Berita Nasional Terkini

Kenaikan PPN 12 Persen Tidak sebanding dengan UMP 2025, Konsumsi Rumah Tangga Bakal Tertekan

Kenaikan PPN 12 persen tidak sebanding dengan UMP 2025. Konsumsi rumah tangga bakal tertekan lantaran bantuan yang diberikan Pemerintah hanya temporer

Editor: Amalia Husnul A
Freepik designed by macrovector_official
DAMPAK PPN 12 PERSEN - Ilustrasi. Kenaikan PPN 12 persen tidak sebanding dengan UMP 2025. Konsumsi rumah tangga bakal tertekan lantaran bantuan yang diberikan Pemerintah hanya temporer 

Ekonom sekaligus Direktur Kebijakan Publik CELIOS, Media Wahyudi Askar, membeberkan potensi kenaikan inflasi pada tahun depan dapat menambah tekanan ekonomi, khususnya bagi kelompok menengah ke bawah.  

"Kenaikan PPN menjadi 12 persen menambah pengeluaran kelompok miskin sebesar Rp 101.880 per bulan, memperburuk kondisi ekonomi mereka," katanya seperti dikutip TribunKaltim.co dari kontan.co.id.

Sementara itu, kelompok kelas menengah ke atas berpotensi mengalami kenaikan pengeluaran sebesar Rp 354.293 per bulan.

Menurut Wahyudi, hal ini akan memperburuk fenomena penurunan kelas menengah menjadi kelas menengah rentan.

2. Kenaikan harga komoditas masyarakat

Ia juga tak sepenuhnya setuju dengan pernyataan pemerintah terkait semua barang pokok dikecualikan PPN. Wahyudi mengatakan, kebijakan pengecualian tersebut sebetulnya sudah ada sejak 2009.

"Kenyataannya, PPN tetap naik untuk hampir semua komoditas yang dikonsumsi masyarakat bawah," ujarnya.

3. Kenaikan harga peralatan elektronik

Menurut Bhima Yudhistira, ekonom sekaligus Executive Director Celios, menambahkan dampak berikutnya dari kenaikan PPN menjadi 12 persen adalah harga peralatan elektronik dan suku cadang kendaraan bermotor yang ikut naik. 

Media Wahyudi berpendapat, pemerintah kurang tepat apabila membandingkan kenaikan PPN di Indonesia dengan negara lain seperti Kanada, China, atau Brasil yang menerapkan PPN lebih tinggi.

Menurutnya, PPN yang diterapkan di negara dengan pendapatan per kapita tinggi dan ekonomi yang stabil itu tidak memengaruhi daya beli masyarakat. "Jadi, daya beli masyarakat yang kuat memungkinkan pemerintah untuk menetapkan tarif pajak konsumsi yang lebih besar tanpa mengurangi kesejahteraan ekonomi mereka," ucap Media Wahyudi.

Stabilitas ekonomi yang kuat ditandai dengan inflasi rendah dan konsumsi domestik yang kuat membuat penerapan PPN tinggi lebih efektif dan tidak terlalu membebani masyarakat atau menekan pertumbuhan ekonomi. "Masalahnya, di Indonesia, ekonomi masyarakat, khususnya kelas menengah sedang terpukul," katanya.

Jika ingin apple to apple, pemerintah seharusnya membandingkan PPN di Indonesia dengan negara ASEAN lainnya, di mana tarif PPN Indonesia justru menjadi yang tertinggi nomor dua se-ASEAN.

4. Kenaikan PPN tak menambah pendapatan pajak

Bhima menambahkan, kenaikan PPN 12 persen tidak akan berkontribusi banyak terhadap penerimaan pajak.

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved