Pilkada Kukar 2024
Pengamat Hukum Sebut Edi Damansyah Terganjal Syarat di Pilkada Kukar 2024, Bukan Tanpa Alasan
Pengamat hukum menyatakan sosok Edi Damansyah tak bisa maju Pilkada Kukar 2024. Lantaran terganjal aturan PKPU dan putusan MK.
Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Muhammad Fachri Ramadhani
TRIBUNKALTIM.CO - Bakal calon (bacalon) Bupati Kutai Kartanegara, Edi Damansyah belum bisa memastikan diri bisa maju pada Pilkada 2024 mendatang.
Pasca terbitnya PKPU Nomor 8 tahun 2024 tentang pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota untuk Pilkada 2024.
Aturan tersebut semakin memperjelas bahwa aturan ini, bisa membuatnya terganti dalam bursa bacalon Bupati Kukar.
Meski, Politisi PDIP ini masih berupaya memastikan langkahnya ke gelanggang kontestasi Pilkada Kukar 2024.
Hal itu diungkapkan pengamat Hukum yang juga akademisi di Universitas Mulawarman (UNMUL), Warkhatun Najidah.
Baca juga: Bawaslu Kaltim Tak Mau Berandai-andai Terkait Putusan MK soal Periodisasi Edi Damansyah
Menurutnya, petahana di Pilkada Kukar sudah harus mengembangkan karir politiknya ke ranah yang lebih tinggi.
Bukan hanya mempertimbangkan suara PDIP dan elektabilitasnya, tetapi dalam perspektif hukum untuk kembali maju pada Pilkada Kukar, petahana tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam PKPU 8/2024 pasal 14 huruf m dan 19.
“Artinya sudah jelas dalam aturannya kan, bahwa belum memenuhi syarat,” sebutnya, Rabu (3/7/2024).
Najidah juga memberikan pandangan hukumnya, bahwa PKPU 8/2024 jelas mengikuti aturan yang telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Frasa “menjabat” yang diperdebatkan selama ini dalam pandangan Najidah juga dijelaskan.
“Sudah clear, bahwa menurut saya PKPU 8/2024 tentang pencalonan kepala daerah (pasal 14 dan pasal 19) jelas mengikuti putusan MK, di mana MK juga berpendapat bahwa berdasarkan amar Putusan MK Nomor 22/PUU-VII/2009 yang kemudian dikuatkan kembali dalam putusan 67/PUU-XVIII/2020, makna kata ‘menjabat’ dimaksud telah jelas dan tidak perlu dimaknai lain selain makna dimaksud dalam putusan tersebut,” ungkapnya.
Sehingga, kata ‘menjabat’ lanjut Najidah, adalah masa jabatan yang dihitung satu periode yaitu masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih dari satu masa jabatan kepala daerah.
“Kita tidak bisa memaknai sebuah peraturan dengan cara yang liar kendatipun pendapat nampak logis. Tetapi logika hukum memiliki karakteristik sendiri,” ujarnya.
Baca juga: Brigjen Dendi Suryadi, Sosok Jenderal TNI yang Religius, Kini Mantap Menatap Pilkada Kukar 2024
Memang benar Undang-Undang (UU) Pemerintah Daerah mengatur dengan membedakan antara Plt/PJS/Plh/Pj Kepala daerah.
Namun frasa dalam Undang-Undang (UU) Pilkada dan PKPU tersebut memfokuskan pada frasa “menjabat”.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.