Tribun Kaltim Hari Ini

Pengembang Rumah Subsidi Kesulitan Cashflow, REI Desak Pemerintah Percepat FLPP

Pengembang rumah subsidi kesulitan cashflow, REI desak pemerintah percepat Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

Penulis: Jino Prayudi Kartono | Editor: Diah Anggraeni
TRIBUNNEWS/JEPRIMA
PERUMAHAN SUBSIDI - Perumahan subsidi di Kawasan, Ciseeng Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (14/7/2023). Pengembang rumah subsidi kesulitan cashflow, REI desak pemerintah percepat Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan atau FLPP. (TRIBUNNEWS/JEPRIMA) 

Namun, pemerintah saat ini tengah menggodok mengubah skema pendanaan FLPP menjadi 50 persen ditanggung APBN dan 50 persen likuiditas perbankan.

Hal itu ditujukan agar jumlah rumah subsidi yang bisa dibiayai bisa lebih dengan anggaran APBN yang sama.

Skema baru ini diharapkan bisa membiayai 330 ribu unit rumah.

Joko tidak mempermasalahkan jika pemerintah mengubah skema pembiayaan FLPP tersebut.

Namun, dia hanya mendorong sistem yang sudah ada dijalankan saja terlebih dahulu agar kegiatan bisnis bisa berjalan baik.

Baca juga: Mantan Caleg di Balikpapan Diduga Lakukan Penipuan, Puluhan Orang Dijanjikan KPR Rumah Subsidi

Pembangunan perumahan merupakan siklus bisnis yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan 180 industri lainnya.

Oleh karena itu, mandek-nya siklus ini akan mengganggu sektor riil.

Ada jutaan orang yang bekerja di bisnis perumahan yang terancam dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap program 3 juta rumah.

Joko menjelaskan bahwa  yang menikmati manfaat program FLPP adalah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan yang mendapatkan fasilitas likuiditas adalah perbankan.

Sementara pengembang sebagai mitra pemerintah dan pelaku ekosistem yang bertugas menyuplai rumahnya.

Sehingga, kurang tepat jika ada tuntutan berlebihan dari pemerintah kepada pengembang atau asosiasi.

Menyinggung permintaan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) agar asosiasi pengembang menyiapkan dana estimasi harga membangun rumah subsidi, REI memandang acuan harga setempat yang dulu telah dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dengan menggunakan pedoman harga setempat cukup akurat. 

Sedangkan pengembang hanya merupakan pengguna (end user) saja.

Oleh karena itu, ia menilai agak janggal bila pemerintah meminta estimasi kepada asosiasi usaha karena asosiasi bukanlah institusi yang kredibel secara akademis atau kajian.

Ia mempertanyakan kenapa Kementerian PKP tidak menggunakan saja instansi pemerintah yang memang memiliki kemampuan tepercaya di bidang kajian akademis untuk menghitung seperti yang dilakukan Kementerian PUPR dulu dalam menentukan harga rumah subsidi.

“Ketika perhitungan tersebut dilakukan oleh banyak pihak maka hasilnya akan bias dan membingungkan, karena pasti hasilnya berbeda-beda.” pungkasnya. (kontan)

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved