Tribun Kaltim Hari Ini

Pengembang Rumah Subsidi Kesulitan Cashflow, REI Desak Pemerintah Percepat FLPP

Pengembang rumah subsidi kesulitan cashflow, REI desak pemerintah percepat Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

Penulis: Jino Prayudi Kartono | Editor: Diah Anggraeni
TRIBUNNEWS/JEPRIMA
PERUMAHAN SUBSIDI - Perumahan subsidi di Kawasan, Ciseeng Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (14/7/2023). Pengembang rumah subsidi kesulitan cashflow, REI desak pemerintah percepat Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan atau FLPP. (TRIBUNNEWS/JEPRIMA) 

TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Pemerintah hingga memasuki bulan Februari 2025 belum merealisasikan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

Padahal, BP Tapera sebagai pengelola dana FLPP telah melakukan penandatanganan kerja sama pembiayaan  FLPP untuk tahun ini  dengan 39 bank penyalur sejak Desember 2024.

Asosiasi pengembang Real Estate Indonesia (REI) mendesak pemerintah untuk segera mempercepat realisasi penyaluran FLPP

Oleh sebab itu, para pengembang rumah subsidi sudah mulai mengalami kesulitan cashflIow. 

Baca juga: Cari Rumah Subsidi? Ada di Penajam Eco City, Dekat dengan IKN Nusantara Kaltim

Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) REI, Joko Suranto mengatakan, ada 17 ribu rumah subsidi yang sudah dibangun pengembang tetapi belum bisa dilakukan akad kredit  lantaran pemerintah belum merealisasikan FLPP.

“Jadi, saat ini ada 17 ribu orang menunggu untuk punya rumah. Selain itu, 17 ribu rumah ini juga harus di-maintenance pengembang,” kata Joko dalam keterangannya, Rabu (5/2/2025).

Joko menekankan pentingnya aspek kepastian dan keberlanjutan dalam menjalankan program FLPP.

Ia mengungkapkan bahwa ketidakpastian merupakan situasi yang sangat berat bagi pelaku usaha. 

Menurutnya, keterlambatan realisasi penyaluran juga bisa menimbulkan ketidakpercayaan kalangan industri terhadap program 3 juta rumah yang diusung pemerintah.

Pasalnya, program dengan sistem yang sudah berjalan baik selama ini saja tidak bisa dieksekusi dengan cepat.

Bila hingga pertengahan Februari program FLPP belum direalisasikan, Joko mengatakan, REI akan memerintahkan anggotanya untuk melakukan penjualan unit rumah yang sudah ready stock dengan cara-cara lain agar bisa menjaga cashflow dulu.

“Kami akan minta anggota REI untuk menjual dengan cara lain, apakah skema jual rugi, diskon, atau cara lain, yang penting bisa hidup dulu.  Lalu untuk pembangunan proyek selanjutnya , kami akan minta pengembang wait and see saja, sampai ada kejelasan realisasi FLPP,” kata Joko.

Baca juga: Cerita Korban Tertipu Pembelian Rumah Subsidi di Balikpapan, Sudah Setor Tunai Rp 260 Juta

Seperti diketahui, pemerintah telah menganggarkan Rp28,27 triliun untuk program FLPP.

Dana itu akan dipakai sebagai bantuan likuiditas untuk membiayai pembangunan 220 ribu unit rumah subsidi.

Pembiayaan FLPP tersebut menggunakan skema pendanaan 75 persen ditanggung pemerintah dan 25?ri likuiditas bank.

Namun, pemerintah saat ini tengah menggodok mengubah skema pendanaan FLPP menjadi 50 persen ditanggung APBN dan 50 persen likuiditas perbankan.

Hal itu ditujukan agar jumlah rumah subsidi yang bisa dibiayai bisa lebih dengan anggaran APBN yang sama.

Skema baru ini diharapkan bisa membiayai 330 ribu unit rumah.

Joko tidak mempermasalahkan jika pemerintah mengubah skema pembiayaan FLPP tersebut.

Namun, dia hanya mendorong sistem yang sudah ada dijalankan saja terlebih dahulu agar kegiatan bisnis bisa berjalan baik.

Baca juga: Mantan Caleg di Balikpapan Diduga Lakukan Penipuan, Puluhan Orang Dijanjikan KPR Rumah Subsidi

Pembangunan perumahan merupakan siklus bisnis yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan 180 industri lainnya.

Oleh karena itu, mandek-nya siklus ini akan mengganggu sektor riil.

Ada jutaan orang yang bekerja di bisnis perumahan yang terancam dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap program 3 juta rumah.

Joko menjelaskan bahwa  yang menikmati manfaat program FLPP adalah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan yang mendapatkan fasilitas likuiditas adalah perbankan.

Sementara pengembang sebagai mitra pemerintah dan pelaku ekosistem yang bertugas menyuplai rumahnya.

Sehingga, kurang tepat jika ada tuntutan berlebihan dari pemerintah kepada pengembang atau asosiasi.

Menyinggung permintaan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) agar asosiasi pengembang menyiapkan dana estimasi harga membangun rumah subsidi, REI memandang acuan harga setempat yang dulu telah dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dengan menggunakan pedoman harga setempat cukup akurat. 

Sedangkan pengembang hanya merupakan pengguna (end user) saja.

Oleh karena itu, ia menilai agak janggal bila pemerintah meminta estimasi kepada asosiasi usaha karena asosiasi bukanlah institusi yang kredibel secara akademis atau kajian.

Ia mempertanyakan kenapa Kementerian PKP tidak menggunakan saja instansi pemerintah yang memang memiliki kemampuan tepercaya di bidang kajian akademis untuk menghitung seperti yang dilakukan Kementerian PUPR dulu dalam menentukan harga rumah subsidi.

“Ketika perhitungan tersebut dilakukan oleh banyak pihak maka hasilnya akan bias dan membingungkan, karena pasti hasilnya berbeda-beda.” pungkasnya. (kontan)

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved