Berita Nasional Terkini
Beda dengan Luhut, Menteri ESDM sebut Tidak Ada Pembatasan Pembelian BBM Subsidi per 17 Agustus 2024
Beda dengan Luhut, Menteri ESDM sebut tidak ada pembatasan pembelian BBM subsidi per 17 Agustus 2024.
Penulis: Aro | Editor: Muhammad Fachri Ramadhani
TRIBUNKALTIM.CO - Dua Menteri Jokowi berbeda pernyataan terkait dengan wacana pembatasan pembelian BBM subsidi mulai 17 Agustus 2024 nanti.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menuliskan mengenai pembatasan pembelian BBM subsidi di akun media sosialnya yang telah terverifikasi.
Namun, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menegaskan tidak ada pembatasan pembelian BBM subsidi per 17 Agustus seperti yang diutarakan oleh Menko Marves, Luhut.
Selain itu, menurut Menteri ESDM, Arifin Tasrif, Pemerintah juga masih mempertajam data penerima BBM bersubsidi.
Baca juga: Jelang Akhir Jabatan, Para Menteri Jokowi Tak Kompak Lagi Soal Isu Pembatasan Pembelian BBM Subsidi
Baca juga: Mulai 17 Agustus 2024, Pembelian BBM Subsidi Dibatasi, Sinyal Harga Naik dan Kelas Menengah Tertekan
Baca juga: Warga Pengetap BBM Subsidi di Bontang Kaltim Dibekuk Polisi, Terancam Hukuman 6 Tahun Penjara
"Kita masih mempertajam dulu, mempertajam data [penerima] semua jenis BBM bersubsidi," ujar Arifin saat ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (12/7/2024) seperti dikutip TribunKaltim.co dari kontan.co.id.
Arifin menuturkan, pemerintah nantinya akan menentukan skema pembatasan pembelian BBM subsidi yang akan diajukan melalui peraturan menteri agar tepat sasaran dan ditentukan jenis kendaraan mana saja yang bisa mendapatkan BBM subsidi.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pembatasan pembelian BBM Subsidi akan dilakukan pada 17 Agustus 2024.
Pendistribusian BBM Subsidi yang belum tepat sasaran menjadi salah satu pertimbangan kebijakan ini.
Upaya pengetatan penjualan BBM Subsidi pun diharapkan dapat menghemat keuangan negara.
"Itu sekarang Pertamina sudah menyiapkan.
Kita berharap 17 Agustus ini kita sudah bisa mulai di mana orang yang tidak berhak dapat subsidi itu akan bisa kita kurangin," kata Luhut dikutip dari laman Instagramnya, Rabu (10/7/2024).

Upaya Pertamina
VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso mengatakan, pihaknya menyiapkan sejumlah persiapan untuk mendukung pelaksanaan subsidi tepat sasaran.
Baca juga: Pembelian BBM Subsidi di Kutim Bakal Gunakan Kode QR, Pembeli Ketahuan yang Beli Berkali-kali
"Pertamina akan menjalankan arahan pemerintah.
Beberapa upaya sudah dan terus dijalankan Pertamina untuk subsidi tepat," ujar Fadjar kepada Kontan, Rabu (10/7).
Fadjar menjelaskan, Pertamina menggunakan teknologi informasi untuk memantau pembelian BBM Bersubsidi di SPBU-SPBU secara real time untuk memastikan konsumen yang membeli adalah masyarakat yang berhak.
Kedua, program penguatan sarana dan fasilitas digitalisasi di SPBU.
Melalui skema ini, Pertamina melakukan digitalisasi di seluruh SPBU Pertamina yang mencapai lebih dari 8000 SPBU, termasuk SPBU yang berada di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar).
"Hasilnya, hingga saat ini 82 persen SPBU telah terkoneksi secara nasional.
Semakin banyak SPBU yang terkoneksi dengan sistem digitalisasi Pertamina, akan semakin memudahkan monitoring dan pengawasan atas penyaluran BBM bersubsidi," jelas Fadjar.
Strategi ketiga, Pertamina terus meningkatkan kerja sama dengan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk meningkatkan pengawasan dan penindakan kegiatan penyalahgunaan BBM Bersubsidi yang tidak sesuai peruntukannya.
Sementara itu, Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Saleh Abdurrahman mengatakan, sejauh ini upaya pelaksanaan subsidi tepat sasaran berjalan untuk pembelian solar subsidi.
"Kalau saat ini yang sudah ada kan pengendalian untuk solar dengan batasan 60 liter, 80 liter dan 200 liter per hari," kata Saleh kepada Kontan, Rabu (10/7/2024).
Saleh menjelaskan, dalam pelaksanaan subsidi tepat sasaran, digitalisasi menjadi salah satu faktor utama. Pertamina pun dinilai siap mengimplementasikan kebijakan ini.
"Salah satu mekanisme pengendalian subsidi tepat melalui perluasan penerapan digitalisasi lewat pemberian barcode untuk konsumen yang berhak termasuk untuk Pertalite.
Saya kira pengalaman dari penerapan barcode di solar, Pertamina mestinya sudah lebih siap," pungkas Saleh.
Baca juga: Cara Meminimalisir Pemakaian BBM Subsidi, Pemkot Samarinda Rencanakan Bus Umum Listrik
Sinyal Naik Harga
Rencana pemerintah untuk membatasi pembelian bahan bakar minyak (BBM) dinilai sebagai sinyal kenaikan harga.
Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Ekonom senior, Faisal Basri. Faisal mengatakan, pembatasan pembelian BBM subsidi menjadi pertanda, pemerintah tidak bisa lagi menanggung beban belanja subsidi energi.
Hal ini seiring dengan nilai tukar rupiah yang tertekan dan fluktuasi harga minyak mentah.
"Kan artinya pemerintah enggak mampu lagi menahan subsidi tidak dinaikkan. Ini naik terus," kata dia, ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (10/7/2024).
Adapun rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) saat ini memang masih berada dalam perhitungan pemerintah, yakni 82 dollar AS per barrel.
Akan tetapi, jika rata-rata harga ICP kembali meningkat, Faisal menilai, kenaikan harga BBM subsidi menjadi dimungkinkan.
"Artinya sinyal kemungkinan besar pemerintah akan menaikkan harga BBM yang selama ini di subsidi yaitu Pertalite dan Solar," ujarnya.
Kenaikan harga ICP dan pelemahan rupiah akan membuat beban belanja kompensasi pemerintah ke badan usaha penugasan semakin besar.
Kompensasi merupakan anggaran belanja yang diberikan pemerintah kepada badan usaha penugasan atas biaya yang ditanggung akibat perbedaan harga asumsi dan perkembangannya.
"Dana kompensasinya gelembung," ucap Faisal Basri seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com.
Sebagai informasi, realisasi belanja subsidi dan kompensasi mencapai Rp 155,7 triliun pada semester I-2024.
Nilai ini sebenarnya turun 3,8 persen dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 161,9 triliun.
Namun demikian, angka realisasi belanja subsidi itu belum memperhitungkan kompensasi yang perlu dibayarkan pemerintah kepada badan usaha penugasan, atas selisih bayar antara pagu kuota subsidi yang disiapkan dengan harga asli.
Baca juga: Sempat Dihentikan, SPBN di Bontang Besok Mulai Pasok Kembali BBM Subsidi ke Nelayan
Kelas Menengah Tertekan
Menanggapi rencana pemerintah membatasi pembelian BBM subsisi, Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengatakan kebijakan ini bakal berdampak terhadap daya beli masyarakat, khususnya kelas bawah dan menengah.
Namun, untuk kelas bawah, pemerintah dapat memberikan bantuan sosial sebagai bentuk dari jaring pengaman.
"Namun untuk pendapatan menengah, sejauh ini belum ada indikasi pemerintah akan melakukan atau memberikan bantuan yang sebenarnya bisa membantu daya beli mereka," tutur dia, Rabu (10/7/2024) seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com.
Padahal sejumlah data menunjukan, pola konsumsi masyarakat sedang berada dalam tren perlambatan.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Bank Indonesia (BI) misalnya, yang semakin menurun, di mana pada Juni lalu berada di level 123,3.
"Ataupun misalnya PMI manufaktur yang mengindikasikan pelaku usaha menahan laju untuk melakukan ekspansi karena permintaan yang tidak setinggi dibandingkan bulan-bulan sebelumnya," ujar dia.
Dengan melihat data tersebut, Yusuf meyakini, tingkat konsumsi pada periode mendatang akan semakin melambat.
Sebab, dengan adanya pembatasan pembelian BBM subsidi, masyarakat kelompok menengah akan melakukan penyesuaian terhadap pola konsumsinya.
"Bagi kelas menengah kenaikan ini justru berpotensi menekan daya beli mereka dan berpotensi mendorong mereka untuk melakukan penyesuaian konsumsi," ucap Yusuf.
Alasan Pembatasan
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengungkapkan pemerintah bakal membatasi pembelian bahan bakar minyak (BBM) subsidi mulai 17 Agustus 2024.
Hal itu dilakukan sebagai upaya mendorong penyaluran BBM subsidi lebih tepat sasaran, serta dapat menghemat anggaran negara.
"Sekarang Pertamina sudah menyiapkan, kita berharap 17 Agustus ini kita sudah bisa mulai, di mana orang yang tidak berhak dapat subsidi itu akan bisa kita kurangi," ujar Luhut dalam unggahan Instagramnya @luhut.pandjaitan, dikutip Rabu (10/7/2024).
Pernyataan terkait pembatasan penyaluran BBM subsidi itu muncul ketika Luhut membahas defisit APBN 2024 yang diperkirakan bakal lebih besar dari target yang telah ditetapkan.
Menurutnya, ada banyak inefisiensi yang terjadi di berbagai sektor.
Maka dari itu, dengan memperketat ketentuan pembelian BBM subsidi diharapkan akan membantu penghematan anggaran.
Selain pembatasan BBM subsidi, pemerintah juga mendorong pengembangan bioetanol sebagai bahan bakar pengganti BBM yang berbasis fosil.
Adapun bioetanol merupakan jenis bahan bakar yang dihasilkan dari proses ferementasi bahan-bahan organik, terutama tumbuhan dengan kandungan karbohidrat tinggi.
"Kita kan sekarang berencana mau mendorong segera bioetanol masuk menggantikan bensin, supaya polusi udara ini juga bisa dikurangi cepat," kata Luhut seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com.
Dia bilang kandungan sulfur dari bensin bisa mencapai 500 ppm, sementara bioetanol jauh lebih rendah kandungan sulfurnya bisa hanya mencapai 50 ppm.
Kondisi sulfur yang tinggi tentu akan mempengaruhi kualitas udara dan berdampak pada kesehatan manusia.
Maka dengan pengembangan bioetanol diyakini bisa menekan jumlah penderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Pada akhirnya, bakal menghemat anggaran negara untuk penyakit pernapasan hingga Rp 38 triliun.
"Kita hitung di situ, kalau itu terjadi sulfur tadi dikurangin, itu akan mengurangi orang yang sakit ISPA.
Dan itu juga (berdampak) kepada kesehatan (menghemat) sampai 38 triliun ekstra pembayaran BPJS," ungkapnya.
Menurut Luhut, saat ini pengembangan bioetanol sedang dilakukan Pertamina, yang diharapkan berjalan dengan baik sehingga bisa segera diterapkan.
"Ini sekarang lagi proses dikerjakan Pertamina.
Nah, kalau ini semua berjalan dengan baik, kita bisa mengemat lagi (anggaran negara)," kata Luhut.
(*)
Ikuti berita populer lainnya di Google News Tribun Kaltim
Ikuti berita populer lainnya di saluran WhatsApp Tribun Kaltim
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.