Berita Kaltim Terkini

Jatam Kaltim Sebut Remisi UU Minerba Hianati Mandat Legislasi

Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur (Kaltim) mengkritik keras proses dan substansi revisi keempat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020

Tribunkaltim.co/Rita Lavenia
ILUSTRASI - Kegiatan Pertambangan di Provinsi Kalimantan Timur 

TRIBUNKALTIM.CO,SAMARINDA - Revisi Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) resmi disetujui sebagai usul inisiatif DPR RI.

Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur (Kaltim) mengkritik keras proses dan substansi revisi keempat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba. 

Proses revisi tersebut dianggap serampangan, dilakukan secara tertutup dan mengabaikan asas transparansi. 

Rapat pleno mendadak tanggal 20 Januari 2025 membahas revisi tersebut, juga dinilai tidak melibatkan partisipasi publik.

Baca juga: JATAM Kaltim: Pemerintah dan Aparat Harus Tegas Terkait Kejahatan Tambang Batubara di Paser

Bahkan sialnya, hal ini tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas), namun malah disetujui Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk direvisi, Senin, 20 Januari 2025.

Dinamisator JATAM Kaltim, Mareta Sari ini mengatakan, hal ini mencerminkan pengkhianatan terhadap mandat legislasi yang seharusnya melayani kepentingan rakyat.

“Revisi dilakukan secara tergesa-gesa tanpa mendengar suara masyarakat terdampak,” sebut oerempuan yang akrab disapa Eta ini Kamis (23/1/2025).

Revisi tersebut tidak lepas dari kepentingan elit politik dan korporasi tambang. 

JATAM mencatat bahwa 61 persen anggota DPR periode 2024–2029 memiliki afiliasi bisnis, termasuk di sektor pertambangan. 

Bahkan, Presiden Prabowo Subianto dan keluarganya diketahui memiliki konsesi tambang besar, termasuk PT Nusantara Energy dan Arsari Group.

Substansi revisi yang memberikan prioritas pemberian WIUP kepada UMKM, perguruan tinggi, dan organisasi kemasyarakatan (Ormas) sebagai bentuk manipulasi, hanya menjadi tameng baru pemerintah untuk melegitimasi eksploitasi sumber daya alam (SDA).

“Perguruan tinggi tidak seharusnya dijadikan alat pencitraan untuk melanggengkan eksploitasi tambang,” ujarnya. 

Eta menilai, kebijakan ini tidak berpihak pada masyarakat terdampak dan justru mencederai integritas perguruan tinggi.

Kritik soal usulan pengelolaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) oleh menteri tanpa kejelasan kementerian yang bertanggung jawab juga dilontarkannya.

Hal Ini menurut Eta, justru membuka peluang besar bagi korupsi, apalagi dengan rekam jejak buruk Kementerian ESDM.

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved