Berita Nasional Terkini
Faisal Basri sebut Prabowo Presiden Paling Sial karena dapat Warisan Utang hingga Rp 800 Triliun
Faisal Basri, Ekonom senior INDEF sebut Prabowo sebagai presiden paling sial, dapat warisan utang hingga Rp 800 T. Konsekuensi jika tak mampu bayar
Penulis: Aro | Editor: Briandena Silvania Sestiani
Karena mayoritas utang tersebut berbentuk SBN, mau tidak mau harus dibayar tepat waktu saat jatuh tempo. Tidak ada ruang negosiasi untuk menunda pembayarannya.
Jika Pemerintahan Prabowo menghindari pembayaran utang ini, mereka harus siap jadi sasaran penghakiman pasar.
Baca juga: Megawati Sindir Kabinet Gemoy Prabowo dan Utang Indonesia Rp 8.262 T, Bandingkan dengan Eranya Dulu
"Sebanyak 70 persen lebih utang ini adalah SBN. SBN ini enggak ada negosiasi kompromi gitu.
Enggak bayar, ya kita hakimi. Kan ke pasar. Bukan kayak dulu."
"Jadi, harus siap kalau berhadapan dengan pasar.
Kalau nggak komit, ya dihakimi," ujar Direktur Pengembangan Big Data INDEF Eko Listiyanto di acara diskusi bertajuk Warisan Utang Untuk Pemerintah Mendatang, dikutip Jumat (5/7/2024).
Dalam kesempatan sama, Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eisha M. Rachbini memandang utang jatuh tempo ini harus menjadi sesuatu yang diwaspadai oleh Pemerintahan Prabowo.
Pasalnya, Prabowo memiliki sejumlah program unggulan yang memiliki anggaran jumbo.
Sebut saja makan bergizi gratis yang pada tahun depan telah dianggarkan di APBN 2025 sebesar Rp 71 triliun.
Baca juga: Tantangan Menkeu Kabinet Prabowo-Gibran, Gambaran APBN Pertama: Beban Utang hingga Defisit Anggaran
"Ini sebenarnya perlu kewaspadaan di tengah-tengah program pemerintah yang fantastis, jumbo, menjalankan pembiayaan terhadap program itu ditambah dengan utang jatuh tempo," ujar Eisha seperti dikutip TribunKaltim.co dari Tribunnews.com di artikel berjudul Ekonom INDEF Ingatkan Pemerintahan Prabowo, Harus Siap Dihakimi Pasar Jika 'Ngemplang' Bayar Utang.
Dalam menyikapi ini, Pemerintahan Prabowo dinilai harus menggenjot pendapatan negara agar meningkat, jangan sampai malah menurun.
Jika kelak pendapatan negara tidak naik atau bahkan menurun, defisit fiskal tentu akan kena dampaknya, yakni menjadi semakin lebar.
"Kalau pendapatannya tetap atau turun, justru jadinya defisitnya akan besar.
Pembiayaan lewat mana? Ditutup lagi bisa jadi lewat utang baru lagi.
Ini rasanya jadi kayak kita enggak bisa lepas dari utang," ujar Eisha.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.