Berita Kaltim Terkini

UU Minerba Tuai Pro dan Kontra di Kaltim, Begini Respons Pj Gubernur Akmal Malik

UU Minerba menuai pro dan kontra di Kalimantan Timur, begini respons Pj Gubernur Akmal Malik.

Penulis: Rita Lavenia | Editor: Diah Anggraeni
TribunKaltim.co/Rita Lavenia  
PERTAMBANGAN KALTIM - Pj Gubernur Kaltim yang juga Dirjen Otda Kemendagri RI, Akmal Malik mengatakan, dirinya telah menugaskan Dinas ESDM untuk menginventarisasi apa yang menjadi permasalahan dalam urusan pertambangan di Benua Etam.  

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Daerah kini tak lagi memiliki kewenangan terkait perizinan hingga permasalahan pertambangan lantaran telah diambil alih oleh pemerintah pusat.

Hal ini berlaku sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).

Pro dan kontra terkait regulasi tersebut masih bergejolak, termasuk di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim menilai, pemerintah daerah gagal memberi rasa aman kepada masyarakat terkait dampak negatif pertambangan lantaran kebijakan yang tersentralisasi.

"Kami bahkan mencatat sepanjang 2011-2024 terdapat 51 korban meninggal akibat tenggelam di lubang tambang, sementara pusat dan daerah terus saling lempar tanggung jawab," tegas Dinamisator Jatam Kaltim, Mareta Sari, akhir 2024 lalu.

Dengan kejadian yang dinilai tak mendapat penanganan serius, sejumlah aktivis lingkungan mendorong agar kewenangan terkait pertambangan bisa kembali ke daerah.

Baca juga: Jatam Kaltim Sebut Remisi UU Minerba Hianati Mandat Legislasi

Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sekaligus Penjabat Gubernur Kaltim, Akmal Malik menjelaskan bahwa sejatinya daerah merupakan eksekutor (yang menjalankan) dari setiap kebijakan pusat.

"Karena kita negara kesatuan, tapi penanggug jawab terakhir urusan tertentu adalah presiden," jelasnya.

Oleh sebab itu, bila dirasa perlu, maka presiden melalui kementeriannya bisa mengambil alih kebijakan apapun dan kapanpun itu.

"Ketika daerah tidak merasa fair (adil) dengan kebijakan pusat, pemerintah daerah harus menyiapkan data-data kuat," jelasnya.

Ia mencontohkan, semisal di Kaltim yang banyak kepentingan pertambangan, namun masih banyak kejadian-kejadian pengawasan tambang yang tidak dilakukan oleh kementerian.

"Karena itu, yang harus dilakukan ialah siapkan datanya kemudian kita akan duduk bersama pemerintah pusat guna penyelesaian persoalan tersebut," jelasnya lagi.

Baca juga: Ormas Keagamaan Kelola Tambang Dinilai Melanggar UU Minerba, Pengamat sebut yang Menolak Realistis

Akmal Malik menegaskan dalam menangani permasalahan tersebut, kebijakan antara satu daerah tidak sama dengan daerah lainnya.

"Misal, Kaltim memiliki banyak tambang, sementara fungsi pengawasan dan regulasi bukan di daerah. Kita hanya punya kewenangan dalam memberikan rekomendasi terhadap penyusunan RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya)," bebernya.

Oleh sebab itu, Akmal Malik telah menugaskan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kaltim untuk menginventarisasi apa yang menjadi permasalahan dalam urusan pertambangan di Benua Etam.

"Intinya komunikasi. Kita engga bisa katanya-katanya. Siapkan data berapa korban, berapa tidak efisien dan berapa kerugian akibat pertambangan. Kita komunikasikan dengan pusat," pungkasnya. (*) 

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved