Demo Orangtua Murid di Samarinda
Respons Walikota Samarinda Soal Demo Orangtua Murid, Andi Harun sebut Sejumlah Opsi untuk Buku Paket
Akhirnya Walikota Samarinda, Andi Harun beri tanggapan soal demo orangtua murid yang mengeluhkan biaya pendidikan yang mahal. Sejumlah opsi untuk buku
Penulis: Sintya Alfatika Sari | Editor: Amalia Husnul A
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Akhirnya Walikota Samarinda, Andi Harun memberikan tanggapan terkait aksi demo yang dilakukan orangtua murid, Kamis (1/8/2024) lalu yang menyoal mahalnya biaya pendidikan.
Jumat (2/8/2024) malam, Walikota Samarinda, Andi Harun menyebut pihaknya sudah menggelar rapat koordinasi dengan sejumlah pihak terkait aksi demo yang dilakukan orangtua murid ini.
Ada sejumlah hal yang disampaikan Walikota Samarinda, Andi Harun terkait dengan keluhan orangtua murid dalam aksi demo tersebut termasuk soal harga buku yang mahal dan ketidakmampuan orangtua.
Sebelumnya, para orangtua murid sejumlah SD dan SMP Negeri di Samarinda demo di depan Balai Kota Samarinda menyoal dugaan pungli dan mahalnya harga buku.
Baca juga: Asisten I Pemkot Samarinda Bikin Ibu-ibu yang Demo Emosi dan Terisak, Ridwan Tasa pun Minta Maaf
Baca juga: Orangtua Murid di Samarinda Demo Lagi, Seragam dan Buku Mahal hingga Anak Diancam tak Naik Kelas
Baca juga: Emak-Emak di Samarinda Gelar Demo, Inilah Sejumlah Tuntutan kepada Pemerintah Daerah
Orangtua murid merasa keberatan tidak mampu membeli buku yang mahal tersebut hingga anaknya menerima diskriminasi dan intimidasi.
Terkait keluhan orangtua murid tersebut, Walikota Samarinda, Andi Harun mengatakan telah menerima banyak laporan terkait keluhan orang tua murid mengenai beban biaya buku penunjang yang dinilai memberatkan.
Meskipun demikian, Andi Harun juga menegaskan pentingnya adanya bukti yang kuat untuk setiap laporan yang masuk agar tidak terjadi fitnah.
"Kami sedang menunggu bukti-bukti dari mereka. Kita minta bukti dan laporannya agar tidak menjadi fitnah," tegasnya.
Hasil investigasi awal yang juga dilakukan oleh pihaknya menunjukkan bahwa memang ada sejumlah sekolah yang memberlakukan pembelian buku penunjang sebagai syarat bagi siswa.
Namun hal ini disebabkan oleh keterbatasan anggaran sekolah untuk menyediakan buku-buku tersebut dalam jumlah yang cukup.
Di sisi lain, hal ini juga memberatkan bagi siswa yang tidak mampu.
"Apalagi jumlah SD ada 163 dengan 62.798 siswa, sementara SMP sebanyak 49 dengan 27.168 siswa.

Total keseluruhan ada 212 sekolah dengan 89.966 siswa yang juga membutuhkan buku penunjang," sebutnya.
Dipaparkan Andi Harun, jika angka maksimal buku penunjang berkisar hingga Rp 700 ribu per siswa maka pemerintah membutuhkan dana sebesar Rp 62,9 miliar per tahunnya.
Baca juga: BREAKING NEWS: Demo Emak-Emak Berdaster Jilid II, Pasang Terpal di Depan Kantor Wali Kota Samarinda
Terkait dengan adanya dana BOSDA, Andi Harun menerangkan bahwa tak dapat digunakan sepenuhnya untuk membeli buku penunjang, sebab berdasarkan peraturan yang berlaku hanya 20 persen yang memang dikhususkan untuk membeli buku wajib.
"Sehingga prakteknya mereka diminta membeli buku penunjang sendiri di tempat yang disarankan oleh gurunya.
Tapi tentu yang paling merasakan ini adalah para siswa baru dan orang tuanya," ungkap Andi Harun.
Untuk mengatasi permasalahan ini, Pemkot Samarinda telah merumuskan beberapa opsi solusi sebagai berikut.
1. Pembelian Buku Penunjang oleh Pemerintah
Andi Harun menjelaskan bahwa opsi pertama adalah pemerintah membeli buku penunjang, tentunya dengan kebutuhan anggaran sekitar Rp 62,9 miliar pertahunnya.
"Memang semua siswa akan dapat, tapi kami kaji lagi di TAPD tentang kemampuan finansial untuk membeli buku penunjang itu, konsekuensinya harus memiliki dana dengan jumlah segitu," ungkapnya.
Baca juga: Tunggu 1 Minggu untuk Pemkot Samarinda Beri Jawaban, Emak-Emak Berdaster Ancam Gelar Demo di IKN
2. Pembelian Buku Penunjang Sebagian
Opsi kedua adalah membeli buku penunjang dalam jumlah terbatas, misalnya hanya satu buku untuk dua siswa dalam satu bangku dan ditempatkan di perpustakaan sekolah.
Dengan opsi ini, anggaran yang dibutuhkan dapat ditekan menjadi sekitar Rp 15-20 miliar.
Namun, opsi ini memiliki sejumlah kendala, seperti tidak semua sekolah memiliki perpustakaan yang memadai dan buku tidak boleh dibawa pulang.
"Dan opsi ini memang harus diidentifikasi kembali," ujarnya.
3. Pemberian Buku Penunjang Khusus Untuk Siswa Tidak Mampu
Opsi ketiga adalah pemerintah kota membeli buku penunjang hanya untuk siswa yang tergolong tidak mampu, yakni sekitar 30 persen dari total siswa di Samarinda.
Opsi ini membutuhkan anggaran sekitar Rp 18 miliar.
"Namun tidak semua siswa akan dapat, hanya siswa yang tidak mampu saja yang akan diberikan," ujarnya.
Baca juga: Viral Emak-emak di Samarinda Demo Mahalnya Buku Sekolah, Pakai Daster, Bawa Panci hingga Wajan
4. Pencetakan Buku Penunjang Sendiri
Opsi terakhir adalah pemerintah mencetak sendiri buku penunjang berdasarkan modul yang disediakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud).
Opsi ini, kata Andi Harun, dinilai lebih murah lantaran pemerintah dapat memilih jenis kertas dan hanya membutuhkan anggaran sekitar Rp 20 miliar.
"Dan soal hak cipta, bahwa Kurikulum Merdeka yang disediakan itu bisa dicetak.
Dan mungkin judulnya nanti bahan dari kementerian di cetak oleh pemerintah kota. Tetapi seluruh siswa dapat," ungkapnya.
Selain itu, opsi ini juga sesuai dengan kebijakan Kurikulum Merdeka yang memberikan fleksibilitas dalam penyediaan bahan ajar.
Saat ini juga pihaknya tengah mengerahkan Diskominfo untuk menyiapkan model buku versi digital.
"Tapi dari sekian opsi itu minggu depan akan kita rapatkan lagi, untuk menentukan opsi mana yang paling tepat untuk memecahkan masalah ini secara jangka panjang," tutup Andi Harun.
Dua Kali Demo
Demo orangtua murid di Samarinda yang didominasi emak-emak, Kamis (1/8/2024) ini adalah yang kedua kalinya, sebelumnya aksi pertama dilaksanakan 24 Juli 2024 kemarin.
Untuk diketahui, demo orangtua murid di Samarinda ini mengeluhkan mahalnya seragam, biaya pembangunan, dan harga sejumlah buku yang wajib dibeli anak-anak mereka.
Koordinator Aksi, Nina Iskandar mengatakan, sepertinya oknum pendidik di satuan sekolah dalam melaksanakan aktivitas pungli, dugaannya sudah terstruktur, sistematis dan masif.
Apalagi, setelah aksi yang digelar di kantor gubernur pada Kamis (24/7/2024), para wali murid mendapat ancaman serius.
"Ada yang diancam anaknya tidak naik kelas.
Mereka juga ada yang mengatakan bahwa aksi tersebut tidak membuahkan hasil, justru membuat para ibu-ibu ini capek," kata Nina.
Diakui Nina, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Samarinda Asli Nuryadin sudah mengindahkan tuntutan para emak-emak tersebut.
Namun, menurutnya, edaran dan teguran yang dilakukan Kadisdik dianggap semu oleh oknum di sekolah.
Dana BOSDA dinilai telah disalahgunakan, sehingga setiap anak wajib membeli buku paket, lembar kerja siswa (LKS), seragam, bangku hingga iuran sekolah.
"Kami ingin kepala sekolah dan tenaga pendidik yang terlibat dipecat.
Kami juga sudah sebarkan edaran dari Kadisdik, tapi hal tersebut diabaikan.
Untuk pemerintah jangan takut kehilangan tenaga pendidik.
Sebab, kami yakin masih banyak tenaga pendidik yang profesional, segar, dan lebih baik," tegas Nina dalam orasinya.
Baca juga: Emak-Emak Kenakan Daster Geruduk ke Kantor Gubernur Kaltim, Pertanyakan Maksud dari Sekolah Gratis
(TribunKaltim.co/Sintya Alfatika Sari/Rita Lavenia)
Ikuti berita populer lainnya di Google News Tribun Kaltim
Ikuti berita populer lainnya di saluran WhatsApp Tribun Kaltim
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.