Ibu Kota Negara

2 Dampak Buruk IKN Nusantara di Kaltim, Greenpeace: IKN Tak Lebih dari Artificial Forest City

Tengok 2 efek buruk IKN Nusantara di Kaltim. Adalah banjir dan deforestasi. Greenpeace sebut IKN tak lebih dari artificial forest city.

TRIBUNKALTIM.CO/ROSMAN
Banjir di Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), menggenangi jalanan utama menuju proyek pembangunan IKN Nusantara, Rabu (10/5/2023) - Tengok 2 efek buruk IKN Nusantara di Kaltim. Adalah banjir dan deforestasi. Greenpeace sebut IKN tak lebih dari artificial forest city. 

Apalagi menilik rencana Pemerintah yang akan menggeber pembangunan gedung-gedung yang dirancang melengkapi ekosistem Eksekutif, Yudikatif, dan Legislatif serta hunian ASN hingga operasional pada tahun 2028-2029 mendatang.

BANJIR SEPAKU - Kondisi Kelurahan Sepaku, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, Senin (24/6/2024). Banjir disebabkan kuras hujan yang tinggi dalam dua hari terakhir. Banjir di Ibu Kota Nusantara, puluhan rumah warga di sekitar Intake Sepaku (proyek penyediaan air bersih IKN) terendam. Nasib pembangunan IKN.
BANJIR DI IKN - Kondisi Kelurahan Sepaku, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, Senin (24/6/2024). Dampak IKN Kaltim, frekuensi banjir di daerah penyangga IKN meningkat di tahun 2024. Selain itu juga deforestasi kian masif. (Handsout/PPU via kompas.com)

Pembangunan gedung-gedung ini tentu akan menerabas tutupan hutan.

Meskipun, lahan yang akan digunakan merupakan hutan tanaman industri (HTI) yang tidak sama dengan hutan alami, namun tetap saja berdampak pada daya dukung lingkungan sekitarnya.

Baca juga: Dampak Proyek IKN Kaltim, Derita Warga Sepaku Hirup Debu Siang dan Malam, di Rumah bahkan Sekolah

"Tutupan hutan alami sudah tidak ada, Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) sudah diganti jadi HTI.

Hutan alami dibuka jadi HTI, meskipun tidak sama dengan hutan alam, ini sangat berdampak pada lingkungan," cetus Rio. 

Deforestasi Kian Masif

Mengutip data Forest Watch Indonesia (FWI), dalam kurun waktu tiga tahun (2018-2021) saja, deforestasi di wilayah IKN mencapai 18.000 hektar, dengan 14.010 hektar di antaranya berada di hutan produksi.

Kemudian, 3.140 hektar di Area Penggunaan Lain (APL), sisanya 807 hektar di Tahura, 9 hektar Hutan Lindung, dan 15 hektar di area lainnya.

Sementara sepanjang 2022 sampai Juni 2023, luas areal terdeforestasi mencapai 1.663 hektar.

Hal ini juga sejalan dengan adanya penampakan perubahan tutupan yang ditampilkan oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA) atau Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat pada tanggal 11 Februari 2024.

Rio menengarai, deforestasi di IKN yang demikian masif, telah mengakibatkan berbagai dampak negatif, seperti hilangnya habitat flora dan fauna, erosi tanah, dan pencemaran.

Lebih dari itu, deforestasi hutan alam ke depan dapat menghilangkan fungsi hutan sebagai konservasi air dan tanah, pengatur iklim mikro, serta sumber pangan dan obat-obatan bagi masyarakat.

Baca juga: Berubah Drastis dalam 2 Tahun! Ini Potret Perubahan Hutan di IKN Nusantara yang Terekam Satelit NASA

Sementara itu, Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) menegaskan tetap pada komitmennya dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup melalui upaya reforestasi.

Deputi Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita IKN, Myrna Safitri, mengatakan, reforestasi merupakan satu dari beberapa strategi yang dilakukan Otorita IKN.

"Kegiatan ini sebagai bentuk mentransformasikan ekosistem di IKN yang sebagian besar sudah telanjur rusak untuk kembali mendekati ekosistem hutan tropis Kalimantan yang heterogen," ujar Myrna, dikutip dari laman IKN.

Namun menurut Rio, kegiatan reforestasi OIKN ini tidak cukup untuk mencegah bencana hidrologi, apalagi menghutankan kembali hutan alami Kalimantan.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved