta pun dalam 30 tahun akan terkumpul hanya sekitar Rp 225 juta.

Ini pun pada 30 tahun yang akan datang sulit dapat rumah, sekarang pun sulit dapat rumah dengan uang Rp 225 juta,” terangnya.

Tak sampai di situ, lanjut Mahfud, adapun bagi orang yang memiliki gaji Rp 15 juta lebih baik mereka dibiarkan mengambil kredit perumahan (KPR) secara mandiri lewat bank-bank pemerintah.

Menurutnya, ini akan lebih murah ketimbang menabung 3 persen per bulan dari gajinya.

Tabungan Perumahan Rakyat ( Tapera ). Siap-siap mulai tahun 2021, gaji PNS, TNI, dan Polri bakal dipotong untuk Tabungan Perumahan Rakyat ( Tapera ), Jokowi sudah setujui.
TAPERA MENUAI KRITIK - Tabungan Perumahan Rakyat yang disingkat Tapera. Mahfud MD kritik Tapera. Mantan Menkopolhukam menyoroti hitungan matematis yang tidak masuk akal karena tak ada jaminan dapat rumah. (KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo)

“Apa ada kebijakan yang menjamin para penabung untuk betul-betul dapat rumah? Penjelasan tentang ini yang ditunggu publik,” jelas Mahfud seperti dikutip TribunKaltim.co dari kontan.co.id.

Lebih lanjut, Mahfud menambahkan, tentunya potongan 3 persen untuk iuran Tapera memiliki bunga, namun akumulasi bunga tersebut dinilai kurang signifikan untuk membeli sebuah rumah.

Baca juga: Pengamat: Tapera Bisa Picu Kemiskinan Baru dan Ladang Baru untuk Korupsi

“Terlebih bagi mereka yang harus berhenti kerja tak sampai 30 tahun, misal karena pensiun atau sebab lain,” pungkasnya.

Ekonom: Tak Bisa Disamakan dengan BPJS

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda mengungkapkan bahwa iuran wajib tersebut tidak bisa disamakan dengan iuran BPJS.

Ia menilai iuran BPJS lebih bisa dirasakan manfaatnya bagi semua kalangan.

Berbeda, dengan iuran Tapera yang dinilai tak tepat sasaran bagi kalangan yang sejatinya sudah memiliki hunian.

“BPJS ketika dia sakit langsung bisa berobat di fasilitas yang berkaitan dengan BPJS,” ujar dia seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com.

Sementara itu, ia menilai iuran Tapera ini semacam investasi uang pekerja.

Di mana, peruntukkannya untuk kebutuhan kepemilikan hunian bagi peserta.

Oleh karenanya, peserta tentu akan memperhatikan pula hasil investasi yang dimiliki.

Menurutnya, hal tersebut berbeda dengan BPJS, di mana orang-orang tak begitu memperhatikan imbal hasil yang dimiliki.

Baca juga: Tolak Tapera, Serikat Buruh Siap Gelar Aksi Besar, Said Iqbal: Bikin Berat Kondisi Ekonomi Pekerja

“Kalau BPJS itu kita kan membayar insurance gitu, untuk sebuah ketidakpastian yang terjadi di depan,” imbuh Huda.

Di tambah, ia melihat saat ini masyarakat dihadapkan beberapa kasus investasi belakangan ini.

Sebut saja, dugaan investasi fiktif PT Taspen hingga investasi di saham gorengan yang terjadi pada kasus Jiwasraya.

“Jadi kita benahi dulu itu lah baru kita bicara tentang investasi di Tapera,” ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo turut buka suara terkait iuran wajib Tapera ini.

Ia mengatakan biasanya dalam kebijakan yang baru, masyarakat juga ikut berhitung.

Misalnya mampu atau tidak mampu, berat atau tidak berat.

Menurutnya, masyarakat akan mendapat manfaat setelah kebijakan tersebut berjalan.

Hal ini sama seperti dulu ketika kebijakan iuran BPJS Kesehatan baru diterbitkan.

"Hal-hal seperti itu yang akan dirasakan setelah berjalan, kalau belum biasanya pro dan kontra," ucap Jokowi di Istora Senayan, Senin (27/5).

Baca juga: Trending Iuran Tapera, Gaji Dipotong 3 Persen per Bulan Tuai Protes, Jokowi: Pro Kontra Biasa

Moeldoko: Tidak akan Ditunda

Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko memastikan, pelaksanaan program Tapera tidak akan ditunda.

Menurutnya, hingga saat ini program tersebut belum dijalankan dan akan berlaku pada 2027.

Moeldoko menyebutkan, aturan soal Tapera sedianya sudah ada sejak tahun 2020.

Namun, program tersebut belum berlaku sampai saat ini.

Sebabnya, ada perubahan instansi yang mengurus program tersebut, dari yang semula Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan (Bapertarum), menjadi Badan Pengelolaan Tapera (BP Tapera).

"Kesimpulan saya bahwa Tapera ini tidak akan ditunda, wong memang belum dijalankan.

Sejak ada perubahan Bapertarum ke Tapera, ada kekosongan dari 2020 ke 2024 tidak ada sama sekali iuran, karena memang Tapera belum berjalan," jelasnya saat memberikan keterangan pers di Bina Graha, Jakarta, Jumat, (31/5/2024).

Dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com, Moeldoko menegaskan, Tapera akan berlaku setelah ada peraturan teknis dari Menteri Keuangan dan Menteri Ketenagakerjaan.

Alasan

Moeldoko menjelaskan pemberlakuan Tapera berlandaskan pada Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman serta UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera.

Pada awalnya, kata dia, Tapera dikhususkan untuk aparatur sipil negara (ASN). Kemudian, program ini diperluas untuk pekerja swasta dan pekerja mandiri.

"Kenapa diperluas? karena ada problem backlog (jaminan simpanan) yang dihadapi pemerintah sampai saat ini.

Ada 9,9 juta masyarakat Indonesia yang belum memiliki rumah. Ini data Badan Pusat Statistik (BPS) ya, bukan ngarang ya," tutur Moeldoko.

"Untuk itu kita berpikir keras, memahami bahwa antara jumlah kenaikan gaji dan tingkat inflasi di sektor perumahan itu enggak seimbang," lanjutnya.

Pemerintah menilai, harus ada upaya keras agar masyarakat bisa memiliki rumah.

Setidaknya, walaupun terjadi inflasi, masyarakat bisa punya tabungan untuk membangun rumah.

"Caranya dengan skema yang melibatkan pemberi kerja dalam hal ini juga pemerintah untuk PNS yang setengah persen untuk ASN itu, itu untuk pemerintah.

Setengah persen untuk pekerja mandiri dan swasta, itu pemberi kerja memberikan pembiayaan," jelas Moeldoko.

Moeldoko mengatakan, program dengan skema seperti Tapera juga dilakukan di sejumlah negara, antara lain di Singapura dan Malaysia.

Bantah untuk hal lain Moeldoko membantah tudingan yang menyebut bahwa perluasan program Tapera bertujuan untuk memenuhi dana pemerintah ke depan terkait program makan siang gratis dan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Sebab, menurut Moeldoko, pembangunan IKN dan program makan siang gratis sudah ada anggarannya sendiri. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Buruh Bakal Geruduk Istana Negara Kamis Pekan Ini Tolak Program Tapera

Ikuti berita populer lainnya di Google News Tribun Kaltim

Ikuti berita populer lainnya di saluran WhatsApp Tribun Kaltim

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved